Indonesia Rangkul Thailand dan Malaysia untuk Dongkrak Harga Karet
›
Indonesia Rangkul Thailand dan...
Iklan
Indonesia Rangkul Thailand dan Malaysia untuk Dongkrak Harga Karet
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia bersama Malaysia dan Thailand akan membahas strategi menyikapi turunnya harga karet dunia. Pembatasan ekspor dan penguatan pasar dalam negeri menjadi pilihan utama.
Ketiga negara itu duduk bersama dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC). Menurut data Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC), ITRC menyuplai 70 persen suplai karet dunia.
Pertemuan ITRC itu akan berlangsung pada 21-22 Februari 2019 di Bangkok, Thailand. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pertemuan bersifat rutin tahunan. Kemungkinan Menteri Koordinator Perekonomian yang akan datang mewakili Indonesia.
Terkait pertemuan ini, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Moenardji Soedargo mengharapkan, pemerintahan ketiga negara dapat menyamakan persepsi yang lebih akurat terkait kondisi fundamental karet di pasar internasional serta mampu menyosialisasikannya.
”Pada awal tahun lalu, harga karet dunia berkisar 1.500-1.600 dollar Amerika Serikat (AS) per ton. Saat ini harganya sekitar 1.300 dollar AS per ton,” katanya saat dihubungi, Minggu (17/2/2019).
Kondisi fundamental karet di pasar internasional yang dimaksud Moenardji terdiri atas data kebutuhan, suplai, dan stok global. Jika kondisi fundamental ini tersosialisasi dengan baik, dia berpendapat, harga dunia dapat lebih mencerminkan neraca karet yang sesungguhnya.
Berdasarkan analisis ITRC pada Desember 2018, penyebab jatuhnya harga karet di dunia ialah adanya persepsi yang kurang tepat terhadap kondisi fundamental karet secara global. Moenardji memperkirakan, ketidaktepatan persepsi itu berasal dari aspek stok karet secara global karena pihak yang mengidentifikasi data tersebut beragam sehingga banyak versi yang bermunculan.
Adapun salah satu langkah yang dapat diambil ketiga negara dalam ITRC untuk menyikapi merosotnya harga karet dunia, menurut Moenardji, ialah pembatasan ekspor. Hal ini merupakan solusi jangka pendek yang perlu kesepakatan ketiga negara.
Untuk langkah jangka menengah dan panjang, Moenardji mengusulkan adanya perluasan sektor permintaan dari pasar dalam negeri. Misalnya, karet sebagai bahan baku untuk aspal, bantalan rel, fondasi bangunan, dan bantalan untuk sandaran kapal di pelabuhan. Perluasan peruntukan bahan baku ini tentunya membutuhkan penelitian dan pengembangan.
Di tataran kebijakan, Moenardji berpendapat, pemerintah perlu segera merealisasikan wacana penghapusan pajak pertambahan nilai untuk komoditas pertanian dan perkebunan yang muncul pada awal tahun 2019. Dia juga menambahkan, kebijakan pengendalian pertumbuhan luas lahan karet di hulu juga harus menjadi perhatian.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengatakan, pembatasan ekspor menjadi salah satu opsi yang akan dibahas dalam pertemuan nanti untuk menyikapi jatuhnya harga karet dunia. Selain itu, strategi penyerapan karet dalam negeri di setiap negara lewat berbagai proyek juga akan dibahas.
”Mungkin kami juga akan membahas kerja sama penggunaan karet sebagai bahan baku,” ucapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), karet dan bahan dari karet termasuk golongan 10 barang utama dalam ekspor Januari 2019. Proporsinya 3,75 persen. Jika dibandingkan dengan Januari 2018, ekspor karet pada Januari 2019 turun 11,05 persen menjadi 473,7 juta dollar AS. Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto mengatakan, penurunan ini disebabkan oleh merosotnya volume permintaan dan harga karet dunia.
Salah satu negara tujuan ekspor karet dan bahan dari karet Indonesia ialah AS. BPS mencatat, nilai ekspor karet ke AS pada Januari 2019 turun 8,93 persen dibandingkan tahun sebelumnya.