KPK Diharapkan Lanjutkan Pengusutan Korupsi di Kota Malang
›
KPK Diharapkan Lanjutkan...
Iklan
KPK Diharapkan Lanjutkan Pengusutan Korupsi di Kota Malang
Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan melanjutkan pengusutan kasus korupsi di Pemerintah Kota Malang. Alasannya, masih banyak perkara yang belum disentuh, salah satunya pengumpulan dana Rp 1,7 miliar dari satuan kerja perangkat daerah.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan melanjutkan pengusutan kasus korupsi di Pemerintah Kota Malang. Alasannya, masih banyak perkara yang belum disentuh, salah satunya pengumpulan dana Rp 1,7 miliar dari satuan kerja perangkat daerah.
”Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) harus mempertanggungjawabkan sumber dana yang dikumpulkan itu dari mana,” ujar mantan Sekretaris Daerah Kota Malang Cipto Wiyono di Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya, Selasa (13/8/2019).
Cipto Wiyono adalah terpidana korupsi suap Pemkot Malang kepada DPRD Kota Malang tahun 2015. Total suapnya mencapai Rp 6,5 miliar. Rinciannya untuk memuluskan pembahasan APBD Perubahan Rp 700 juta, pembahasan APBD murni Rp 5,5 miliar, dan pembahasan pembangunan tempat pengelolaan sampah Rp 300 juta.
Uang Rp 700 juta diperoleh dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Jarot Edy Sulistyono. Edi mendapatkan uang itu dari para pengusaha rekanan Pemkot Malang yang menjadi mitra kerja dinasnya.
Sementara uang Rp 5,5 miliar berasal dari hasil pengumpulan dana di beberapa SKPD sebanyak Rp 1,7 miliar. Sisanya, Rp 3,8 miliar, berasal dari dana pribadi Wali Kota Malang Mochammad Anton yang dipinjamkan kepada Pemkot Malang untuk memenuhi permintaan anggota DPRD Kota Malang.
Cipto dinyatakan terbukti melakukan tindak korupsi oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa. Dia dipidana tiga tahun penjara, serta denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Selain itu, dia juga dipidana tambahan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 550 juta subsider dua bulan kurungan. Cipto juga mendapat pidana berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam suatu pemilihan yang digelar berdasarkan peraturan perundangan selama dua tahun. Pencabutan hak itu terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana penjara.
Cipto menerima putusan majelis hakim. Dia tidak mengajukan banding. Alasannya, dia merasa bersalah telah membantu Wali Kota Mochammad Anton menyuap anggota DPRD Kota Malang untuk memuluskan pembahasan anggaran.
Hal ini (hukuman) merupakan risiko jabatan (yang harus ditanggung) karena saya melaksanakan perintah atasan (wali kota).
”Hal ini (hukuman) merupakan risiko jabatan (yang harus ditanggung) karena saya melaksanakan perintah atasan (wali kota),” ujar Cipto.
Sementara itu, jaksa KPK Arief Suhermanto yang ditemui terpisah mengatakan akan mempelajari lebih detail amar putusan majelis hakim dan pertimbangan hukumnya. Selanjutnya, KPK akan menganalisis putusan tersebut untuk menentukan upaya hukum lanjutan.
Dalam fakta persidangan terungkap, selain Anton dan Cipto, ada juga Wakil Wali Kota Malang Sutiaji yang ikut dalam pertemuan dengan sejumlah pimpinan DPRD Malang untuk membahas uang suap. Pembahasan itu terkait dengan upaya memuluskan pembahasan APBD Perubahan 2015.
Kasus korupsi lain yang belum terungkap, menurut Cipto, adalah pemberian suap Rp 6 miliar kepada anggota DPRD Kota Malang pada 2014. Pemberian uang itu diungkapkan Anton saat memberikan kesaksian di persidangan dalam perkara terdakwa Cipto Wiyono.
Kasus korupsi di Pemkot Malang ini melibatkan banyak pihak. Selain Anton, Cipto, dan Jarot, sebanyak 41 anggota DPRD Kota Malang juga sudah diadili. Sebanyak 41 anggota dewan itu divonis bersalah dan mayoritas menerima putusan majelis hakim.