logo Kompas.id
Ibu Kota Baru dan Sumber...
Iklan

Ibu Kota Baru dan Sumber Risiko APBN

Pajak dan badan usaha milik negara menjadi sumber risiko Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Keduanya berada di level 4 dari skala 1-5 pada sumbu dampak.

Oleh
hendriyo widi/karina isna irawan/dimas waraditya nugraha
· 5 menit baca

Pajak dan badan usaha milik negara (BUMN) menjadi sumber risiko Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Keduanya berada pada level 4 dari skala 1-5 pada sumbu dampak (impact).

Penerimaan sektor perpajakan hingga tujuh bulan terakhir ini masih rendah. Di sisi lain, di tengah pembangunan infrastruktur, BUMN masih bergantung pada penyertaan modal negara (PMN) kendati jumlah dananya turun. Utang BUMN juga terus meningkat sehingga akhirnya akan kembali bergantung pada APBN.

Kementerian Keuangan mencatat, realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Juli 2019 sebesar Rp 705,59 triliun atau 44,73 persen dari target APBN. Realisasi penerimaan pajak pada Juli 2019 tumbuh 2,67 persen dibandingkan dengan Juli 2018. Padahal, pada Juli 2018, penerimaan pajak tumbuh 14,32 persen ketimbang Juli 2017.

https://cdn-assetd.kompas.id/S4kUa7Jz3XsMdGVNG5qaPbXb67M=/1024x660/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F08%2Fa622e7d2-fc42-4547-99f9-a4bd2f832c76_png.jpg
Kompas

Penerimaan pajak sektoral per Juli 2019 (Sumber: Kementerian Keuangan)

Pertumbuhan semua jenis pajak pada Juli 2019 melambat. Pajak Penghasilan (PPh) badan tumbuh paling lambat, yakni  0,9 persen. Adapun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri dan impor turun masing-masing 4,7 persen dan 4,5 persen.

Penerimaan pajak itu terus melemah seiring kinerja industri pengolahan dan industri berbasis komoditas yang juga turun. Penerimaan pajak dari industri pengolahan pada Juli 2019 turun 4,3 persen menjadi Rp 187,72 triliun, sementara pertambangan turun 12,3 persen menjadi Rp 37,32 triliun.

Hal itu terjadi karena selama ini perekonomian Indonesia bertumpu pada industri manufaktur dan industri berbasis sumber daya alam. Dinamika ekonomi global menyebabkan kinerja kedua sektor industri itu turun sehingga berimbas ke setoran pajak korporasi.

Baca juga: Rendahnya Penerimaan Pajak Cermin Lemahnya Perekonomian

https://cdn-assetd.kompas.id/imtvTtm2QIXrL2s_aby9vIl3gKc=/1024x755/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F08%2Flansekap-RTH-ibu-kota-negara-baru_1566827933-2.jpg

Sementara dalam diskusi ”Utang dan Defisit APBN”, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menunjukkan, alokasi PMN untuk BUMN sepanjang 2015-2018 mencapai Rp 130,3 triliun.

Indef menilai, besarnya alokasi PMN tidak berdampak positif bagi kinerja BUMN. Banyak BUMN justru menghadapi tekanan keuangan yang akhirnya kembali membebani APBN.

Besarnya alokasi PMN tidak berdampak positif bagi kinerja BUMN. Banyak BUMN justru menghadapi tekanan keuangan yang akhirnya kembali membebani APBN.

https://cdn-assetd.kompas.id/NDVXPdM5dGkQWWZNC-r9Cs3572I=/1024x320/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F08%2F5f4918e5-c936-4108-948f-1fe5bd5820ee_jpeg.jpg
Kompas

Peta Risiko Fiskal 2020

Data Kementerian BUMN menunjukkan, total utang perusahaan BUMN pada 2018 sebesar Rp 2.394 triliun. Utang itu di luar dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 3.219 triliun. Utang perusahaan BUMN tahun 2018 itu meningkat dibandingkan dengan utang 2017 yang sebesar Rp 1.623 triliun.

Berdasarkan data yang dihimpun Kompas dari berbagai sumber, peningkatan utang paling signifikan dilakukan BUMN karya atau bidang konstruksi. Setelah itu, BUMN yang bergerak di sektor pelabuhan, bandara, dan listrik.

Lonjakan utang tertinggi dibuat oleh PT Waskita Karya Tbk dari Rp 3,2 triliun tahun 2014 menjadi Rp 61,7 triliun tahun 2018 atau naik nyaris 20 kali lipat. Adapun utang PT Pembangunan Perumahan Tbk, PT Hutama Karya, PT Adhi Karya Tbk, dan PT Wijaya Karya Tbk meningkat 3-4 kali lipat pada 2014-2018.

Baca juga: Risiko BUMN Diantisipasi Pemberian Insentif dan Pemantauan Intensif

Iklan

Di tengah berlanjutnya pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia, serta rencana pemindahan ibu kota, dua sumber risiko APBN itu perlu dicermati. Sebab, Indonesia membutuhkan sumber pendapatan dan pendanaan untuk merealisasikan keberlanjutan megaproyek Jokowi lima tahun ke depan.

