Warga Pagari Lahan Proyek Sirkuit MotoGP Mandalika
›
Warga Pagari Lahan Proyek...
Iklan
Warga Pagari Lahan Proyek Sirkuit MotoGP Mandalika
Warga menggelar demonstrasi dan memagari lahan yang berada di area pembangunan sirkuit MotoGP di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Rabu (2/1/2019).
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
PRAYA, KOMPAS — Sejumlah warga berunjuk rasa dan memagari lahan di area pembangunan sirkuit MotoGP, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Rabu (2/10/2019). Tindakan itu bentuk protes kepada PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) yang tidak mau membayar lahan yang diklaim milik warga.
Pantauan Kompas, demonstrasi yang dimulai sekitar pukul 10.00 Wita itu berlangsung di depan Kantor ITDC Mandalika di Kompleks Masjid Nurul Bilad Mandalika. Tidak hanya laki-laki, perempuan juga ikut. Demonstrasi mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian, TNI, pengamanan ITDC, dan Badan Keamanan Desa Kuta.
Tak lama setelah tiba, sejumlah perwakilan warga diminta menemui staf hukum ITDC. Pertemuan berlangsung tertutup selama hampir 2 jam. Tidak ada kesepakatan sehingga warga memutuskan meninggalkan kantor tersebut sekitar pukul 13.00 Wita.
Mereka kemudian berpindah ke area pembangunan sirkuit MotoGP yang ditargetkan bisa digunakan pada 2021. Di lokasi itu, tidak terlihat aktivitas pembangunan.
Di area pembangunan yang berada di gerbang utama sirkuit, warga terlihat membawa batang pohon, bambu, dan lain sebagainya. Mereka kemudian bersama-sama membuat pagar tambahan. Pada Senin (30/9), sebagian area sudah dipagari. Panjang area yang dipagari hampir 1 kilometer dengan lebar sekitar 5 meter.
”Kami tidak ada niat menghalangi megaproyek yang dicanangkan untuk hajat hidup orang banyak. Keberadaannya akan dinikmati bersama, tetapi selesaikan hak warga ini,” kata Alus Darmia, warga Ujung Lauq, Desa Kuta, Kecamatan Pujut.
Menurut Alus, yang dimaksud dengan hak adalah pembayaran atas lahan bekas jalan desa yang diklaim milik warga dengan luas sekitar 72,11 are. Menurut Alus, ada 45 keluarga yang memiliki hak atas lahan yang berada di Dusun Ujung Lauq itu. ”Kalau sudah dibayar, silakan lanjutkan proyek pembangunan sirkuit ini,” kata Alus.
Alus yang juga Ketua Bidang Pemberdayaan Masyarakat Badan Permusyawaratan Desa Kuta mengatakan, warga berharap ITDC mau membayar sesuai keinginan masyarakat, yakni Rp 300 juta per are. Saat ini, menurut Alus, pihak ITDC hanya menawar Rp 70 juta-Rp 80 juta per are sesuai perhitungan tim appraisal (penilai).
”Tentu itu (harga) bisa dinegosiasi bagaimana modelnya. Demonstrasi dan pemagaran adalah bentuk kekecewaan warga karena pihak ITDC tidak mempunyai itikad baik. Jika tetap seperti itu, kami akan mengadakan aksi yang lebih besar lagi,” kata Alus.
Kepala Dusun Ujung Lauq Abdul Mutalib berharap semua pihak bisa duduk bersama untuk mencari solusi terbaik. ”Mari sama-sama punya hati ke masyarakat. Biar sama-sama menguntungkan,” kata Abdul.
Tidak berlanjut
Menyikapi hal itu, Vice President Corporate Secretary ITDC Miranti Nasti Rendranti melalui surat elektronik mengatakan, ITDC menyesalkan tindakan warga secara sepihak menghentikan kegiatan proyek sirkuit yang sudah disosialisasikan sebelumnya. ”Padahal, sudah dibuka ruang komunikasi di kantor desa, kecamatan, dan satuan tugas penyelesaian tanah di Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah,” ujarnya.
Miranti menambahkan, ITDC berharap pola semacam itu tidak berlanjut karena berpotensi menyebabkan penundaan, bahkan keterlambatan penyelesaian pembangunan sirkuit. ”Menurut pandangan kami, hal itu (penundaan dan keterlambatan) tidak diinginkan semua pihak,” ucapnya.
Menurut Miranti, dalam setiap kegiatan, mereka selalu mengikuti aturan dan ketentuan hukum. ”Kami pastikan proses persiapan konstruksi sirkuit yang tengah berlangsung saat ini dilaksanakan pada lahan yang sudah masuk dalam hak pengelolaan lahan ITDC dan berstatus cleanandclear. Kami tidak akan membangun di lahan yang belum punya status hukum yang tetap,” tuturnya.
ITDC, kata Miranti, akan memberikan ganti rugi sesuai nilai penilaian untuk warga yang memiliki hak atas tanah di dalam kawasan sepanjang mereka memiliki bukti kepemilikan hak atas tanah secara hukum serta tindak tumpang tindih dengan hak pengelolaan lahan ITDC.
”Apabila terdapat klaim dari warga masyarakat dengan bukti sporadik atau surat keterangan tanah, yang ternyata tumpang tindih dengan hak pengelolaan lahan ITDC, penyelesaian atas klaim tersebut harus melalui jalur gugatan di pengadilan. Hal ini karena bukti sporadik atau surat keterangan tanah bukan bukti kepemilikan hak atas tanah sesuai Undang-Undang Pokok Agraria,” papar Miranti.
Dia berharap semua pihak bisa mendukung sehingga proyek nasional itu bisa selesai. Kehadiran sirkuit MotoGP akan membawa manfaat besar bagi masyarakat NTB, khususnya Lombok Tengah.
Pada Mei 2019, saat berkunjung ke KEK Mandalika, Presiden Joko Widodo berharap ajang MotoGP yang merupakan ajang balap motor paling bergengsi di dunia benar- benar terealisasi di sirkuit Mandalika. Indonesia diharapkan menjadi tuan rumah pada MotoGP 2021. Presiden berharap semua fasilitas MotoGP siap pada 2020.
”Sehingga mereka yakin dan pada 2021 kita bisa melihat bersama-sama MotoGP di Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat,” kata Presiden, (Kompas, 19/5).