Stimulus BI Diarahkan pada Industri Manufaktur Berorientasi Ekspor
›
Stimulus BI Diarahkan pada...
Iklan
Stimulus BI Diarahkan pada Industri Manufaktur Berorientasi Ekspor
Kebijakan moneter BI diarahkan untuk selalu berpihak pada industri manufaktur berorientasi ekspor. Ikhtiar ini ditujukan guna menekan defisit transaksi berjalan yang terus melebar karena lemahnya kinerja ekspor.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan moneter Bank Indonesia diarahkan untuk selalu berpihak kepada industri manufaktur berorientasi ekspor. Ikhtiar ini ditujukan guna menekan defisit transaksi berjalan yang terus melebar karena lemahnya kinerja ekspor.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo meyakini penurunan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 5,5 persen dapat melonggarkan ruang pembiayaan bagi industri manufaktur. Jika kinerja industri membaik, pertumbuhan ekonomi secara nasional dapat turut terdongkrak.
”Masalahnya, yang selama ini terjadi adalah permintaan yang muncul tidak dalam jumlah besar. Harapannya, dengan diturunkan suku bunga, semakin memberikan amunisi untuk sektor ekonomi terus tumbuh, terutama sektor manufaktur,” kata Dody di Jakarta, Rabu (4/9/2019).
Kinerja pertumbuhan sektor manufaktur tengah mengalami perlambatan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan produksi industri manufaktur pada triwulan II-2019 tumbuh 3,62 persen. Pertumbuhan ini melambat dibandingkan dengan triwulan I-2019 yang mencapai 4,45 persen.
Dody menilai, industri manufaktur berpotensi tumbuh 6 persen-7 persen. Untuk mencapai tingkat pertumbuhan ini, BI mengidentifikasi masalah utama yang perlu dibenahi, yakni meningkatkan rantai nilai tambah di dalam negeri yang belum saling terkait antarindustri.
Kontribusi industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada triwulan I-2019 tercatat sebesar 20,07 persen. Kontribusi ini masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama 2018 sebesar 20,23 persen.
BI mengidentifikasi masalah utama yang perlu dibenahi, yakni meningkatkan rantai nilai tambah di dalam negeri yang belum saling terkait antarindustri.
Pembenahan itu, lanjut Dody, dapat difokuskan pada lima sektor industri prioritas yang telah ditetapkan Kementerian Perindustrian, yakni makanan dan minuman, otomotif, elektronik, kimia, serta tekstil. Di luar itu, industri manufaktur yang juga berpotensi meningkatkan ekspor adalah sektor alas kaki.
”Tantangan terbesar adalah bisa dorong sektor manufaktur terus tumbuh. Harapan kita, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 6 persen tanpa adanya gangguan stabilitas,” ujar Dody.
Kepala Grup Sektoral dan Regional Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Endi Dwi Cahyo mengatakan, hilirisasi komoditas industri perlu diperkuat, contohnya mengolah nikel sebagai bahan baku baterai untuk mobil listrik.
”Hilirisasi komoditas industri perlu didorong untuk meningkatkan nilai ekspor karena selama defisit transaksi berjalan tidak bisa diatasi, pertumbuhan ekonomi tidak bisa naik di atas 5 persen,” katanya.
Hilirisasi komoditas industri perlu didorong untuk meningkatkan nilai ekspor karena selama defisit transaksi berjalan tidak bisa diatasi, pertumbuhan ekonomi tidak bisa naik di atas 5 persen.
BI menyebutkan, defisit transaksi berjalan Indonesia meningkat menjadi 3,04 persen dari PDB atau sebesar 8,44 miliar dollar AS pada triwulan II-2019. Posisi ini meningkat dari triwulan I-2019, saat defisit transaksi berjalan ada di level 6,96 miliar dollar AS.
Tiga sektor prioritas BI
Endi mengemukakan, strategi yang akan dilakukan BI untuk mendorong hilirisasi industri adalah memperkuat integrasi dan koordinasi bertahap dengan fokus pada tiga sektor manufaktur prioritas BI. Ketiga sektor itu adalah otomotif, tekstil, dan alas kaki.
Ketiga sektor ini dinilai memiliki daya saing dan merupakan komoditas yang banyak diekspor dibandingkan impor.
”Penguatan tiga sektor tersebut akan dibahas dalam rapat koordinasi antara BI, pemerintah pusat di antaranya tujuh kementerian, dan pemerintah daerah untuk menggenjot ekspor industri manufaktur,” ujarnya.
BI mendorong hilirisasi industri dengan memperkuat integrasi dan koordinasi bertahap dengan fokus pada tiga sektor manufaktur prioritas BI, yaitu otomotif, tekstil, dan alas kaki.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Muhdori menegaskan, sektor tekstil dan alas kaki di masa mendatang perlu masuk prioritas dalam akses pembiayaan. Sektor ini menjanjikan untuk meningkatkan ekspor dan membantu mempersempit defisit transaksi berjalan.
”Tekstil dan alas kaki tetap bisa bertahan meski kondisi perekonomian global melesu. Permintaan alas kaki tak akan pernah menurun, khususnya di Amerika Serikat dan Eropa,” ucapnya.
Saat ini, untuk mendorong ekspor alas kaki dan tekstil, pemerintah juga terus memperbaiki iklim investasi. Muhdori berharap, kebijakan industri berbasis agro, logam, dan kimia hingga aneka industri pada 2020-2024 terus diselaraskan oleh BI dan pelaku industri agar pertumbuhan industri manufaktur semakin baik.