Komandan Kodim 1417/l Kendari Kolonel Hendi Suhendi resmi diganti pada Sabtu (12/10/2019), di Kendari, Sulawesi Tenggara terkait unggahan istrinya di media sosial menanggapi penusukan Menkopolkam Wiranto.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Komandan Kodim 1417/l Kendari Kolonel Hendi Suhendi resmi diganti pada Sabtu (12/10/2019), di Kendari, Sulawesi Tenggara. Penggantian Dandim Kendari ini terkait unggahan sang istri yang mengomentari kejadian penusukan yang menimpa Menkopolhukam Wiranto, beberapa hari lalu.
Upacara serah terima jabatan Dandim 1417 Kendari dilakukan di Aula Manunggal Korem 143/HO, Kendari, Sulawesi Selatan. Dipimpin oleh Komandan Korem 143/HO Kolonel Yustinus Nono Yulianto, penyerahan jabatan Kolonel Hendi Suhendi diserahkan kepada Kolonel Alamsyah, sebagai Dandim 1417 Kendari yang baru. Kolonel Alamsyah merupakan anggota Staf Khusus Pangdam XIV/Hasanuddin.
Upacara serah terima jabatan berlangsung singkat, dalam atmosfer yang sedih. Selepas acara serah terima jabatan itu, Hendi diserahkan ke Denpom VII/5 Kendari untuk menjalani hukuman penahanan selama 14 hari.
Kolonel Hendi Suhendi terlihat tegar dalam serah terima jabatan yang ia baru emban selama 53 hari itu. Sang istri, Irma Zulkilfli Nasution, tidak kuat menahan haru saat bersalaman dengan para rekan dan koleganya. Hendi terlihat merangkul sang istri yang terus mengucurkan air mata.
Sebelum serah terima jabatan, Panglima Komando Daerah Militer XIV/Hasanuddin Mayor Jenderal Surawahadi, memberikan pengarahan kepada seluruh perwira dan personel yang mengikuti upacara serah terima jabatan itu. Menurut dia, prajurit harus berhati-hati, menjaga kerukunan, dan bermedia sosial secara cerdas.
Dalam wawancara dengan awak media, Surawahadi menuturkan, upacara serah terima jabatan dilakukan sesuai dengan perintah Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa, yang telah keluar sebelumnya. Untuk itu, penggantian jabatan dilakukan seiring dengan proses pengadilan etik yang juga berlangsung.
”Sesuai dengan aturannya, prajurit itu harus taat dan patuh kepada perintah atasan dan tidak membantah keputusan. Sesuai dengan hasil dari keputusan kemarin, apa yang terjadi memenuhi unsur pelanggaran aturan yang berlaku. Tadi pagi melalui proses hukum dulu dan ada penahanan ringan selama 14 hari,” kata Surawahadi.
Menurut Surawahadi, ketaatan prajurit diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer Pasal 8 Ayat (a). Selain itu, maklumat untuk tidak membuat unggahan provokatif, hoaks, telah dikeluarkan sebelumnya, baik terkait anggota, maupun keluarga TNI.
”Saya telah keluarkan aturan pada 9 Januari lalu yang memerintahkan prajurit untuk mengingatkan dan membimbing keluarga agar tidak membuat berita atau posting-an yang mengandung hoaks atau provokatif,” kata Surawahadi.
Surawahadi menambahkan, seorang prajurit harus membimbing keluarga, termasuk istri dan anak, agar mematuhi aturan yang berlaku. Jika tidak, prajurit tersebut harus menanggung konsekuensi dari aturan yang berlaku. ”Di (masyarakat) umum mungkin tidak semuanya tersosialisasi, tapi itulah ketentuan kami. Kalau mau jadi tentara harus patuh ke atas,” kata Surawahadi.
Terkait postingan yang dilakukan oleh istri Hendi, kasus akan ditangani oleh kepolisian, sebagai orang sipil.
Kalau mau jadi tentara harus patuh ke atas. (Surawahadi)
Yustinus menambahkan, pada pukul 08.40 pagi, telah dilakukan sidang hukum disiplin militer terhadap Kolonel Hendi Suhendi. Dengan mempertimbangkan berbagai aturan yang ada, diputuskan secara resmi mantan Dandim tersebut akan ditahan selama 14 hari.
”Itu mulai berlaku sejak hari ini. Selanjutnya diserahkan ke polisi militer untuk mengambil alih,” ucapnya.
Kolonel Hendi Supendi disanksi etik terkait unggahan istrinya di media jejaring Facebook. Irma mengunggah status yang diduga kuat mengomentari kasus penusukan yang menimpa Menkopolhukam Wiranto, dua hari lalu, di Banten.
Status tersebut viral di media sosial dan tidak butuh waktu lama, KSAD Jenderal Andika Perkasa mengambil langkah untuk memberi hukuman kepada Kolonel Hendi Suhendi, yaitu pencopotan jabatan, dan penahanan ringan.
Hendi mengaku menerima kesalahan dan semua keputusan yang dijatuhkan kepadanya. ”Saya terima salah. Saya terima apa keputusan dari pimpinan, dan itu pelajaran bagi kita semua. Ini hikmah bagi kita semua,” kata Hendi yang tidak banyak memberikan komentar kepada awak media.
Saya terima salah. Saya terima apa keputusan dari pimpinan, dan itu pelajaran bagi kita semua. Ini hikmah bagi kita semua. (Hendi Suhendi)
Menurut Yustinus, setiap prajurit harus menerima konsekuensi dari apa yang telah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut berlaku kepada siapa saja yang melanggar Sapta Marga dan sumpah prajurit, juga berbagai aturan yang berlaku.
Dalam kasus ini, Hendi dijatuhi hukuman sesuai Pasal 9 Ayat (a), Undang-Undang No 25/2014 tentang Hukum Disiplin Militer. Pasal tersebut berbunyi, jenis pelanggaran hukum disiplin militer adalah segala perbuatan yang bertentangan dengan perintah kedinasan, peraturan kedinasan, atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata tertib militer.
”Itu merupakan hukuman tegas dan saya selaku atasan yang memimpin sidang etik, menghukum siapa saja yang melanggar. Kami berharap agar kejadian ini tidak terulang dan mengimbau kepada masyarakat untuk menciptakan suasana sejuk dan tenteram,” tambah Yustinus.