Tiga narapidana di Lapas Kota Sabang, Provinsi Aceh yang kabur setelah menghajar sipir pada Minggu (13/10/2019). Hingga Senin (15/10/2019) tiga napi yang kabur tersebut belum berhasil ditemukan.
Oleh
·3 menit baca
SABANG, KOMPAS - Tiga narapidana di Lapas Kota Sabang, Provinsi Aceh yang kabur setelah menghajar sipir pada Minggu (13/10/2019). Hingga Senin (15/10/2019) tiga napi yang kabur tersebut belum berhasil ditemukan.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Aceh Lilik Sujandi menuturkan tiga napi tersebut adalah Rustam kasus narkoba, vonis delapan tahun, Ridwan kasus narkoba vonis enam tahun, dan Hardiansyah kejahatan terhadap anak vonis delapan tahun.
Peristiwa pelarian tiga napi terjadi pada pukul 12.30. Lilik menduga rencana pelarian telah diatur oleh mereka. Siang itu lapas hanya dijaga dua orang sipir padahal biasanya tujuh orang, karena sebagian besar sipir sedang ikut pendidikan dan pelatihan kepegawaian.
Aksi itu dimulai saat Ridwan meminta dibukakan pintu dengan dalih mau menanyakan surat bebas bersyarat untuk dirinya. Seorang sipir bernama Akbar membuka pintu, namun tiba-tiba dua napi lain memukul Akbar.
Melihat Akbar dipukuli, Wajiansyah sipir yang lain membantu, namun senasib dengan kawannya, Wajiansyah pun tersungkur dipukul bertubi-tubi. Dalam sekejap tiga napi itu keluar dari halaman lapas.
Kami curiga Marsya kabur bersama tiga napi lain, ujar Lilik
Petugas berusaha mengejar, namun sebuah mobil Toyota Innova warna hitam telah menunggu mereka. Dalam hitungan detik mobil itu melaju kencang ke arah permukiman.
Dibantu sesama napi
Menurut Lilik, ada kemungkinan tiga napi itu kabur dibantu oleh Marsya, seorang napi lain yang telah bebas bersyarat pada 11 Oktober 2019 lalu. Aalasnnya Marsya dan mobil miliknya tidak diketahui keberadaannya. "Kami curiga Marsya kabur bersama tiga napi lain," ujarnya.
Lilik mengatakan, pengawasan perlu diperketat dengan memaksimal personel dan menambah kamera pemantau. Saat ini belum semua lapas dilengkapi kamera pemantau. Lilik berdalih anggaran untuk pengadaan kamera pemantau tidak mencukupi.
Kasus pelarian napi terus berulang di Aceh. Pada 29 November 2018, sebanyak 113 napi di Lapas Kelas IIA Banda Aceh kabur setelah merusak bangunan lapas. Sebagian besar napi yang kabur dari lapas itu hingga kini belum berhasil ditangkap.
Pada 3 Juni 2019, napi di Rutan Sigli mengamuk dan membakar bangunan, tetapi tidak ada yang kabur. Pada 16 Juni 2019 terjadi kerusuhan di Rutan Lhoksukon, sebanyak 73 napi kabur, sebagian berhasil ditangkap. Catatan Kompas, hingga saat ini masih ada 100 napi lebih yang kabur belum berhasil ditangkap kembali.
Anggota DPRI asal Aceh, Nasir Djamil mengatakan berulangnya kasus pelarian napi menunjukkan ada masalah dalam pengelolaan lapas. Salas satu pemicunya sumber daya manusia di lapas terutama sipir masih rendah. Kemampuan komunikasi dan psikologi belum matang. Selain itu, adanya praktik nepotisme membuat kecemburuan antarnapi.
Nasir mendesak Kanwil Kemenkumham dan polisi untuk menangkap para napi yang kabur, sebab mereka orang yang bermasalah dengan hukum sehingga berpotensi menghadirkan ketidaknyamanan terhadap warga lain.
Sebelumnya Kepala Bidang Humas Polda Aceh Komisaris Besar Ery Apriyono mengatakan, foto-foto napi yang kabur telah disebar kepada publik. Ery mengatakan, polisi masih berupaya memburu para napi itu.