Perum Bulog Divisi Regional Jawa Timur mengalami kerugian hingga Rp 1,7 miliar akibat korupsi dengan modus sederhana yang dilakukan oknum karyawannya. Hal itu mengindikasikan perlunya perbaikan sistem manajemen keuangan dan mekanisme pengawasan di internal perusahaan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Perum Bulog Divisi Regional Jawa Timur mengalami kerugian hingga Rp 1,7 miliar akibat korupsi dengan modus sederhana yang dilakukan oleh oknum karyawannya. Hal itu mengindikasikan perlunya perbaikan pada sistem manajemen keuangan dan mekanisme pengawasan di internal perusahaan.
Perkara korupsi di tubuh badan usaha milik negara itu terungkap dalam sidang lanjutan terhadap terdakwa Sigit Hendro Purnomo (34), bekas Kepala Seksi Komersial dan Pengembangan Bisnis Perum Bulog Subdivisi Regional Surabaya Selatan. Sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Jumat (9/8/2019), itu dipimpin majelis hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan.
Agenda sidang adalah pembuktian dakwaan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto. Dalam upaya pembuktian itu, Jaksa Irfan menghadirkan lima saksi, semuanya pegawai Perum Bulog. Mereka antara lain mantan Wakil Kepala Subdivre Surabaya Selatan, Kepala Seksi Sumber Daya Manusia Bulog Divre Jatim, serta Kepala Seksi Operasional dan Pelayanan Publik.
Berdasarkan fakta persidangan, Sigit diduga menyelewengkan uang perusahaan Rp 1,7 miliar pada 2017. Penyelewengan itu terjadi hanya dalam rentang waktu sekitar enam bulan. Modusnya, sebagai Kepala Seksi Komersial dan Pengembangan Bisnis, terdakwa menangani penjualan produk-produk Bulog kepada mitra kerja, baik perusahaan maupun perorangan, seperti pemilik gerai Rumah Pangan Kita (RPK).
Terdakwa membuat surat perintah setor (SPS) palsu mengatasnamakan sejumlah mitra Bulog. Dia juga membuat surat perintah pengiriman barang fiktif dari gudang Bulog. Caranya, sejumlah mitra dibuat seolah telah mengeluarkan SPS ke bank untuk menyetorkan sejumlah uang ke rekening Bulog. SPS itu kemudian menjadi dasar Bulog mengeluarkan barangnya dan mengirimkan kepada mitra.
Namun, faktanya, uang tidak pernah masuk ke rekening Bulog sehingga perusahaan mengalami kerugian. Akumulasi nilai kerugian itu mencapai Rp 1,7 miliar. Selain itu, terdakwa juga menggelapkan uang yang disetorkan oleh mitra kerja Bulog untuk membeli barang. Uang tersebut masuk ke rekening pribadi terdakwa.
Dalam pemeriksaan saksi, I Wayan Sosiawan menanyakan, apakah Bulog tidak memiliki sistem pengawasan internal sehingga korupsi tersebut berlanjut selama berbulan-bulan. Padahal, setiap bulan terdakwa melakukan transaksi berkali-kali.
Untuk perusahaan sebesar Bulog, korupsi tersebut merupakan ironi. Alasannya, modus yang dilakukan terdakwa sangat sederhana dan bisa dilakukan tanpa keahlian. Ada keteledoran dari jajaran manajemen yang menyebabkan potensi penyimpangan terbuka lebar.
Kepada para saksi yang sebagian besar masuk jajaran manajemen Bulog Divre Jatim, bahkan Perum Bulog, majelis hakim menitipkan pesan agar dilakukan introspeksi secara kelembagaan. Sistem transaksi dengan mitra kerja agar diperbaiki serta sistem manajemen keuangan yang akuntabel supaya dikembangkan dengan pengawasan sesuai prosedur standar.
Fakta persidangan menunjukkan betapa rapuhnya sistem manajemen Bulog sehingga mudah ”dibobol” dengan cara-cara konvensional. Perbaikan sistem manajemen itu berfungsi mencegah terjadinya penyimpangan dan memperkecil potensi nilai kerugian yang ditanggung oleh negara.
Terhadap keterangan yang disampaikan oleh saksi-saksi, terdakwa Sigit tidak membantahnya. Dia hanya mengoreksi soal besaran gaji yang diterima sebagai kepala seksi. Namun, hal itu tidak mengurangi substansi pokok perkara.
Jaksa Irfan berencana menghadirkan saksi-saksi tambahan pada sidang lanjutan pekan depan. Jika sidang hari ini dihadirkan lima saksi, pekan depan menurut rencana ada empat orang yang akan didengarkan keterangannya untuk memperkuat dakwaan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, terdakwa Sigit sempat menjadi buron. Dia tidak masuk kantor sejak akhir Oktober 2017 atau setahun sebelum perkaranya disidik oleh kejaksaan. Terdakwa pun dilaporkan oleh sejumlah mitra Bulog yang uangnya digelapkan.
Bukan korupsi pertama
Korupsi di tubuh Bulog Divre Jatim sejatinya bukan hal baru. Anggota majelis hakim Lufsiana mengatakan pernah mengadili perkara korupsi penyimpangan beras untuk masyarakat miskin (raskin) di Subdivre Madura pada 2016. Saat itu, ada 10 terdakwa yang divonis bersalah karena terbukti korupsi. Selain pegawai Bulog, juga ada mitra atau rekanan perusahaan.
Modus korupsinya adalah penyimpangan beras raskin sebanyak 1.504 ton. Beras tiba-tiba tidak ada di gudang.
Pegawai Bulog menyatakan, beras itu telah disalurkan kepada masyarakat. Beberapa bulan kemudian, stok beras di gudang kembali kosong, padahal Bulog Divre Jatim telah mengirimkan barang ke gudang. Nilai kerugiannya ditaksir mencapai Rp 12 miliar.