alai Besar Pengawas Obat dan Makanan Semarang, Senin (22/7/2019) menggerebek tempat produksi jamu palsu, di Batursari, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Produk itu dikategorikan berbahaya karena meski pada kemasan bertuliskan jamu, kapsul justru diisi oplosan obat-obatan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
DEMAK, KOMPAS - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Semarang, Senin (22/7/2019) menggerebek tempat produksi jamu palsu, di Batursari, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Produk itu dikategorikan berbahaya karena meski pada kemasan bertuliskan jamu, kapsul justru diisi oplosan obat-obatan.
Penggerebekan dilakukan BBPOM Semarang didampingi sejumlah personel Ditreskrimsus Polda Jateng. Petugas menyita sejumlah obat-obatan yang sudah digiling maupun belum. Disita pula mesin penggiling dan pencampur obat, serta dua mesin pengemasan.
"Dari temuan kami, ada 17 jenis produk. Obat-obatan, sebanyak 3-4 jenis digiling dan dicampur, lalu dimasukkan ke dalam kapsul. Ada jutaan kapsul kosong yang kami temukan di tempat produksi tersebut," kata Kepala Balai Besar POM Semarang, Safriansyah.
Pemilik rumah yang dijadikan tempat produksi tersebut yakni AF (49), warga Mranggen, yang sehari-hari dibantu empat pekerja. Pihak BBPOM masih meminta keterangan dari yang bersangkutan.
Berdasarkan hasil identifikasi sementara, kata Safriansyah, obat-obatan yang digunakan yakni sildenafil, asam mefenamat, paracetamol, piroxicam, dan, dexamethasone. Ditemukan pula jamu galian, tetapi dalam jumlah kecil, hanya untuk membuat seakan-akan benar produk jamu.
Pada kemasan produk, terdapat logo jamu dengan khasiat mengobati asam urat, juga produk jinten hitam. Namun, nyatanya bahan baku utama ialah obat-obatan. "Sumber obat-obat itu belum jelas, begitu juga batas kedaluwarsanya. Selain itu, pemiliknya bukan ahli farmasi," kata Safriansyah.
Ia menambahkan, pada bagian belakang kemasan, tertulis alamat produksi yang dipalsukan, bahkan ada yang ditulis Makassar. Produk jamu itu dapat dipastikan palsu karena nomor registrasi produk yang tertera tidak terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Produk jamu itu dapat dipastikan palsu karena nomor registrasi produk yang tertera tidak terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Adapun tempat produksi itu sudah berjalan selama dua tahun. "Selama ini, kami menelusuri karena produknya sudah lama beredar di pasaran Jateng. Hingga kemudian ada laporan dari masyarakat yang curiga karena ada suara-suara mesin dari dalam rumah itu," lanjutnya.
Menurut Safriansyah, mengonsumsi obat yang dioplos, apalagi tidak jelas kedaluwarsanya, berpotensi berdampak pada kesehataan, seperti ginjal dan hati. Karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk selalu mengecek nomor registrasi produk lewat aplikasi Cek BPOM di ponsel pintar.
Pembantu Unit (Panit) Tindak Subdirektorat I Ditreskrimsus Polda Jateng, Ipda Hariyanto, menambahkan, pihaknya melakukan pendampingan terhadap BBPOM Semarang sejak awal penyelidikan. "Sudah beberapa kali terjadi di Jateng dan kami akan terus melakukan penindakan," ujarnya.
Adapun terduga pelaku terancam dijerat Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan produk farmasi yang tak memiliki izin edar, dipidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 1,5 miliar.
Penjaga keamanan di sekitar tempat produksi jamu palsu, Bambang, mengatakan, aktivitas usaha milik AF terlihat sejak 2017. Kerap kali ada mobil box keluar-masuk. Namun, selama ini, warga sekitar mengira AF memiliki usaha legal.