Sebanyak 135.749 Ha Hutan dan Lahan Terbakar
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2019 hingga 1 Agustus 2019 telah mencapai 135.749 ha.
JAKARTA, KOMPAS – Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2019 hingga 1 Agustus 2019 telah mencapai 135.749 ha. Dari luasan tersebut luasan kebakaran terbesar yaitu 71.712 ha berada di Nusa Tenggara Timur dan 30.065 ha berada di Riau.
“Kebakaran di gambut hanya 30.000 ha,” kata Raffles Brotestes Panjaitan, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Selasa (13/8/2019) di Jakarta.
Ia mengatakan kebakaran terluas di NTT tersebut berupa kebakaran di savanna. Pembakaran padang rumput kering ini biasanya bertujuan untuk membersihkan lahan serta menumbuhkan tunas-tunas rerumputan baru sebagai padang penggembalaan.
Di Riau, menjadi provinsi kedua luasan terbesar karena mengalami dua kali masa kemarau setiap tahun. Raffles menyebutkan sekitar 27.000 ha gambut dan sisanya berupa tanah mineral di Riau terbakar di tahun ini.
Kebakaran di gambut hanya 30.000 ha
Ia menyebutkan Riau merupakan daerah rawan kebakaran juga dipicu mobilisasi warga untuk melakukan penguasaan lahan kering. “Di Riau itu orang mudah masuk dari Sumatera Utara, Jambi, dan Padang. Kalau di Kalimantan Tengah meski gambutnya juga luas tapi pergerakan manusia susah, paling masyarakat lokal yang melakukan,” kata dia.
Hingga kini, ia belum mengecek apakah lokasi kebakaran gambut di Riau maupun provinsi lain ini berada pada areal-areal prioritas restorasi gambut Badan Restorasi Gambut. Namun ia menyatakan bahwa kebakaran ini juga terjadi di beberapa areal konsesi perkebunan yang sedang diverifikasi oleh koleganya di Ditjen Penegakan Hukum KLHK.
Raffles pun mengingatkan potensi tinggi kebakaran hutan dan lahan ini masih berlangsung hingga Oktober 2019 atau saat kemarau baru berakhir pada awal Oktober atau paling lambat akhir Oktober. Ia pun menyatakan di lapangan sejumlah 5.000 pasukan TNI dan Polri telah dikerahkan di Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat untuk bertugas bersama tim Manggala Agni KLHK, BPBD, dan masyarakat peduli api.
Terkait hujan buatan, kata dia, hingga kini petugas BMKG dan BPPT masih bersiaga dan mengamati kemunculan awan potensial yang mendatangkan turun hujan. Namun beberapa hari ini, modifikasi cuaca tersebut belum dilakukan karena ketiadaan awan potensial pembawa hujan.
Sementara itu, dalam siaran pers KLHK 13 Agustus 2019, disebutkan pada Senin 12 Agustus 2019 kemarin, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian, dan Kepala BNPB Letjen Doni Monardo meninjau penanganan kebakaran hutan dan lahan di Riau.
"Setelah kami dapat informasi dari kepala BMKG wilayah provinsi Riau bahwa kemungkinan curah hujan itu akan bisa kita kelola untuk pembuatan teknologi modifikasi cuaca baru pada awal Oktober, artinya mulai bulan Agustus sampai dengan akhir Oktober itu mengalami satu kekeringan, sehingga upaya kita adalah melakukan water boombing," ujar Panglima TNI Hadi Tjahjanto.
Kondisi puncak musim kemarau ini menjadi persoalan yang memperberat penanganan karhutla di Provinsi Riau. Oleh karena itu Panglima TNI berencana mengirimkan pesawat Hercules untuk membantu efektivitas pemadaman karhutla.
"Waterboombing pun kita melihat mulai dari tempat air sampai ke tempat terjadinya kebakaran itu cukup jauh, sehingga kita akan ada upaya untuk memadamkan itu dengan berbagai cara baru diantaranya adalah dengan mengerahkan pesawat Hercules untuk melaksanakan pengeboman menggunakan bola air," tambah Panglima TNI Hadi Tjahjanto.
Sementara itu terkait korporasi yang dilakukan penegakan hukum terkait Karhutla, Menteri Siti sedang mengumpulkan data-data terkait korporasi yang diduga lalai dalam menjaga areal konsesinya dari karhutla.
"Di kita sudah ada record-nya ada beberapa termasuk yang di Teso Nilo sudah ada 8 kasus yang diproses, dan ini dilaporkan kemarin hari Jumat mungkin masih akan ada 2 lagi yang kena, dan tadi Pak Gubernur juga saya ikuti datanya di lapangan saat ini yang lagi banyak adalah kasus di Siak, Pelelawan, Indragiri Hulu," kata Siti.
Menurut Siti jika dilihat ada kaitan kebakaran dengan lahan konsesi. "Jadi saya akan teliti. Kalau di sektor lingkungan ada instrumen sanksi administrasi, perdata dan pidana nanti tinggal kita lihat prosesnya yang mana yang bisa diterapkan," ujar Menteri Siti.
Menteri Siti juga menjelaskan jika sampai dengan sekarang sudah diberikan peringatan kepada 55 perusahaan seluruh Indonesia, termasuk Riau, terkait karhutla. Kemudian juga ditambahkan bahwa penegakan hukum kasus karhutla ini mendapat dukungan semua pihak secara kolaboratif.
"Panglima tadi mengatakan kalau yang di lapangkan memang ada kewenangan-kewenangan yang memang bisa dilakukan termasuk juga penegakan hukum bersama-sama, pada dasarnya kita lakukan secara kolaboratif," imbuh Menteri Siti.
Dalam menangani kasus karhutla menurut Menteri Siti menilai penegakan hukum menjadi bagian penting, disamping juga mencari cara bagaimana agar menolong masyarakat dalam hal pembukaan lahan tanpa bakar.
Sejalan dengan Menteri Siti, Kepala Polri Tito Karnavian juga mendukung upaya penegakan hukum. Untuk jangka pendek, Kepala Polri menginstruksikan kepada jajaran Polda diseluruh Indonesia untuk melakukan tindakan tegas untuk memproses hukum kepada siapapun yang melakukan pembakaran hutan dan lahan.
"Sesuai KUHP setiap orang boleh termasuk saya meminta bantuan jajaran Panglima TNI, kalo tertangkap tangan itu boleh dilakukan penangkapan dan segera diserahkan kepada penyidik kepolisian setempat. Sebetulnya sudah banyak yang ditangkap, tapi kita ingin ini tindakan tegas ini lebih tinggi baik kepada perorangan maupun kepada perusahaan sehingga akan memberikan efek jera," kata Kapolri Tito Karnavian. (*)
Baca Jambi Dinilai Terlambat Tangani Kebakaran Hutan dan Lahan