Presiden Perintahkan ”Rapid Test”, Ahli Ingatkan Validasi Hasil Tes Covid-19
Meski Presiden Joko Widodo memerintahkan dilakukan rapid test massal, sejumlah prosedur perlu diperhatikan agar hasil tes Covid-19 dapat divalidasi. Ini penting untuk memutus rantai penyebaran virus korona tipe baru.
Oleh
sekar gandhawangi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo akhirnya memerintahkan agar pemeriksaan wabah Covid-19 dilakukan secara cepat atau rapidtest dan massal melibatkan rumah sakit pemerintah, BUMN, dan swasta. Namun, metode pemeriksaan secara cepat tetap harus dilanjutkan dengan pemeriksaan molekular, yaitu polymerase chain reaction, untuk memastikan keabsahan hasil tes.
Sejumlah prosedur perlu diperhatikan agar hasil tes Covid-19 dapat divalidasi. Hal ini penting untuk memutus rantai penyebaran virus korona tipe baru dan pendataan status kesehatan masyarakat.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS Patklin) Aryati mengatakan, deteksi virus SARS-CoV-2 dilakukan dengan pemeriksaan molekular, yaitu polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan dilanjutkan dengan pengurutan (sequencing) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Kesehatan untuk mengonfirmasi infeksi Covid-19.
Kini, pemeriksaan cepat (rapid test) dengan metode Immunoglobulin M/Immunoglobulin G (IgM/IgG) mulai merebak. Aryati mengingatkan agar pemeriksaan tersebut dilanjutkan dengan PCR untuk memastikan keabsahan hasilnya.
”Berbagai rapid test belum diketahui validitasnya. Beberapa variabel, seperti antigen dan prinsip pemeriksaan yang digunakan, variasi waktu pengambilan spesimen, limit deteksi masing-masing rapid test, interferens, dan berbagai kondisi lain, bisa menyebabkan hasil false negative dan false positive,” tutur Aryati melalui keterangan tertulis, Kamis (19/3/2020).
Interpretasi hasil penapisan tersebut perlu dilakukan secara cermat. Pasalnya, hasil positif tidak bisa memastikan kebenaran infeksi Covid-19, begitu pula sebaliknya.
Berbagai rapid test belum diketahui validitasnya. Beberapa variabel, seperti antigen dan prinsip pemeriksaan yang digunakan, variasi waktu pengambilan spesimen, limit deteksi masing-masing rapid test, interferens, dan berbagai kondisi lain, bisa menyebabkan hasil false negative dan false positive.
Ada beberapa faktor penyebab hasil false positive (salah positif), antara lain adanya kemungkinan reaksi silang antibodi dengan virus lain. Sementara itu, penyebab false negative (salah negatif) antara lain antibodi belum terbentuk saat pengambilan sampel atau saat masa inkubasi.
”Hasil rapid test yang dinyatakan positif harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan PCR. Sementara itu, bila hasilnya negatif, perlu dilakukan pengambilan sampel ulang 7-10 hari setelahnya,” kata Aryati.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo memerintahkan agar pemeriksaan cepat dilakukan secara massal di Indonesia. Ia meminta Kementerian Kesehatan untuk memperbanyak alat dan tempat pemeriksaan. Ia juga meminta semua orang terlibat, baik pihak rumah sakit, BUMN, TNI-Polri, maupun pihak swasta.
”Segera lakukan rapid test dengan cakupan lebih besar agar deteksi dini indikasi awal seseorang terpapar Covid-19 bisa dilakukan,” kata Presiden, dilansir dari Kompas.com.
Panduan WHO
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Laboratory Testing for Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) in Suspected Human Cases menyatakan, pengambilan spesimen dari orang yang diduga terinfeksi Covid-19 harus dilakukan sesuai prosedur. Hanya petugas terlatih yang boleh mengambil, menyimpan, mengemas, dan memindahkan spesimen.
Spesimen yang telah diambil harus segera dibawa ke laboratorium dalam suhu 2-8 derajat celsius. Spesimen yang perlu dikirim harus dibawa dalam keadaan beku bersuhu -20 derajat celsius hingga -70 derajat celsius dengan menggunakan es kering.
Pemerintah kini menggandeng sejumlah lembaga untuk memeriksa spesimen. Beberapa di antaranya adalah Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) di sejumlah daerah, Universitas Airlangga (Unair) di Surabaya, dan Lembaga Eijkman.
”Pemerintah memutuskan, mulai Senin (16/3/2020), pemeriksaan laboratorium bisa dilaksanakan di BPTKLPP, Unair, Lembaga Eijkman, dan beberapa tempat lagi yang saat ini sedang dilaksanakan on the job training,” kata juru bicara pemerintah untuk penanganan korona, Achmad Yurianto (Kompas.id, 13/3/2020).
Adapun rumah sakit rujukan untuk penyakit Covid-19 kini berjumlah 375. Jumlah ini meliputi 132 rumah sakit pemerintah yang ditunjuk berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan, 103 rumah sakit milik TNI, 39 rumah sakit milik Polri, 33 rumah sakit tambahan di Jawa Timur, 45 rumah sakit tambahan di Jawa Tengah, dan 20 rumah sakit milik Muhammadiyah.