JAKARTA, KOMPAS--Kemampuan merumuskan industri strategis yang tepat menentukan kemajuan suatu negara. Untuk keperluan itu, kesiapan sumber daya manusia diakselerasi.
"Semua negara yang berhasil melakukan industrialisasi mampu merumuskan industri strategis yang cocok untuk negaranya," kata ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati di Jakarta, Senin (14/10/2019).
Enny menyampaikan hal itu saat menjadi pembahas dalam bedah buku "Merajut Asa; Membangun Industri, Menuju Indonesia yang Sejahtera dan Berkelanjutan" karya Airlangga Hartarto.
Menurut Enny kebijakan akan benar-benar fokus ketika industri strategis dapat dipetakan. Dalam konteks kebijakan industri di Indonesia, saat ini sudah ada Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Berdasarkan undang-undang itu, sudah ada Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN).
"Akan tetapi menjadi persoalan, bagaimana RIPIN, atau apa pun kebijakan industri itu, menjadi kebijakan industri secara nasional, tidak hanya milik Kementerian Perindustrian," kata Enny.
Terkait sumber daya manusia (SDM), Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Mochamad Ashari mengatakan, SDM yang berpendidikan sekolah dasar atau lebih rendah akan menghadapi masalah saat memasuki era industri 4.0. Sebab, jumlah pekerja, khususnya yang melakukan pekerjaan bersifat rutin, akan digantikan mesin.
Di level pendidikan tinggi, menurut Mochamad Ashari, tidak perlu mengkhawatirkan minat generasi muda Indonesia terhadap teknologi. "Apalagi kalau nanti kita dapat melakukan kombinasi, lulusan selain dibawa ke industri juga diarahkan ke kewirausahaan berbasis teknologi," ujarnya.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini menuturkan, infrastruktur fisik cukup bagi Indonesia dalam memasuki era industri 4.0. Namun, menurut dia, dari sisi SDM belum mencukupi.
Terkait hal itu, menurut Hendri, harus dibuat strategi yang dapat mengikutkan 55 persen penduduk berpendidikan sekolah menengah pertama ke bawah. Apalagi, hal terpenting di era digital adalah ekosistem.
"Maka, kita tidak perlu ratusan juta orang berpendidikan tinggi. (Hal) yang kita perlukan adalah puluhan juta anak kreatif yang menjadi driver (penghela) dari setiap sektor," ujar Hendri.
Dia mencontohkan melalui pertanian digital, aktivitas menanam, memanen, atau memroses di tingkat pertama cukup dikerjakan yang berpendidikan SMP ke bawah. "Tetapi yang memikirkan, mencarikan pasar, berinovasi, dan sebagainya adalah anak-anak muda kreatif tadi," ujar Hendri.
Saat memberi sambutan di awal acara bedah bukunya, Airlangga Hartarto menyampaikan, program Making Indonesia 4.0 belum ada di dalam RIPIN yang diterbitkan pada 2015. "Oleh karena itu Kemenperin mendorong ada Perpres yang baru khusus untuk mempercepat industri 4.0," kata Airlangga.
Making Indonesia 4.0 diluncurkan Presiden Joko Widodo pada 4 April 2018. Lima sektor yang diprioritaskan dalam penerapan industri 4.0 adalah industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif, kimia, dan elektronika.(CAS)