Presiden Diminta Tolak Hasil Seleksi Calon Pimpinan KPK
›
Presiden Diminta Tolak Hasil...
Iklan
Presiden Diminta Tolak Hasil Seleksi Calon Pimpinan KPK
Kritik terhadap kinerja pansel calon pimpinan KPK terus bermunculan. Bahkan, mulai muncul desakan agar Presiden Joko Widodo menolak hasil seleksi calon pimpinan KPK karena kinerja pansel yang bermasalah.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS – Kritik terhadap kinerja panitia seleksi (pansel) calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bermunculan. Bahkan, mulai muncul desakan agar Presiden Joko Widodo menolak hasil seleksi calon pimpinan KPK karena kinerja pansel yang bermasalah.
Desakan itu antara lain disuarakan oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Busyro Muqoddas, yang juga mantan pimpinan KPK. “Hasil proses seleksi ini cacat moral. Ketika hasil itu cacat moral, memenuhi syarat bagi Presiden untuk menolaknya,” kata Busyro dalam acara “Jogja Selamatkan KPK”, Jumat (30/8/2019), di Gedung PP Muhammadiyah, Yogyakarta.
Acara “Jogja Selamatkan KPK” berisi penyampaian pernyataan sikap dari para aktivis dan tokoh masyarakat terkait proses seleksi calon pimpinan KPK yang dinilai bermasalah. Acara tersebut diikuti oleh sejumlah tokoh dari berbagai organisasi, perguruan tinggi, dan elemen masyarakat.
Proses pembentukan pansel tidak transparan karena tidak melibatkan unsur-unsur masyarakat sipil.
Busyro mengatakan, sejak awal, proses pembentukan pansel calon pimpinan KPK diwarnai masalah. Hal ini karena pembentukan pansel tersebut tidak melibatkan unsur-unsur masyarakat sipil. Padahal, pansel itu memiliki tugas besar untuk memilih orang-orang yang akan memimpin KPK sebagai lembaga independen.
“Proses pembentukan pansel tidak transparan karena tidak melibatkan unsur-unsur masyarakat sipil,” ujar Busyro.
Selain itu, proses seleksi yang dilakukan oleh pansel juga diwarnai sejumlah masalah. Hal ini karena sejumlah calon yang lolos seleksi ternyata diduga memiliki rekam jejak yang buruk. Di sisi lain, anggota pansel juga dinilai tidak mempertimbangkan masukan dan saran yang disampaikan oleh publik terkait proses seleksi yang dilakukan.
Masalah lainnya adalah sikap pansel yang menolak undangan KPK untuk mendiskusikan rekam jejak calon pimpinan lembaga tersebut. Busyro menyatakan, penolakan itu makin membuktikan adanya masalah di dalam tubuh pansel.
“Saya sudah menyampaikan agar pansel mendatangi KPK, apalagi (pansel) sudah diundang KPK. Jika pansel tidak mau datang, itu melengkapi bukti bahwa kredibilitas moral dan independensi pansel secara keseluruhan rontok,” ungkap Busyro.
Menurut Busyro, pertemuan antara pansel dengan KPK sebenarnya penting agar pansel benar-benar mengetahui rekam jejak yang sesungguhnya dari para calon. Hal ini karena KPK memiliki data-data akurat mengenai rekam jejak para calon yang bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pansel.
Dengan berbagai masalah itu, Busyro menyebut, hasil kerja pansel bisa dikatakan telah mengandung cacat moral. Oleh karena itu, dia menuturkan, Presiden harus menolak hasil kerja pansel. “Presiden mempunyai hak, tanggung jawab, serta kewajiban moral untuk tidak memaksakan (menerima hasil seleksi),” katanya.
Busyro menambahkan, setelah menolak hasil seleksi dari pansel, Presiden mesti mengulang proses seleksi calon pimpinan KPK dari awal. Proses seleksi ulang itu juga mesti dilakukan secara transparan dan akuntabel dengan melibatkan anggota pansel yang benar-benar kredibel.
Proses seleksi calon pimpinan KPK saat ini kian mengkhawatirkan.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Eko Riyadi, mengatakan, proses seleksi calon pimpinan KPK saat ini kian mengkhawatirkan. Berdasarkan hasil penelusuran rekam jejak yang dilakukan oleh KPK, ternyata ada sejumlah calon yang memiliki catatan kurang baik.
“Catatan tersebut di antaranya calon yang tidak taat dalam pelaporan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara), diduga pernah terlibat pelanggaran etik, pernah menghalangi kerja KPK, dan bahkan ada yang diduga pernah menerima gratifikasi,” ujar Eko.
Oleh karena itu, Eko menyatakan, para aktivis dan tokoh yang tergabung dalam Jaringan Anti-Korupsi Yogyakarta meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan mengevaluasi proses seleksi calon pimpinan KPK yang telah berlangsung. Apalagi, proses seleksi calon pimpinan KPK ini akan sangat menentukan efektivitas pemberantasan korupsi ke depan.
“Saat ini adalah kesempatan terakhir Presiden untuk membuktikan komitmennya terhadap penguatan KPK dengan memilih sepuluh nama calon pimpinan yang tidak bermasalah. Presiden juga harus melakukan evaluasi kinerja pansel calon pimpinan KPK,” ungkap Eko.