Kubah Lava Merapi Tak Terpengaruh Awan Panas Letusan
›
Kubah Lava Merapi Tak...
Iklan
Kubah Lava Merapi Tak Terpengaruh Awan Panas Letusan
Awan panas letusan di Gunung Merapi pada Minggu (22/9) siang belum memengaruhi kestabilan kubah lava di puncak gunung api tersebut.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Awan panas letusan di Gunung Merapi pada Minggu (22/9/2019) siang belum memengaruhi kestabilan kubah lava di puncak gunung api tersebut. Saat ini, kubah lava gunung api di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu masih dalam kondisi stabil.
”Kubah lava saat ini masih stabil, terlihat dari foto yang diakuisisi (diambil) secara real time,” kata Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso dalam konferensi pers, Senin (23/9/2019), di Kantor BPPTKG, Yogyakarta.
Seperti diberitakan sebelumnya, Gunung Merapi mengeluarkan awan panas letusan pada Minggu pukul 11.36 dengan tinggi kolom 800 meter di atas puncak. Berdasarkan data BPPTKG, awan panas letusan itu memiliki amplitudo 70 milimeter, durasi 125 detik, dan jarak luncur 1.200 meter. Ini awan panas letusan pertama Merapi sejak gunung api itu berstatus Waspada pada 21 Mei 2018.
Awan panas letusan disebabkan runtuhnya material kubah lava akibat tekanan gas dari dalam tubuh gunung.
Agus menjelaskan, awan panas letusan yang terjadi pada Minggu siang berbeda dengan awan panas guguran yang terjadi berkali-kali di Merapi sejak 29 Januari 2019. Awan panas guguran terjadi akibat runtuhnya material kubah lava baru karena daya tarik gravitasi atau tanpa kecepatan awal signifikan.
”Awan panas guguran disebabkan gugurnya material kubah lava akibat gaya gravitasi saja atau karena ada material yang keluar dari dalam (tubuh gunung api) tapi tanpa kecepatan awal,” kata Agus.
Awan panas letusan, menurut Agus, disebabkan runtuhnya material kubah lava akibat tekanan gas dari dalam tubuh gunung. Tekanan gas dari dalam tubuh gunung api itu kemudian mendobrak material kubah lava sehingga menghasilkan awan panas letusan.
”Awan panas letusan itu disebabkan pendobrakan dari dalam akibat tekanan gas,” ujar Agus. Berdasarkan kalkulasi yang dilakukan BPPTKG, volume material awan panas letusan pada Minggu kemarin mencapai 50.000 meter kubik.
Meskipun awan panas disebabkan letusan gas yang kemudian mendobrak material kubah lava, Agus menyatakan, kondisi kubah lava di Merapi masih stabil. Berdasarkan pantauan BPPTKG pada 19 September, volume kubah lava di Merapi sekitar 468.000 meter kubik.
Kestabilan kubah lava di puncak Merapi itu menjadi perhatian karena keruntuhan kubah lava bisa memicu awan panas.
Kestabilan kubah lava di puncak Merapi itu menjadi perhatian karena keruntuhan kubah lava bisa memicu awan panas.
Dua faktor
Agus memaparkan, kemunculan awan panas letusan di Merapi terjadi karena dua faktor. Faktor pertama, peningkatan tekanan gas yang diproduksi magma di tubuh Merapi. Saat tekanan gas meningkat, rekahan-rekahan di kubah lava menjadi semacam katup sehingga gas tersebut tidak bisa mengalir ke luar.
Akibatnya terjadi akumulasi gas yang kemudian terlepas dalam bentuk letusan. ”Ini adalah proses yang tidak bisa diprediksi karena berlangsung secara cepat,” ujar Agus.
Faktor kedua yang kemungkinan ikut menyebabkan terjadinya awan panas letusan adalah peningkatan tekanan dari magma yang ada di bagian bawah tubuh Gunung Merapi. Peningkatan tekanan terjadi karena suplai magma di Merapi terus berlangsung.
Bahkan, Agus menyebut, selama tiga bulan terakhir, tampak sedikit peningkatan aktivitas vulkanik Merapi yang ditandai aktivitas seismisitas atau kegempaan serta deformasi atau perubahan bentuk tubuh gunung api. ”Sejak sekitar tiga bulan ini ada sedikit peningkatan pada seismisitas dan deformasi. Dari situ menunjukkan, suplai magma masih berlangsung,” katanya.
Sebelumnya, Kepala BPPTKG Hanik Humaida mengatakan, di waktu-waktu mendatang, Merapi masih berpotensi mengeluarkan awan panas letusan dan awan panas guguran. Hal ini karena suplai magma di tubuh gunung itu masih berlangsung.
Meski begitu, Hanik menuturkan, ancaman bahaya yang timbul dari aktivitas Merapi ke depan diperkirakan masih sama dengan sebelumnya, yakni berupa luncuran awan panas dan lontaran material erupsi dengan radius 3 kilometer dari puncak kawah.
Sebab, hasil pemodelan yang dilakukan BPPTKG menunjukkan, jika seluruh kubah lava Merapi runtuh, luncuran awan panas tidak akan melebihi radius 3 kilometer. Saat ini, volume kubah di puncak Merapi sekitar 468.000 meter kubik.
Oleh karena itu, BPPTKG masih menetapkan status Merapi berada di level Waspada dengan radius bahaya 3 kilometer. Untuk menghindari bahaya, masyarakat dilarang beraktivitas dalam radius 3 kilometer dari puncak Merapi. Di luar radius itu, masyarakat bisa beraktivitas seperti biasa.