Sepercik Api Picu Pembunuhan
Dalam kasus pembunuhan, pembunuh dan korban umumnya saling kenal. Bara emosi dan harga diri kerap kali berujung kematian.
Dalam kasus pembunuhan, pembunuh dan korban umumnya saling kenal. Bara emosi dan harga diri kerap kali berujung kematian.
Hanya beberapa hari antara 30 Juni-2 Juli 2019 terjadi rangkaian kasus pembunuhan di Jakarta dan Tangerang. Semua pelaku pembunuhan adalah orang yang dikenal oleh korban. Ada pelaku yang merupakan teman korban dan saudara ipar.
Anggota reserse Polres Metro Jakarta Utara membekuk JP (27) di Jalan Ahmad Jazuli, Kotabaru, Yogyakarta, Selasa (2/7/2019). JP adalah tersangka penusuk yang menewaskan Hilarius Ladja (30) di Pantai Ancol, Minggu (30/6). Kepala Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto mengutarakan, tersangka dan korban saling kenal karena mereka bekerja sebagai penagih utang.
Tersangka, korban, dan teman-temannya meriung di Pantai Ancol untuk merayakan ulang tahun anak temannya sambil meneguk minuman keras. Korban kemudian terlibat keributan dengan temannya dan menantang berkelahi.
Teman tersangka berinisial AAH (30) merasa tersinggung dengan tingkah Hilarius. Ia berkata kepada tersangka JP, “Ada bawa pena gak? Kalau ada coret!” Kalimat tersebut berarti kalau bawa pisau, tusuk.
JP menjawab “Ada”.
Secepat kilat JP mengambil pisau dari pinggangnya dan menikam Hilarius sembilan kali.
Di Desa Pasir Gintung, Jayanti, Kabupaten Tangerang, Yahya (56) tewas dibacok oleh iparnya berinisial S (63), Selasa (2/7). Pembunuhan disebabkan persoalan sepele. S sakit hati atas ucapan Yahya yang dianggap ikut campur masalah rumah tangga.
Mayoritas saling kenal
Pembunuh yang mengenal korbannya bukan suatu kebetulan. Marvin Eugene Wolfgang (1924-1998), guru besar kriminologi di Universitas Pennsylvania Amerika Serikat, mengemukakan, korban berperan penting dalam pembunuhan.
Menurut Wolfgang, pembunuhan dapat terjadi ketika korban lebih dulu memancing emosi atau mengancam. Wolfgang adalah orang yang menciptakan teori victim-precipitated homicides, atau pembunuhan yang dipicu oleh korban.
Buku “Memahami Pembunuhan” karya Eko Hariyanto (Penerbit Buku Kompas, 2014), menyebutkan, pelaku pembunuhan di sejumlah kota di Indonesia kebanyakan dikenal oleh korbannya. Kesimpulan tersebut berdasarkan penelitian Eko dan kolega dari Departemen Kriminologi FISIP UI tahun 2000, 2011, dan 2012.
Penelitian dilakukan dengan wawancara 42 narapidana kasus pembunuhan (penelitian tahun 2000). Penelitian tahun 2011 melibatkan 48 narapidana kasus pembunuhan, dan penelitian tahun 2012 melibatkan 168 narapidana kasus pembunuhan.
Penelitian Eko tahun 2000 menunjukkan, 76,2 persen kasus pembunuhan melibatkan kenalan. Sisanya melibatkan keluarga dan orang asing, masing-masing 11,9 persen.
Penelitian Eko dan Yogo Tri Hendiarto tahun 2011 menunjukkan bahwa 75 persen pelaku dan korban saling mengenal. Sementara 25 persen pembunuhan terjadi antara orang yang tidak saling kenal. Adapun tipe hubungan antara pelaku dan korban adalah keluarga sebanyak 25 persen. Tipe hubungan yang paling umum yakni kenalan/pacar/sahabat/tetangga sebanyak 50 persen. Hanya 25 persen pembunuhan dilakukan oleh orang tidak saling kenal.
Penelitian Eko dan Yogo tahun 2012 menegaskan hasil penelitian sebelumnya. Mayoritas pembunuhan yaitu 66,9 persen dilakukan pelaku yang mengenal korban. Sebagian kecil, yakni 33,1 persen, pembunuhan dilakukan oleh pelaku yang tidak mengenal korban. Berdasarkan tipe hubungan pelaku dan korban adalah keluarga (12,2 persen), kenalan/pacar/sahabat/tetangga (54,7 persen), dan tidak kenal (33,1 persen).
Yogo saat dihubungi Kompas, Selasa (9/7), mengatakan, pembunuhan dilakukan orang yang dikenal korban karena mereka sudah saling berinteraksi sebelumnya. Hubungan antara pelaku dan korban lebih dekat dibandingkan orang yang tidak dikenal.
Kriminolog Universitas Indonesia itu menuturkan, berdasarkan wawancaranya dengan narapidana pembunuhan, mereka memiliki hubungan sangat dekat dengan korbannya misalnya pacar, orangtua dan anak, atau teman.
“(Pembunuhan) biasanya dipicu masalah non material, alasan yang lebih pribadi atau lebih privat. Misalnya direndahkan dengan kalimat tidak baik,” lanjutnya.
Yoga memberi contoh lain di mana pelaku dan korban saling kenal yaitu banyaknya kasus perempuan hamil dibunuh karena minta pertanggungjawaban.
Dalam hubungan sesama jenis, pembunuhan biasanya terjadi karena pelaku tidak dibayar tapi korban ingin melakukan hubungan.
“Ada kasus majikan suka meludahi sopirnya kalau sopir membuat kesalahan. Suatu hari sopir melakukan tindakan rasional dengan membunuh majikannya. Hartanya tidak diambil, tapi pelaku menyalurkan kebencian karena harga dirinya direndahkan,” kata Yogo.
Ketua Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia Iqrak Sulhin menuturkan, berdasarkan penelitian, jarang sekali pembunuhan dilakukan oleh orang yang tidak dikenal korban. Hal itu karena adanya problem interpersonal di dalam interaksi antara pelaku dan korban (dispute interpersonal/ perselisihan antar individu).
Menurut Iqrak, dispute interpersonal bisa disebabkan utang piutang, relasi kerja yang tidak harmonis, perisakan (bullying), atau asmara. Masalah-masalah itu hanya terjadi apabila antara pelaku dan korban saling berinteraksi.
“Polisi dalam mengembangkan kasus pembunuhan pasti dimulai dari orang-orang lingkar terdalam dari korban. Penelitian memperlihatkan seperti itu. Jadi karena penyebabnya akan berkaitan dengan masalah hubungan interpersonal, maka pelaku adalah orang yang sudah dikenal,” ucapnya.
Pembunuhan di Jakarta dan Tangerang pekan lalu hanya sedikit contoh pembunuhan yang pelakunya kenal dengan korban. Masih segar dalam ingatan, pembunuhan oleh pelaku yang kenal korban dengan motif sakit hati adalah kasus pembunuhan sekeluarga di Bekasi tahun 2018.
Baca juga : Orang Dekat Terlibat