Suara-suara harapan dari ujung timur dan barat negeri ini mengiringi pelantikan presiden-wakil presiden masa jabatan 2019-2024 pada Minggu (20/10/2019).
Oleh
Fabio Costa/Zulkarnaini
·4 menit baca
Pelantikan presiden-wakil presiden masa jabatan 2019-2024 berlangsung hari Minggu (20/10/2019). Segenap bangsa menantikan kerja nyata dan perwujudan janji-janji kampanye Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Suara-suara harapan dari ujung timur dan barat negeri pun menembus jarak ribuan kilometer jauhnya dari ibu kota negara.
Dari Papua, provinsi paling timur negeri ini, suara harapan itu dikemukakan oleh Wakil Ketua Dewan Adat Papua John Gobay dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Thomas Sondegau. Di Jayapura, kota yang berjarak sekitar 3.800 kilometer garis lurus dari Jakarta, John berharap adanya solusi permanen untuk mengatasi konflik di tanah Papua selama beberapa bulan terakhir.
Beberapa waktu lalu, Papua dilanda gejolak unjuk rasa yang berakhir anarki. Wilayah yang terdampak adalah Manokwari, Kota Sorong, Fakfak, Kota Jayapura, Deiyai, dan Wamena. Ratusan bangunan dibakar massa dan puluhan warga meninggal dalam kerusuhan tersebut.
”Solusinya adalah penyelesaian tunggakan kasus HAM (hak asasi manusia) berat di Papua dan Papua Barat. Selain itu, diperlukan dialog antara pemerintah pusat dan pihak yang berbeda pendapat agar mendapatkan jalan keluar untuk penyelesaian konflik di Papua,” ujar John.
Sementara Thomas Sondegau berharap, pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo tak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur. Menurut dia, pelayanan publik dengan peningkatan indeks pembangunan manusia di Papua dan Papua Barat juga perlu menjadi prioritas.
Thomas mengatakan, program Nawacita dalam aspek pembangunan infrastruktur sudah terlihat dalam lima tahun terakhir, seperti Jalan Trans-Papua di daerah Pegunungan Tengah dan Jembatan Holtekamp di Kota Jayapura. Namun, dia menilai, pelayanan publik dalam sektor kesehatan, pendidikan, kelistrikan, dan jaringan telekomunikasi di Papua dan Papua Barat belum memadai hingga kini.
Kami berharap Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dapat membantu warga Papua mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik lagi lima tahun ke depan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, indeks pembangunan manusia (IPM) di Papua dan Papua Barat masih jauh di bawah target nasional. IPM Papua dengan poin 60,06 dan Papua Barat 62,99. Sementara target nasional pada tahun ini adalah 71,98.
”Kami berharap Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dapat membantu warga Papua mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik lagi lima tahun ke depan,” kata Thomas.
Beralih ke provinsi paling barat negeri ini, yakni Aceh, berbagai harapan terhadap pemerintahan baru juga disuarakan. Dari Banda Aceh yang berjarak sekitar 1.800 kilometer garis lurus dari Jakarta, harapan itu mengemuka dari sejumlah tokoh.
Ketua Umum Partai Aceh dan Komite Peralihan Aceh Muzakir Manaf menuturkan, dalam usia 14 tahun perdamaian Aceh, seharusnya semua kesepakatan antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah telah rampung. Namun, menurut dia, hingga kini masih ada beberapa poin yang masih ”mengambang”.
Di antaranya, pelimpahan kewenangan pertanahan, lambang, bendera, pembagian hasil migas 70 persen untuk Aceh dan 30 persen untuk pemerintah pusat, penetapan batas wilayah Aceh, serta pembagian lahan untuk korban konflik.
Poin-poin tersebut merupakan kesepakatan antara perwakilan GAM dan Pemerintah RI di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005. Kesepakatan itu kemudian diturunkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Menurut Muzakir, yang juga mantan Panglima GAM, komitmen Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan poin-poin tersebut adalah bentuk penguatan perdamaian di Aceh.
Harapan besar terhadap pemerintahan baru juga disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Dahlan Jamaluddin. Sejumlah proyek nasional di Aceh diharapkan segera dirampungkan agar manfaatnya segera dirasakan warga.
Beberapa proyek strategis nasional di Aceh itu antara lain pembangunan Waduk Keureutoe, Aceh Utara, pembangunan jalan tol, dan pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun. ”Saya percaya, Presiden Joko Widodo akan menyelesaikan infrastruktur itu sesuai rencana,” kata Dahlan.
Ia juga mengingatkan Joko Widodo untuk menepati janji kampanye, yakni memperpanjang masa pemberian dana otonomi khusus buat Aceh. Secara regulasi, dana otonomi khusus Aceh akan berakhir pada 2027. ”Saat kampanye di Lhokseumawe, jika menang, Joko Widodo berjanji akan memperpanjang,” ujar Dahlan.
Muzakir Manaf dan Dahlan Jamaluddin juga mengatakan perlunya merawat komunikasi antara elite Aceh dan Presiden Joko Widodo. Selama ini, para elite Aceh, terutama mantan anggota GAM, memiliki akses komunikasi yang lancar dengan Jusuf Kalla. Sebagai inisiator perdamaian, Jusuf Kalla dikenal dekat dengan para tokoh GAM.
Ketika posisi Jusuf Kalla digantikan oleh Ma’ruf Amin, diharapkan jembatan komunikasi dengan presiden dan wapres tetap berjalan baik sehingga ruang dialog terbuka. ”Bila perlu, dibentuk badan ad hoc di Aceh sebagai perpanjangan tangan Presiden,” kata Muzakir.
Sementara itu, dosen ilmu ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Rustam Efendi, menuturkan, pembangunan ekonomi Aceh masih butuh intervensi pemerintah pusat. Mengandalkan dana otonomi khusus saja tentu tidak cukup sebab banyak sektor yang harus dibiayai. ”Pembangunan infrastruktur skala besar dibutuhkan untuk mendorong aktivitas ekonomi, tetapi butuh pembiayaan dari APBN,” ucap Rustam.