Fasilitas Pembebasan Barang Kena Cukai Dicabut Per 1 Juni 2019
›
Fasilitas Pembebasan Barang...
Iklan
Fasilitas Pembebasan Barang Kena Cukai Dicabut Per 1 Juni 2019
Pemerintah mencabut fasilitas pembebasan barang kena cukai untuk rokok dan minuman beralkohol di seluruh kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas yang berlaku sejak 1 Juni 2019. Selain mengendalikan konsumsi, pencabutan fasilitas ini berpotensi menambah penerimaan negara.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mencabut fasilitas pembebasan barang kena cukai untuk rokok dan minuman beralkohol di seluruh kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas yang berlaku sejak 1 Juni 2019. Selain mengendalikan konsumsi, pencabutan fasilitas ini berpotensi menambah penerimaan negara.
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, pencabutan fasilitas pembebasan barang kena cukai berlaku untuk semua kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB), yaitu Batam, Bintan, Tanjung Pinang, dan Balai Karimun. Rokok dan minuman beralkohol yang beredar akan dikenai pita cukai.
”Rokok dan minuman beralkohol tetap boleh masuk ke KPBPB, tetapi tidak lagi mendapat fasilitas pembebasan cukai. Kebijakan ini bukan sama sekali melarang masuk,” kata Susiwijono di Jakarta, Selasa (21/5/2019) malam.
Susiwijono menuturkan, pencabutan fasilitas pembebasan barang kena cukai berangkat dari rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan evaluasi internal pemerintah. Ada penyalahgunaan fasilitas yang menyebabkan rokok dan minuman beralkohol tanpa pita cukai beredar di luar KPBPB.
Penyalahgunaan fasilitas pembebasan barang kena cukai itu terbukti di Batam. Rokok dan minuman beralkohol ilegal beredar di pesisir timur Sumatera sehingga berpotensi merugikan penerimaan cukai negara.
”Fasilitas pembebasan barang kena cukai hanya berlaku di KPBPB sehingga barang tidak boleh beredar di luar KPBPB,” kata Susiwijono.
Fasilitas pembebasan barang kena cukai secara khusus ada di KPBPB untuk menarik investasi dan mendatangkan devisa. Selain pembebasan cukai, ada beberapa insentif fiskal lain yang diberikan, seperti bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, ada tiga jenis barang kena cukai dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2017, yaitu produk hasil tembakau yang siap konsumsi, minuman mengandung etil alkohol (MMEA), dan etil alkohol.
”Yang dikenai cukai adalah rokok dan minuman beralkohol, sementara etil alkohol tetap bebas cukai karena sebagian besar digunakan untuk bahan baku industri,” kata Nirwala.
Menurut Nirwala, pengenaan cukai hanya untuk produk turunan yang memang konsumsinya harus dikendalikan. Sementara etil alkohol mayoritas digunakan untuk bahan baku industri, seperti parfum, kecantikan, dan farmasi. Pemerintah tetap menjamin ketersediaan bahan baku untuk keperluan industri di KPBPB.
Penerimaan negara
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan, pencabutan fasilitas pembebasan barang kena cukai di KPBPB berpotensi meningkatkan penerimaan negara kendati tujuan utamanya pengendalian konsumsi. Terlebih, dasar penetapan kuota barang bebas cukai rawan dan rumit.
”Penetapan kuota barang bebas cukai diserahkan kepada otoritas KPBPB masing-masing kendati ada beberapa syarat dalam peraturan menteri keuangan,” kata Enny.
Dari hasil analisis Indef, lanjut Enny, pencabutan fasilitas pembebasan barang kena cukai akan menambah penerimaan negara sekitar Rp 1,1 triliun per tahun. Hitungan itu diperoleh berdasarkan kuota rokok noncukai pada 2018 dan asumsi sigaret kretek tangan (SKM) golongan II B di empat KPBPB.
Sementara penerimaan cukai dari minuman beralkohol sekitar Rp 173 miliar per tahun.
Menurut Enny, selama ini fasilitas pembebasan barang kena cukai juga tidak berdampak signifikan terhadap biaya yang ditanggung pekerja dan tidak berkorelasi signifikan dalam kegiatan pariwisata. Pemberian kuota bebas cukai justru menimbulkan indikasi penyelewengan dan tidak tepat sasaran.