Alat pendeteksi Covid-19 bernama GeNose C-19 yang diciptakan peneliti UGM ditargetkan bisa diproduksi sebanyak 5.000 unit pada Februari 2021. Alat dengan biaya operasional murah ini diharapkan membantu pemeriksaan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Alat pendeteksi Covid-19 melalui embusan napas yang dikembangkan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mulai diproduksi secara massal. Alat yang bernama GeNose C19 ini ditargetkan bisa diproduksi sebanyak 5.000 unit pada Februari 2021. Diharapkan, kehadiran teknologi ini juga dapat mendukung peningkatan upaya pemeriksaan kasus Covid-19 di Indonesia.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta, Kamis (7/1/2021), mengatakan, GeNose C19 sudah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan pada 24 Desember 2020. Dalam uji validasi, alat ini juga diklaim memiliki tingkat sensitivitas sebesar 92 persen dan tingkat spesifisitas sekitar 95 persen.
”GeNose C19 merupakan alat screening untuk Covid-19 yang dinilai mudah dan murah. Harga unit yang paling besar sekitar Rp 62 juta dan bisa dipakai sampai 100.000 kali. Jika dihitung dengan kebutuhan lainnya, seperti plastik untuk penampung embusan napas dan HEPA filter (penyaring udara berefisiensi tinggi), setiap pemeriksaan diperkirakan hanya butuh biaya Rp 15.000 sampai Rp 25.000,” katanya.
Sistem kerja deteksi dari GeNose C19 adalah dengan menggunakan embusan napas dari orang yang diperiksa. Embusan napas akan ditampung dalam plastik khusus dan kemudian akan diproses melalui alat yang didukung dengan sistem kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Menurut Bambang, permintaan pasar pada alat ini sudah cukup tinggi. Melalui Konsorsium Riset dan Inovasi untuk Penanganan Covid-19 bersama lima perusahaan, GeNose C19 diharapkan bisa diproduksi secara massal mencapai 5.000 unit pada Februari 2021. Alat ini juga ditargetkan bisa diproduksi kembali sampai 10.000 unit pada Maret 2021 dan disiapkan untuk diproduksi sampai 40.000 unit.
”Yang penting, pihak yang berwenang seperti Kementerian Kesehatan dan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) memasukkan alat ini sebagai alat untuk melakukan screening atau rapid test yang resmi dan diakui. Itu tentu akan mendorong pemakaian alat ini lebih banyak lagi,” tuturnya.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy berpendapat, pengadaan GeNose C19 secara massal dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan pemeriksaan Covid-19 di Indonesia. Pelacakan dan pemeriksaan kasus perlu diperbanyak agar sebaran Covid-19 bisa dipetakan secara detail sehingga dapat menunjukkan kondisi yang sebenarnya.
”Salah satu kendala kita melakukan testing dan tracing adalah karena masih langka dan mahalnya serta belum praktisnya alat yang digunakan. Alat seperti GeNose C19 yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya partikel virus penyebab Covid-19 ini menjadi solusi yang bisa dimanfaatkan,” katanya.
Meski begitu, Muhadjir mengatakan, perbaikan serta peningkatan kapasitas alat ini harus tetap dilakukan. Dengan begitu, alat ini bisa semakin optimal digunakan dengan pemanfaatan yang lebih baik. Diharapkan pula, alat ini bisa dikembangkan untuk bisa ditawarkan ke tingkat global.
Mutasi virus
Terkait dengan adanya mutasi virus korona B.1.1.7 yang dilaporkan pertama kali di Inggris, Bambang mengatakan, upaya deteksi mutasi virus tersebut di Indonesia akan terus ditingkatkan. Kementerian Riset dan Teknologi bersama Kementerian Kesehatan telah sepakat untuk membentuk tim Genomic Surveillance dalam upaya mendeteksi adanya mutasi virus korona.
”Proses whole genome sequencing (WGS) di Indonesia masih terbatas. Dengan 260 juta penduduk Indonesia, kita baru bisa memasukkan sebanyak 115 data dari whole genome sequencing terkait virus penyebab Covid-19 ke GISAID. Dibandingkan dengan Singapura dengan lima juta penduduk sudah memasukkan 1.000 data,” ujarnya.
Bambang menambahkan, melalui pembentukan tim Genomic Surveillance, pendataan WGS di Indonesia bisa lebih dari 1.000 data. Selain itu, tim ini juga diharapkan bisa melakukan analisis spesifik untuk genomik yang ditemukan di Indonesia sehingga mutasi virus bisa dideteksi dengan lebih cepat.