Pada 2020, kebutuhan investasi Indonesia diperkirakan sebesar Rp 5.668 triliun. Kontribusi BUMN ditargetkan 10 persen atau sekitar Rp 572,5 triliun. Adapun alokasi PMN terbesar tahun 2020 untuk PT PLN sebesar Rp 5 triliun dan PT Hutama Karya Rp 3,5 triliun.

Di sisi lain, kebutuhan dana lima tahun ke depan untuk membangun ibu kota baru di sebagian wilayah Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, sebesar Rp 466 triliun. Skema pembiayaannya adalah 54,6 persen berasal dari kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU), 19,2 persen APBN, dan 26,2 persen swasta.

Di saat Indonesia membutuhkan dana besar untuk proyek-proyek pembangunan tersebut, realisasi penerimaan pajak justru turun. BUMN juga menanggung beban utang besar sehingga tidak lagi leluasa menggarap proyek-proyek tersebut. Bahkan, salah satu BUMN sampai melepas aset pengelolaan investasi untuk mengurangi beban utang.

https://cdn-assetd.kompas.id/bLMN8f4cXHjr1DA15jAi0wN_VrU=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F08%2F20190709PRI13HR_1562663602-2.jpg
KOMPAS/ PRIYOMBODO

Kompas 100 CEO Talks menghadirkan Presiden Direktur PT Waskita Karya (Persero) Tbk I Gusti Ngurah Putra (kiri) di Redaksi Harian Kompas, Menara Kompas, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2019). Diskusi dalam format santai sambil menikmati sajian teh ini dihadiri Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo (kanan) dan Pemimpin Redaksi Harian Kompas Ninuk Mardiana Pambudy.

PT Waskita Karya (Persero) Tbk, misalnya, telah mendapatkan izin pemegang saham untuk menjual sembilan ruas tol yang pengerjaannya telah rampung. Kesembilan ruas tol ini adalah ruas Tol Kanci-Pejagan, Pejagan-Pemalang, Pasuruan-Probolinggo, Semarang-Batang, Solo-Ngawi, Ngawi-Kertosono, Kayu Agung-Palembang-Betung, Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi, dan Bekasi-Cawang-Kampung Melayu.

Baca juga: Kurangi Beban Utang, Waskita Karya Lepas Operasional Sembilan Tol

Hal itu dilakukan karena rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio (DER) Waskita Karya tahun lalu meningkat hingga level 5,31. Kenaikan ini sejalan dengan masifnya pemerintah membangun proyek-proyek infrastruktur.

Memastikan keberhasilan KPBU

BUMN-BUMN ini tentu saja masih akan menggarap proyek-proyek pembangunan infrastruktur selama lima tahun ke depan. Di sisi lain, sejumlah BUMN itu juga akan menggarap pembangunan di ibu kota baru kendati akan bekerja sama dengan badan usaha swasta melalui skema KPBU.

KPBU merupakan kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur umum. Spesifikasinya ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah/BUMN/BUMD, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha swasta dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.

Pemerintah tetap memberikan fasilitas dalam KPBU, yaitu jaminan pemerintah, pembayaran atas layanan, dan insentif perpajakan. Pemerintah juga dapat memberikan dukungan berupa viability gap fund (VGF).

VGF adalah dana yang diberikan pemerintah pada proyek KPBU guna meningkatkan kelayakan finansial proyek itu. Dukungan VGF itu dapat menurunkan biaya konstruksi sebuah proyek infrastruktur sehingga tingkat pengembalian investasi semakin tinggi.

https://cdn-assetd.kompas.id/aVG2mMTIn3Tmn-F2kXXPA6loQJY=/1024x3293/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F08%2F20190826H01_GKT_Ibu-Kota-Baru-Kutai-Penajam-Paser-Kaltim-mumed_1566840305.png

Kendati begitu, minat investor swasta terhadap proyek-proyek berskema KPBU masih belum optimal. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat, per Juni 2019, ada 67 proyek infrastruktur prakarsa pemerintah (solicited) yang digulirkan lewat skema KPBU. Investasi untuk 66 proyek (1 proyek masih dalam penghitungan) sebesar 23,57 miliar dollar AS atau sekitar Rp 335 triliun.

Pemerintah perlu benar-benar memastikan agar pendanaan pembangunan ibu kota baru dengan skema KPBU sebesar 54,6 persen terealisasi. Begitu pula pembiayaan yang murni bersumber dari swasta yang sebesar 26,2 persen.

Nilai itu lebih rendah dari dari proyeksi pendanaan BUMN dan swasta dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN). Pembiayaan infrastruktur dari BUMN dan swasta itu masing-masing diperkirakan sebesar Rp 1.066,2 triliun dan Rp 1.751 triliun.

Baca juga: Persiapkan Matang Ibu Kota Baru

Untuk itu, pemerintah perlu benar-benar memastikan agar pendanaan pembangunan ibu kota baru dengan skema KPBU sebesar 54,6 persen terealisasi. Begitu pula pembiayaan yang murni bersumber dari swasta yang sebesar 26,2 persen.

Jika tidak, pembangunan ibu kota baru kembali akan bertumpu pada BUMN. Jika hal itu terjadi, beban BUMN akan semakin besar. Apabila BUMN itu tidak mampu menanggungnya, ujung-ujungnya akan kembali ke APBN.

Editor:
khaerudin
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000