Pemerintah daerah berada di peringkat teratas dengan jumlah laporan masyarakat sebanyak 16.687 laporan atau sebesar 41,69 persen dari total laporan sebanyak 40.027 laporan. Pelayanan yang banyak dikeluhkan seputar pengurusan KTP elektronik, akta kelahiran, dan kartu keluarga.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah daerah menjadi instansi yang paling banyak dikeluhkan masyarakat karena mutu pelayanannya. Ombudsman RI meminta Kementerian Dalam Negeri memberi atensi terhadap persoalan ini. Lebih khusus, instansi yang mengabaikan rekomendasi Ombudsman RI.
Berdasarkan data Ombudsman RI yang dipaparkan di Jakarta, Selasa (30/7/2019), selama periode 2014-2019 ada sebanyak 40.027 laporan masyarakat yang mengeluhkan pelayanan publik oleh pemerintah, kepolisian, dan badan usaha milik negara atau daerah.
Pemerintah daerah (pemda) berada di peringkat teratas dengan jumlah laporan masyarakat sebanyak 16.687 laporan atau sebesar 41,69 persen dari total laporan. Kemudian kepolisian (13,47 persen), instansi pemerintah atau kementerian (9,71 persen), Badan Pertanahan Nasional (7,77 persen), dan badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD), 7,55 persen.
Keluhan masyarakat terutama terkait lima hal, yaitu persoalan pertanahan (14,17 persen), kepolisian (13,24 persen), kepegawaian (12,31 persen), pendidikan (11,30 persen), dan perhubungan atau infrastruktur (5,10 persen). Sementara khusus keluhan pada pemda, seputar pelayanan yang diberikan seperti pengurusan KTP elektronik, akta kelahiran, dan kartu keluarga.
Dari 40.027 laporan tersebut, Ombudsman telah menyelesaikan 36.947 laporan. Penyelesaian dengan cara klarifikasi, konsoliasi, dan mediasi. Adapun 3.080 laporan lainnya masih dalam proses penyelesaian.
Atas beberapa laporan yang belum terselesaikan, Ombudsman telah mengeluarkan 34 rekomendasi kepada kementerian, lembaga, dan kepala daerah.
Kepatuhan instansi atau penyelenggara negara dalam pelaksanaan rekomendasi Ombudsman, yaitu 35,29 persen instansi melaksanakan rekomendasi secara penuh, 35,29 persen instansi melaksanakan rekomendasi sebagian, dan 29,41 persen instansi tidak melaksanakan rekomendasi.
“Sebagai pembina pemerintah daerah, kami harap Menteri Dalam Negeri memberikan atensi khusus kepada daerah-daerah yang tidak menjalankan rekomendasi. Begitu juga Kementerian Koordinator untuk memberikan atensi bagi kementerian yang tidak menjalankan rekomendasi dari Ombudsman,” ujar Anggota Tim Resolusi dan Monitoring Ombudsman RI Ninik Rahayu.
Paparan disampaikan Ombudsman seusai rapat koordinasi dengan tema “Pelaksanaan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP)-Rekomendasi Ombudsman: Refleksi Kepatuhan Penyelenggara Pelayanan Publik oleh Pemerintah (2014-2019)”.
Hadir dalam rapat koordinasi, antara lain Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai, serta perwakilan dari tiga kementerian koordinator, yaitu kementerian koordinator politik, hukum, dan keamanan, kementerian koordinator perekonomian, dan kementerian koordinator pembangunan manusia dan kebudayaan.
Bersifat wajib
Pelaksanaan rekomendasi dari Ombudsman bersifat wajib dilaksanakan seperti tertera pada Pasal 351 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Jika kepala daerah tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman, akan dijatuhi sanksi berupa pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan oleh Kemendagri.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah juga menegaskan adanya sanksi bagi yang tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman.
“Namun hingga saat ini belum terdapat pejabat daerah yang diberikan sanksi oleh pemerintah, ketika tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman. Padahal Ombudsman RI telah menyampaikan daftar rekomendasi Ombudsman yang belum dilaksanakan,” kata Amzulian.
Menanggapi masukan Ombudsman, Tjahjo Kumolo menyampaikan, laporan-laporan itu menunjukkan bahwa masyarakat ingin pemerintah di setiap tingkatan, cepat merespon setiap keluhan yang masuk. Masukan dari Ombudsman akan dijadikan bahan untuk memperbaiki pelayanan kepada publik ke depan.
“Kami ingin pemerintah hadir dalam masyarakat untuk menyelesaikan masalah dan mengambil respon dengan cepat terutama yang menyangkut urusan keseharian kita,” kata Tjahjo.