Polri akan membentuk tim teknis lapangan untuk mengungkap kasus penganiayaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan. Ini merupakan tindak lanjut dari laporan investigasi tim gabungan pencari fakta, yang belum mengungkap pelaku penyerangan.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia akan membentuk tim teknis lapangan untuk mengungkap kasus penganiayaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan. Ini merupakan tindak lanjut dari laporan investigasi tim gabungan pencari fakta, yang belum mengungkap pelaku penyerangan.
Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) merekomendasikan Polri membentuk tim teknis lapangan dengan kemampuan spesifik untuk mengetahui tiga orang tak dikenal (OTK) yang mendatangi rumah Novel sebelum penyerangan 11 April 2017. Kesimpulan itu dibacakan anggota tim pakar TPF, Nur Kholis, di Kantor Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta, Rabu (17/7/2019).
Kejadian ini berawal pada 5 April 2017, ada satu OTK mendatangi rumah Novel. Kemudian, sehari sebelum penyiraman air keras, dua OTK mendatangi Masjid Al-Ihsan atau tempat kejadian. ”Keberadaan ketiga OTK ini diduga berhubungan dengan penyiraman pada 11 April 2017,” katanya.
TGPF, kata Nur, kesulitan mengidentifikasi ketiga OTK yang terekam kamera pemantau (CCTV). Ini disebabkan CCTV tidak menangkap gambar secara terang. Ditambah lagi, penyerang Novel menggunakan pelindung kepala penuh sehingga matanya saja yang terlihat.
Dalam konferensi pers itu, hadir anggota TGPF lain, di antaranya Hendardi, Ifdhal Kasim, Indrianto Seno Adji, Amzulian Rifai, dan Poengky Indarti. Hadir juga Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal.
Iqbal menjelaskan, tim teknis akan dipimpin oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Idham Azis. Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, kata Iqbal, membebaskan Idham Azis memilih personel terbaik.
Tim yang direkomendasikan TGPF, lanjutnya, hanya dimiliki Polri. Sebab, otoritas lain terbatas pada metodologi terbuka, seperti wawancara. Sementara tim teknis lapangan ini akan diperkuat oleh tim interogator, surveillance, hingga Detasemen Khusus 88 Polri.
”High profile”
Dalam temuannya, TGPF meyakini bahwa motif penyerangan terhadap Novel tidak dimaksudkan untuk membunuh yang bersangkutan, tetapi untuk membuat Novel menderita. Kesimpulan ini didapat setelah TGPF memeriksa zat kimia yang digunakan.
Berdasarkan analisis dan wawancara dengan Pusat Laboratorium Forensik Polri, serta pendalaman hasil visum et repertum di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kepala Gading, Jakarta, didapat fakta bahwa zat kimia yang digunakan adalah Asam Sulfat, yang berkadar larut tidak pekat.
TGPF meyakini bahwa penganiayaan terhadap Novel kemungkinan serangan terhadap novel bermotif sakit hati. Sebab, Novel diduga telah menggunakan kewenangan secara berlebihan.
TGPF dan Iqbal tidak menjelaskan lebih lanjut soal kewenangan secara berlebihan yang dituduhkan terhadap Novel. ”Itu teknis, ya,” kata Iqbal, sembari mengulang keterangan bahwa penyerangan Novel diduga karena motif sakit hati.
Motif sakit hati itu diduga berkaitan dengan kasus high profile yang ditangani Novel. Nur menjabarkan, sedikitnya ada enam kasus yang dipelajari TGPF, yakni korupsi KTP elektronik, korupsi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, korupsi bekas Bupati Buol Amran Batalipu, korupsi wisma atlet SEA Games, Palembang, dan penanganan kasus pencurian sarang burung walet tahun 2004 sewaktu Novel masih bertugas di Bengkulu.
Nur menjelaskan, TGPF tidak hanya membahas enam kasus itu. Kasus simulator SIM yang menyeret mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo juga menjadi bahan diskursus di TGPF. Hanya saja, karena keterbatasan waktu, baru enam kasus itu yang sempat didalami.