Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah, akan segera mengimplementasikan kurikulum mitigasi bencana di sekolah dasar dan sekolah menengah. Buku kurikulum tengah dicetak dan akan diluncurkan pada 27 Juli mendatang.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah, akan segera mengimplementasikan kurikulum mitigasi bencana di sekolah dasar dan sekolah menengah. Langkah itu diharapkan memperkuat fondasi pengetahuan dan bekal masa depan bagi anak-anak mengingat rentannya daerah tersebut terhadap gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi.
Buku kurikulum itu saat ini tengah dicetak. Buku berisi tentang pengetahuan dan langkah-langkah evakuasi saat gempa, tsunami, dan likuefaksi terjadi. Nantinya buku itu dimiliki setiap guru. Buku seharga Rp 50.000 per eksemplar itu bisa dibeli menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Pemerintah Kota Palu melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan direncanakan meluncurkan buku kurikulum mitigasi bencana itu pada 27 Juli 2019.
”Guru-guru menyebarkan pengetahuan kebencanaan di sekolah dengan mengintegrasikan tema yang mereka ajarkan, misalnya, sebelum memulai pembahasan tema pelajaran, mitigasi bencana diajarkan terlebih dahulu,” kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palu Ansyar Sutiadi di sela-sela acara penyerahan bantuan sekolah transisi PT United Tractors (Tbk) di Palu, Sulteng, Jumat (19/7/2019).
PT United Tractors menyerahkan 10 sekolah yang telah mereka bangun kepada Pemerintah Kota Palu dan Kabupaten Donggala. Salah satu sekolah yang dibangun adalah Sekolah Dasar Negeri Balaroa, Kecamatan Palu Barat.
Penuhi janji
Dengan implementasi kurikulum mitigasi bencana, Pemerintah Kota Palu menempati janji. Pada akhir Desember 2018 dalam diskusi publik tentang kebencanaan, Ansyar menyampaikan bahwa pihaknya menyiapkan kurikulum mitigasi bencana merujuk pada minimnya pengetahuan mitigasi warga saat bencana terjadi pada 28 September 2018.
Minimnya pengetahuan mitigasi bencana sangat terasa saat gempa dan tsunami terjadi. Begitu gempa M 7,4 terjadi, warga belum beranjak dari pantai.
Saat tsunami menerjang, warga berlari dengan kendaraan, bahkan banyak di antaranya berlari searah dengan garis pantai. Padahal, evakuasi yang benar adalah berlari atau meninggalkan pantai secara vertikal (garis lurus) dan tanpa kendaraan.
Ansyar menyatakan, pihaknya telah melatih 30 guru di gelombang pertama guna mengimplementasikan kurikulum mitigasi bencana tersebut. Pelatihan masih terus dilakukan untuk guru-guru lain.
Ia berharap kurikulum mitigasi bencana tersebut membantu membangun kesadaran anak-anak. Dengan kesadaran akan mitigasi itu, kerusakan atau korban jiwa saat gempa terjadi suatu saat di masa depan, mereka memiliki pengetahuan praktis untuk langkah-langkah pengurangan risiko.
Sebelum gempa, tsunami, dan likuefaksi pada 28 September 2018 lalu, penyebaran pengetahuan mitigasi bencana di sekolah dilakukan secara sporadis. Sekolah secara sukarela menggelar kegiatan simulasi bekerja sama dengan berbagai lembaga pemerintah atau lembaga sosial. ”Bencana lalu menjadi momentum untuk penguatan mitigasi,” ujar Ansyar.
Kepala Sekolah Dasar Negeri Balaroa, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Masida menyatakan, dirinya telah mengikuti pelatihan mitigasi bencana. ”Kami pastikan akan mempraktikkan kurikulum mitigasi bencana tersebut. Setiap guru akan dibelikan masing-masing satu buku,” katanya. Terkait pembelian buku, Masida tak keberatan karena ada anggaran pengadaan buku di pagu BOS.