Misteri peristiwa yang terjadi dua minggu terakhir mengenai teror penyiraman air keras mulai terjawab. Polisi menangkap seorang pria yang pernah mengalami kekecewaan hidup kepada orang lain.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik Polda Metro Jaya menangkap FY (29), pelaku penyerangan air keras di tiga lokasi berbeda di Jakarta Barat. Rasa frustrasi diduga kuat sebagai faktor pendorong pelaku melancarkan terornya kepada warga.
Dalam kurun waktu dua minggu, warga di Jakarta resah akibat teror penyiraman air keras. Lokasi pertama terjadi di Jalan Raya Kebon Jeruk, sekitar pukul 16.30, Selasa (5/10/2019). AE dan P, dua siswi SMP, menjadi korban saat berjalan menuju sebuah kafe. Mereka dipepet dari arah berlawanan oleh pria tidak dikenal yang mengendarai sepeda motor.
Teror kedua terjadi di Jalan Taman Aries Utama Blok D, Kembangan, pukul 19.18, Jumat (8/11/2019). S (59), pedagang sayur, menjadi korban penyiraman air keras yang dilakukan pria tidak dikenal. Terakhir, penyiraman air keras terjadi di Gang Mawar, Kembangan, sekitar pukul 13.00, Jumat (15/11/2019). EK (15), SAA (16), dan WM (16), siswi pelajar SMP, terkena siraman air keras saat hendak pulang sekolah.
”Setelah menyelidiki dan melihat pergerakan pelaku melalui kamera pemantau, kami menangkap FY (29), Jumat (15/11/2019) sekitar pukul 18.30, yang tinggal di Kembangan tidak jauh dari lokasi tempatnya beraksi di Gang Mawar, Kembangan,” kata Perwira Unit 2 Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Adhi Wananda, Sabtu (16/11/2019).
Hasil pemeriksaan sementara, FY melakukan penyiraman dalam keadaan sadar. Dalam melancarkan aksinya, pelaku yang bekerja sebagai tukang servis AC itu menyiram korban secara acak. Sejauh ini, penyidik belum menemukan indikasi terduga pelaku mengalami gangguan kejiwaan berat, seperti delusi atau halusinasi.
Berdasarkan keterangan saat pemeriksaan, penyidik menduga pelaku melakukan kejahatannya itu karena rasa frustrasi dari pengalaman sebelumnya. Pelaku pernah mengalami kecelakaan kerja, jatuh dari lantai tiga. Dia tidak mampu membiayai pengobatan. Pelaku melampiaskan rasa frustrasinya ke orang lain dengan harapan korban merasakan penderitaan yang sama.
”Rasa frustrasi bisa mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan. Pelaku memiliki keterbatasan komunikasi, kemampuan membina hubungan interpersonal buruk, dan kurang berempati. Sosialisasi yang buruk, kurang teman, hingga kurangnya perhatian membuat seseorang emosi dan marah hingga frustrasi,” kata psikolog forensik A Kasandra Putranto.
Hasil pemeriksaan sementara, pelaku menggunakan cairan yang sama di tiga lokasi penyiraman, yaitu Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, soda api, atau sodium hidroksida. Cairan ini juga dikenal sebagian orang sebagai air keras.
”Pelaku mencampurkan soda api ke dalam botol berisi air lalu menyiramkan ke korban. Bahannya berbahaya karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit,” kata Kepala Bidang Kimia Biologi Forensik Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Besar Andi Firdaus. Ia menyarankan, jika terkena cairan dari soda api harus segera disiram dengan air bersih untuk meminimalkan.