Ratusan Desa di NTT Mengatasi Dampak Covid-19 dengan Dana Desa
Ratusan desa di Nusa Tenggara Timur memanfaatkan dana desa untuk mengatasi dampak penyebaran Covid-19 melalui proyek padat karya, di samping bantuan langsung tunai dan bahan pokok dari pemerintah.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Ratusan desa di Nusa Tenggara Timur memanfaatkan dana desa untuk mengatasi dampak penyebaran Covid-19 melalui proyek padat karya, di samping bantuan langsung tunai dan bahan pokok. Proyek padat karya ini termasuk membangun lumbung pangan desa.
Khusus bantuan tunai dan bahan pokok, desa-desa masih mencocokkan data dengan program keluarga harapan dan bantuan sosial tunai dari Kementerian Sosial sehingga alokasi dana desa tidak tumpang tindih.
Bupati Alor, Nusa Tenggara Timur, Amon Djobo dihubungi di Kalabahi, Rabu (6/5/2020), mengatakan, proyek padat karya di Alor melibatkan 178 desa. Proyek ini lebih diarahkan pada perbaikan infrastruktur desa, seperti pembangunan jalan menuju sentra produksi pertanian, perkebunan, dan akses jalan dari desa menuju pantai bagi nelayan. Proyek padat karya diikuti hampir semua kepala keluarga dengan besaran Rp 50.000-Rp 100.000 per hari per orang.
Ia mengaku, Alor sudah kelimpahan pangan lokal, baik tanaman pertanian maupun hasil tangkapan laut, meski di beberapa daerah di NTT gagal panen. Karena itu, tidak perlu membangun lumbung pangan desa di Alor.
Padahal, tim verifikasi melihat keluarga itu perlu dibantu karena mereka adalah janda dan lansia, tetapi mereka tolak. Ya dihormati sikap mereka. Bahan pokok yang ada dialihkan ke keluarga lain yang membutuhkan.
Buktinya, beberapa janda dan warga lanjut usia menolak bahan pokok yang dibagikan ketua RT dan kepala desa setempat. Mereka beralasan, masih bisa bekerja untuk mendapatkan pangan lokal, seperti ubi, pisang, jagung, dan kacang-kacangan.
”Padahal, tim verifikasi melihat keluarga itu perlu dibantu karena mereka adalah janda dan lansia, tetapi mereka tolak. Ya dihormati sikap mereka. Bahan pokok yang ada dialihkan ke keluarga lain yang membutuhkan,” kata Djobo.
Meski demikian, dana desa juga diprioritaskan untuk pengadaan bahan pokok oleh BUMDes. Bahan pokok ini dijual dengan harga yang relatif lebih murah dan mudah dijangkau warga desa. Ini juga untuk mengantisipasi membeludaknya masyarakat dari desa ke pasar-pasar tradisional di Alor karena pasar itu sering menjadi sumber penyebaran Covid-19.
Penerima bantuan tunai dana desa tersebar di 76 desa, sementara 102 desa menerima uang tunai dari Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sosial Kementerian Sosial (BSK). Setiap keluarga mendapat Rp 600.000 selama tiga bulan ke depan.
Jumlah 76 desa yang memanfaatkan dana desa untuk bantuan langsung tunai ini sudah melalui proses musyawarah desa, khusus membahas perubahan APBDes 2020 dan penetapan keluarga penerima uang dana desa. Ini sesuai surat edaran Permendagri Nomor 6 Tahun 2020 dan Perubahan atas Permendes Nomor 11 Tahun 2019 tentang prioritas penggunaan dana desa Tahun 2020.
Mengatur penggunaan dana
Inti dari perubahan dimaksud, kata Djobo, adalah mengatur penggunaan dana desa, antara lain untuk pencegahan dan penanganan Covid-19, padat karya tunai desa, dan bantuan langsung tunai desa. Dengan ini, apa yang dilakukan di desa terkait penggunaan dana desa tidak bertentangan dengan peraturan. ”Sudah banyak kepala desa masuk penjara karena itu semua kepala desa tetap waspada dan hati-hati menggunakan dana desa,” ujarnya.
Ia mengatakan, jumlah keluarga penerima bantuan tunai dana desa sebanyak 50.450 keluarga, nilai bantuan dana desa Rp 600.000 per keluarga. Bantuan uang tunai di Alor ini belum ada laporan penolakan dari masyarakat, kecuali bahan pokok.
Kepala Desa Nayubaya, Flores Timur, NTT, Yohanes Lameng mengatakan, proyek padat karya melibatkan 134 keluarga di desa itu. Kegiatan itu berupa pembuatan talud sepanjang 5 kilometer jalan untuk mengatasi bencana longsor, talud lapangan sepak bola sepanjang 2 km, membangun kamar mandi, tempat cuci, dan kakus atau jamban umum (MCK) desa.
Jasa tukang dihargai R 75.000 per hari dan tenaga pembantu Rp 50.000 per hari. Kegiatan padat karya dimulai 1 Mei sampai 30 Juli. Proyek ini termasuk mengolah kebun (ladang) desa dalam rangka mengadakan lumbung desa Nayubaya.
Hasil dari ladang desa ini akan disimpan di dalam lumbung sebagai stok pangan terakhir. Jenis tanaman yang dibudidaya antara lain pisang, umbi-umbian, kacang-kacangan, dan jagung.
Jika ada warga yang benar-benar butuh bantuan pangan, lumbung desa itu dimanfaatkan. Mereka yang mendapatkan bantuan diberi kesempatan menyetor kembali jika sudah bisa memanen pangan serupa dari ladang sendiri.
Sementara bantuan uang tunai di desa itu diberikan kepada 55 keluarga karena 79 keluarga sudah mendapat dana bantuan tunai dari program Kemensos berupa PKH, dan BSK. Jumlah uang tunai per keluarga juga Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan.
Bantuan bahan pokok diprioritaskan bagi kepala keluarga yang benar-benar sangat memprihatikan, jumlahnya 20 keluarga diambil dari dana desa. Penentuan keluarga miskin ini oleh badan permusyawaratan desa, diprioritaskan bagi janda, lanjut usia, dan orang sakit.
Selain itu, Desa Nayubaya juga menggelar ritual tolak bala dengan melibatkan beberapa tokoh masyarakat. Upacara tolak bala ini biasa digelar di desa itu saat menghadapi wabah penyakit, serangan hama tanaman, dan bencana alam.
Camat Talibura Kabupaten Sikka, Laurensius Lilo, mengatakan, 88 dari 147 desa di Sikka dalam proses pencairan bantuan langsung tunai, pembagian bahan pokok, dan menjalankan proyek padat karya dana desa. Sebanyak 59 desa masih melakukan verifikasi data di Dinas Sosial Sikka agar penerima bantuan tunai dana desa tidak tumpang tindih dengan penerima bantuan tunai PKH dan BSK.
Warga yang belum mendapat bantuan tunai keluarga harapan dan bantuan sosial tunai dari Kemensos akan mendapatkan dari dana desa. Ini masih dalam proses verifikasi data.
Namun, proyek padat karya sudah berjalan di sebagian besar desa. Proyek ini dilakukan sesuai kebutuhan desa, kebanyakan untuk pembangunan infrastruktur desa, dan pengadaan pangan oleh BUMBDes masing-masing.