JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) menurunkan harga avtur menyusul penurunan harga energi lain, seperti pertamax, dan tarif listrik pelanggan rumah tangga golongan 900 volt ampere nonsubsidi. Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan pelemahan harga minyak mentah dunia disebut menjadi penyebab penurunan harga energi tersebut. Kebijakan evaluasi harga energi secara berkala sebaiknya diterapkan secara konsisten.
Per 16 Februari 2019, harga avtur yang dijual Pertamina di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, misalnya, turun menjadi Rp 7.960 per liter. Sebulan sebelumnya, harga avtur di bandara tersebut Rp 8.410 per liter. Penurunan harga avtur juga terjadi di sejumlah bandara lain, seperti Timika, Jayapura, menjadi Rp 10.970 per liter dari bulan lalu yang mencapai Rp 11.280 per liter.
Menurut Media Communication Manager Pertamina Arya Dwi Paramita, penurunan harga avtur tersebut mempertimbangkan rata-rata harga minyak dunia, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, serta faktor lain. Penentuan harga jual avtur Pertamina juga didasarkan pada kesepakatan dengan maskapai penerbangan selaku pembeli avtur. Harga avtur di Soekarno-Hatta, lanjutnya, lebih rendah daripada harga di Bandara Changi, Singapura, yang per 15 Februari 2019 sebesar Rp 10.769 per liter.
”Penurunan harga avtur diterapkan di bandara-bandara besar (di Indonesia). Harganya akan dievaluasi setiap dua pekan. Selain harga minyak dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, ada faktor lain yang turut memengaruhi harga jual avtur, yaitu biaya distribusi dan mata rantai pasokan,” ujar Arya saat dihubungi, Minggu (17/2/2019), di Jakarta.
Sebelumnya, per 10 Februari lalu, Pertamina juga menurunkan harga pertamax dari Rp 10.200 per liter menjadi Rp 9.850 per liter. Adapun harga pertamina dex turun dari Rp 11.750 per liter menjadi Rp 11.700. Khusus harga pertalite tidak berubah atau tetap Rp 7.650 per liter.
Tarif listrik
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) juga menurunkan tarif listrik bagi pelanggan rumah tangga golongan 900 volt ampere (VA) nonsubsidi mulai 1 Maret 2019. Penurunan harga yang diberikan sebesar Rp 52 per kilowatt jam (kWh), sehingga pelanggan golongan tersebut cukup membayar tarif menjadi Rp 1.300 per kWh. Penurunan tarif itu berlaku untuk 21 juta rumah tangga golongan 900 VA nonsubsidi.
Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan pelemahan harga minyak mentah dunia jadi penyebab penurunan harga energi.
Menurut Executive Vice President Corporate Communication PLN I Made Suprateka, selain berhasil menerapkan efisiensi operasi, penurunan harga minyak mentah dan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS adalah penyebab utama harga tarif listrik 900 VA diturunkan. Efisiensi operasi tersebut berupa penurunan susut jaringan, penghematan konsumsi bahan bakar pembangkit, dan peningkatan kapasitas faktor pada mesin pembangkit listrik.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan, kendati ada penurunan harga energi, faktor harga minyak mentah dunia tetap mesti diwaspadai. Pasalnya, sangat besar kemungkinan harga minyak mentah akan naik dalam beberapa pekan mendatang. Lagi pula, apabila memang ada efisiensi dan pengaruh harga minyak mentah, seharusnya penurunan harga tidak hanya berlaku bagi pelanggan 900 VA nonsubsidi, tetapi juga golongan pelanggan rumah tangga lain.
”Yang diperlukan adalah penyesuaian tarif atau harga jual bahan bakar minyak secara berkala, bukan penurunan untuk golongan tertentu saja. Kecuali memang ada motif politik di balik itu,” kata Fabby.
Terlepas dari motif politik, lanjutnya, ada upaya pemerintah untuk mengendalikan harga dan inflasi. Apalagi, kebijakan pemerintahan sekarang di bidang energi cukup kuat dalam hal pengendalian harga. Namun, katanya, penyesuaian harga jual bahan bakar minyak dan tarif listrik secara berkala adalah kebijakan yang tepat dan sebaiknya diterapkan secara konsisten.