Palembang Diselimuti Kabut Asap, Aktivitas Warga Terganggu
›
Palembang Diselimuti Kabut...
Iklan
Palembang Diselimuti Kabut Asap, Aktivitas Warga Terganggu
Kabut asap pekat kembali menyelimuti Kota Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (5/9/2019) pagi. Kondisi ini mengganggu aktivitas pengendara di jalan hingga transportasi sungai.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Kabut asap pekat kembali menyelimuti Kota Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (5/9/2019) pagi. Bahkan, Jembatan Ampera sempat ”hilang” karena tertutup kabut asap. Kondisi ini mengganggu aktivitas pengendara di jalan hingga transportasi sungai. Asap diperkirakan berasal dari daerah yang mengalami kebakaran lahan. Bahkan, BMKG mencatat, kualitas udara di Palembang masuk dalam kategori tidak sehat.
Pantauan pada Kamis, sekitar pukul 06.00, kondisi kabut bercampur asap tampak sangat tebal. Jarak pandang diperkirakan kurang dari 300 meter. Akibatnya, sebagian besar warga harus menyalakan lampu kendaraannya untuk menghindari kecelakaan. Tidak hanya di darat, kabut asap juga mengganggu aktivitas transportasi di Sungai Musi.
Saat itu, saya menyangka kapal saya hilang karena sungai benar-benar tidak terlihat.
Hamidin (57), pengemudi kapal cepat di perairan Sungai Musi, mengatakan, kabut tebal yang menyelimuti Palembang sangat mengganggu aktivitasnya. Jarak pandang sangat terbatas. Bahkan, pada pukul 05.30, jarak pandang kurang dari 50 meter. ”Saat itu, saya menyangka kapal saya hilang karena sungai benar-benar tidak terlihat,” katanya.
Kondisi ini membuatnya harus ekstra berhati-hati ketika berlayar untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. ”Praktis, saya hanya bisa melihat sisi kanan dan kiri sungai,” katanya. Hamidin mengatakan, kejadian seperti ini sudah terjadi sejak tiga hari lalu, tetapi sekarang adalah yang paling parah karena kabut asap sangat tebal.
Karena itu, ujar Hamidin, dirinya hanya berani berlayar setelah pukul 08.00 WIB. ”Kalau kondisi sungai masih tertutup kabut, sangat berisiko untuk mengemudikan kapal cepat. Biasanya, pukul 09.00, jarak pandang sudah kembali pulih karena kabut asap sudah menipis,” katanya.
Hamidin mengatakan, ada ciri-ciri khusus untuk membedakan kabut karena embun dan asap. Kalau embun, ujar Hamidin, akan terlihat air di kaca kapal cepat. Sementara kabut asap biasanya kondisi kaca akan kering.
Hamidin yang sudah menjadi pengemudi kapal cepat selama 40 tahun ini berujar, kondisi kabut asap selalu terjadi setiap tahun, terutama saat musim kemarau. ”Asap ini berasal dari kebakaran lahan kiriman dari daerah lain, kami yang terkena dampaknya,” katanya. Biasanya, kondisi ini akan berlanjut hingga musim hujan tiba.
Kepala Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang Bambang Benny Setiaji mengatakan, berdasarkan pantauan BMKG, angin permukaan bergerak dari selatan ke tenggara dengan kecepatan 5-10 knot (9-19 kilometer per jam). Hal ini mengakibatkan potensi masuknya asap akibat kebakaran lahan di wilayah Kota Palembang.
Sumber dari LAPAN pada 5 September 2019 tercatat ada beberapa titik panas di wilayah selatan-tenggara Kota Palembang dengan tingkat kepercayaan di atas 80 persen. Hal itu menyiratkan kemungkinan adanya lahan terbakar cukup tinggi. Kebakaran lahan yang membawa asap ke wilayah Kota Palembang, yakni di Kecamatan Banyuasin I, Kabupaten Banyuasin, serta Kecamatan Pampangan, Tulung Selapan, Pedamaran, dan Mesuji di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Adapun jarak pandang terendah pada Kamis yang tercatat di Bandara SMB II Palembang, yakni 300-500 meter dengan kelembaban 96 persen sampai 98 persen dengan keadaan cuaca kabut asap. Kondisi ini berdampak pada tertundanya satu jadwal penerbangan di Bandara Internasional SMB.
Bambang menjelaskan, kabut asap umumnya terjadi pada dini hari menjelang pagi, yakni pada pukul 04.00-07.00. Fenomena kabut diindikasikan dengan kelembaban yang tinggi dengan partikel-partikel basah di udara. Hal ini disebabkan kondisi langit pada malam hari tanpa awan mengakibatkan radiasi permukaan bumi lepas keluar atmosfer sehingga suhu di permukaan relatif dingin, yakni 22-23 derajat celsius.
Udara tak sehat
Bahkan, lanjut Bambang, bedasarkan data dari alat konsentrasi PM 10 yang tercatat di Stasiun Klimatologi Palembang, pada pukul 00.00-08.00, kualitas udara di Palembang sempat masuk dalam kategori tidak sehat dengan nilai 105-196 µgram/m3 atau melewati nilai ambang batas tidak sehat, yakni 150 µgram/m3.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Ansori mengatakan, asap di Palembang kemungkinan masih disebabkan oleh kebakaran lahan di wilayah Ogan Komering Ilir. Sampai saat ini, upaya pemadaman masih terus dilakukan, termasuk dengan mengerahkan lima helikopter bom air. Upaya penyemaian awan hujan juga terus dilakukan.
Berdasarkan data satelit LAPAN, titik panas di Sumsel terus meningkat. Pada Rabu (4/9), jumlah titik panas mencapai 115, meningkat dibandingkan dengan hari sebelumnya, yakni 61 titik panas. Kemungkinan, asap terbawa angin mengarah ke Palembang. Adapun hingga siang ini terpantau ada 105 titik panas, 33 di antaranya memiliki tingkat kepercayaan 80 persen.