Angka kematian terkait dengan Covid-19 di Tanah Air diduga jauh lebih besar daripada laporan resmi pemerintah. Tidak terbukanya data membuat dampak sesungguhnya dari penyakit itu sulit diketahui.
Oleh
Ahmad Arif/Sonya Hellen Sinombor/Deonisia Arlinta/Denty Piawai Nastitie
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah korban jiwa terkait Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona baru di Indonesia diduga jauh lebih besar daripada angka resmi pemerintah. Keterlambatan pemeriksaan dan penanganan menyebabkan banyak orang dalam pemantauan serta pasien dalam pengawasan Covid-19 meninggal sebelum spesimen mereka diperiksa, tetapi hal itu tidak dilaporkan.
Juru bicara pemerintah untuk Covid-19, Achmad Yurianto, di Jakarta, Rabu (22/4/2020), menyebutkan, jumlah orang dalam pemantauan (ODP) mencapai 193.571 orang dan ada 17.754 pasien dalam pengawasan (PDP). Sebanyak 7.418 orang dipastikan positif Covid-19, sebanyak 635 pasien di antaranya meninggal dan 913 orang sembuh. Korban meninggal ini bertambah 19 orang dibandingkan dengan sehari sebelumnya.
Namun, dalam menyampaikan perkembangan kasus Covid-19 yang dirilis setiap hari, Yurianto tak mengumumkan jumlah ODP dan PDP Covid-19 yang meninggal. Padahal, sejumlah daerah mencatat ODP dan PDP yang meninggal jauh lebih tinggi daripada yang positif dan meninggal.
Orang yang meninggal sebelum diperiksa dan dikuburkan dengan prosedur Covid-19 dua bulan terakhir 921 orang.
Berdasarkan laman resmi Pemerintah Provinsi Banten, misalnya, dari 1.287 PDP Covid-19, ada 129 orang meninggal. Adapun dari 286 kasus positif Covid-19, 43 pasien meninggal.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak melaporkan jumlah PDP Covid-19 yang meninggal. Namun, disebutkan, sejak awal Maret hingga 20 April, mereka mengubur 1.229 jenazah dengan prosedur Covid-19. Dari 3.399 kasus positif di Jakarta, 308 orang meninggal. Hal itu berarti orang yang meninggal sebelum diperiksa dan dikuburkan dengan prosedur Covid-19 dua bulan terakhir 921 orang.
Di Jawa Timur, dari 6.330 ODP, 42 orang meninggal. Dari 1.303 PDP, ada 185 orang meninggal. Jumlah kasus positif Covid-19 ada 637 orang dan 60 pasien di antaranya meninggal. Di Yogyakarta, dari 222 PDP, ada 9 orang meninggal; dan dari 75 pasien positif, ada 7 orang meninggal. Jawa Barat dan Jawa Tengah tak mencantumkan jumlah ODP dan PDP yang meninggal dalam laman mereka.
Menurut pendataan Laporcovid19.org, 45 ODP dan PDP di Jabar meninggal. Data ini didapat dari sejumlah kabupaten dan kota di Jabar serta laporan warga. Di Sulawesi Selatan, 53 PDP dan ODP meninggal dan di Batam 25 korban jiwa.
Dari data di Jawa, kecuali Jawa Tengah, jika ditotal, ada 1.331 ODP dan PDP Covid-19 meninggal. Angka ini sejalan dengan informasi dari sumber di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), yang menyebut jumlah ODP dan PDP yang meninggal di Indonesia lebih dari 1.600 orang.
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Daeng M Faqih, Senin (20/4/2020), mengatakan, angka kematian terkait Covid-19 lebih besar daripada laporan resmi pemerintah. Kasus kematian lebih banyak terjadi pada kasus PDP yang hasil tes spesimennya belum keluar.
”Saat kami berkoordinasi dengan BNPB, disebutkan berdasarkan laporan real time rumah sakit, ada 1.300 kematian, termasuk pasien positif dan PDP yang belum ada hasil tes,” katanya.
Prosedur pendataan
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, data kematian ODP dan PDP penting dibuka. Prosedur pendataan dilakukan Kementerian Kesehatan. ”Pusdalops (Pusat Pengendalian Operasi) BNPB mendata berdasarkan laporan BPBD,” ujarnya.
Kepala Pusdalops BNPB Bambang Surya Putra menambahkan, pihaknya masih merekap data itu. ”Ada yang melaporkan dan tidak,” ujarnya.
Menurut Irma Hidayana, salah satu pendiri Laporcovid19.org, data PDP dan ODP yang meninggal seharusnya dibuka dan dikompilasi secara nasional. Apalagi, Presiden Joko Widodo sudah menyampaikan data Covid-19 harus lebih terbuka dan tak lagi ditutupi.
Tak diumumkannya data kematian ODP dan PDP menunjukkan bahwa pemerintah masih menutupi dampak Covid-19. ”Data ODP dan PDP meninggal menunjukkan keterbatasan pemeriksaan dan dampak Covid-19 lebih besar,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Laporcovid19.org, sekitar 83,1 persen orang yang dikubur dengan prosedur Covid-19 di Indonesia belum diperiksa spesimennya. Sebanyak 88,2 persen di antara korban yang belum diperiksa ini adalah PDP dan 11,8 persennya ODP.
Tri Maharini, dokter emergensi dari Persatuan Dokter Emergensi Indonesia, memaparkan, dari pantauannya, 80 persen PDP yang diperiksa ternyata positif. ”Kalau PDP meninggal sebelum dites, besar kemungkinan dia positif Covid-19. Meski punya penyakit penyerta, jika tak terinfeksi korona, kemungkinan bertahan. Seharusnya itu dihitung korban Covid-19,” ujarnya.
Permintaan membuka data ODP dan PDP ini juga disampaikan IDI. Pengurus IDI, Halik Malik, mengatakan, data ODP dan PDP meninggal harus dibuka karena penting untuk menunjukkan kondisi riil.
Beben Benyamin, ahli biostatistik Indonesia yang juga pengajar di School of Health Sciences University of South Australia, mengatakan, sesuai dengan panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), korban Covid-19 memang yang dikonfirmasi positif sesuai tes PCR (reaksi rantai polimerase). Masalahnya, tes PCR di Indonesia amat kecil dan termasuk terendah di dunia. ”Kalau data PDP dan ODP meninggal tak diumumkan, itu menutupi skala wabah sesungguhnya,” ungkapnya.
Selain transparansi data korban, pemerintah diharapkan juga membuka informasi pasien yang meninggal, meliputi umur, jenis kelamin, termasuk gejala hingga penyakit penyerta untuk analisis klinis dan studi ilmiah. ”Nama bisa di-coding agar tak memicu stigmatisasi,” ujarnya.
Hampir semua negara membuat laporan ilmiah kondisi klinis Covid-19, kecuali Indonesia. Tak terbukanya data menyulitkan para epidemiolog menganalisis kasus di Indonesia.