Masih Jauh Tertinggal, Perlu Kolaborasi Bangun Maluku dan Papua
›
Masih Jauh Tertinggal, Perlu...
Iklan
Masih Jauh Tertinggal, Perlu Kolaborasi Bangun Maluku dan Papua
Kendati kaya akan sumber daya alam, wilayah Kepulauan Maluku dan Papua yang berada di bagian paling timur Indonesia masih tertinggal dalam sejumlah aspek pembangunan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Kendati kaya akan sumber daya alam, wilayah Kepulauan Maluku dan Papua yang berada di bagian paling timur Indonesia masih tertinggal dalam sejumlah aspek pembangunan. Kantong kemiskinan menumpuk di sana. Oleh karena itu, perlu kolaborasi membangun daerah tersebut agar maju sejajar dengan daerah lain.
Hal itu mengemuka dalam pembukaan acara konsultasi regional wilayah Maluku dan Papua terkait penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional 2020-2024 yang berlangsung di Ambon, Maluku, Kamis (12/9/2019). Regional wilayah dimaksud terdiri dari Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro dalam sambutannya mengakui, wilayah Kepulauan Maluku dan Papua memiliki karakteristik geografis yang penuh tantangan sehingga memerlukan usaha yang lebih besar dalam pembangunan. Wilayah Maluku terdiri atas pulau-pulau, sedangkan Papua berada di antara pegunungan.
Kondisi itu menyebabkan pembangunan infrastruktur tidak secepat di daerah lain. Padahal, infrastruktur menjadi syarat tumbuhnya investasi di daerah yang kaya sumber daya alam itu. Lewat investasi, akan tercipta banyak lapangan pekerjaan sehingga dapat menekan angka kemiskinan di sana yang masih sangat tinggi. Wilayah paling timur itu masih menjadi kantong kemiskinan di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, per Maret 2019, persentase kemiskinan di Papua tertinggi di Indonesia, yakni 27,53 persen, kemudian disusul Papua Barat 22,17 persen. Adapun persentase kemiskinan di Maluku 17,69 persen, sedangkan Maluku Utara 6,77 persen. ”Di sini butuh kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah. Tidak bisa dikerjakan pemerintah pusat sendiri, begitu pula sebaliknya,” katanya.
Bambang berharap daerah menjadi kekuatan untuk menunjang pembangunan nasional. Oleh karena itu, perlu inisiatif dan inovasi para kepala daerah dalam mengelola potensi di daerah masing-masing serta ikut membantu mendatangkan investasi agar tercipta lapangan kerja. Ia mencontohkan, di Amerika Serikat, para calon kepala daerah dalam kampanye selalu berjanji akan menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya.
Dalam rancangan pemerintah pusat, lanjut Bambang, ada beberapa proyek strategis yang dapat digarap di wilayah itu dalam lima tahun ke depan. Di Maluku, pemerintah akan menuntaskan jalan lingkar di daerah terluar, seperti Kabupaten Kepulauan Tanimbar, sedangkan di Maluku Utara pembangunan jalan lingkar di pulau terluar Kabupaten Morotai. Sementara di Papua akan dimulai dengan tol udara untuk distribusi bahan makanan pokok ke pegunungan.
Masalah anggaran
Gubernur Maluku Murad Ismail dalam pandangannya mengatakan, faktor utama yang menghambat pengelolaan potensi daerah adalah anggaran. Kendati sebagai provinsi paling luas di Indonesia, Maluku hanya memiliki anggaran Rp 2,8 triliun.
Dari jumlah itu, sekitar 60 persen habis untuk belanja rutin. Sisa anggaran itu tidak akan cukup untuk melakukan akselerasi pembangunan di wilayah seluas 712.496 kilometer persegi yang terdiri atas 1.340 pulau itu.
”Dengan anggaran yang sangat terbatas ini, kami tidak akan bisa maju sejajar dengan daerah lain. Ini memerlukan keberpihakan anggaran dari pusat,” kata Murad. Ia juga membandingkan anggaran pendapatan dan belanja di daerah lain, seperti Provinsi NTT yang mencapai Rp 5,3 triliun, Kota Tangerang Selatan, yang mencapai Rp 3,8 triliun, dan Kota Bekasi yang hingga Rp 6 triliun.
Wakil Gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani dalam pandangannya meminta agar pemerintah pusat melalui Perusahaan Listrik Negara membantu pemenuhan listrik di daerah itu. Ia melihat, dari waktu ke waktu, pembangunan kelistrikan di daerah tersebut malah semakin mundur. ”Kita punya gas, tapi listrik tidak ada,” ujarnya.
Dengan anggaran yang sangat terbatas ini, kami tidak akan bisa maju sejajar dengan daerah lain. Ini memerlukan keberpihakan anggaran dari pusat.
Dua pekan lalu, Kompas mendatangi Kabupaten Teluk Bintuni di Papua Barat. Di lepas pantai daerah itu terdapat eksploitasi gas terbesar di Indonesia untuk saat ini, sementara di darat terdapat ladang minyak yang beroperasi sejak zaman Belanda hingga saat ini. Namun, banyak desa di sana belum mendapatkan layanan listrik dari negara.
Lakotani juga berharap pemerintah pusat membantu pembangunan bandara perintis di pedalaman demi menunjang program tol udara. Bandara perintis di pedalaman yang ada saat ini merupakan hasil kerja misionaris gereja.