Seusai menorehkan sejarah sebagai petinju pertama Indonesia yang mampu meraih gelar juara di tiga kelas berbeda, Daud Yordan masih ingin terus bertarung di atas ring dan menambah gelar.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seusai menorehkan sejarah sebagai petinju pertama Indonesia yang mampu meraih gelar juara di tiga kelas berbeda, Daud Yordan masih ingin terus bertarung di atas ring dan menambah gelar. Sebagai petinju profesional, ia akan terus berlatih untuk menjaga kebugarannya dan siap menghadapi pertarungan berikutnya.
Daud berhasil meraih gelar juara dunia kelas ringan (lightweight) versi Asosiasi Tinju Internasional (IBA) dan Asosiasi Tinju Dunia (WBA) Oriental setelah mengalahkan petinju Afrika Selatan, Michael Mokoena, pada Mahkota Boxing Series di Batu, Jawa Timur, Minggu (17/11/2019).
Sebelumnya, ia telah meraih gelar juara kelas bulu (featherweight) dan superbulu (super-featherweight).
Dalam kunjungannya ke Kantor Kompas, Jumat (22/11/2019), di Jakarta, Daud menyatakan masih ingin terus bertanding meski sudah berumur 32 tahun.
”Orang Asia rata-rata dapat bertarung hingga usia 35 tahun. Namun, sudah banyak petinju yang dapat memecahkan mitos tersebut, salah satunya petinju Filipina, Manny Pacquiao, yang bisa bertarung hingga umur 40 tahun,” ujar Daud.
Untuk mewujudkan ambisinya tersebut, Daud terus mengasah kemampuan di sasana tinju miliknya di Kayong Utara, Kalimantan Barat.
Sebagai petinju senior, ia selalu berusaha menunjukkan sikap disiplin dalam berlatih dan istirahat kepada petinju yunior. Dengan cara tersebut, ia akan selalu diingatkan ketika muncul rasa malas.
Ia juga termotivasi ketika melihat anak-anak yang datang ke sasana untuk berlatih tinju. Semangat anak-anak tersebut membuat Daud ingin terus meraih prestasi sebanyak-banyaknya. Ia berharap, melalui sasana yang dibangunnya, dapat muncul petinju baru yang akan mengharumkan nama Indonesia di tingkat dunia.
Di umurnya yang tak muda lagi, Daud semakin dewasa dalam bertarung. Ia tidak lagi terburu-buru dalam melepaskan pukulan. ”Dahulu ingin KO lawan secepat-cepatnya, tetapi malah jadi bumerang bagi saya,” kata Daud.
Ia menceritakan, ketika masih berumur 20 tahunan, ia tidak memedulikan lawan yang dihadapi, termasuk ketika berhadapan dengan petarung kelas dunia. Bertanding dengan cara terburu-buru membuatnya cepat lelah dan tidak efektif.
Dari pengalaman tersebut, ia pun mulai belajar mengatur ritme pertandingan. Daud selalu melakukan evaluasi seusai bertanding untuk meningkatkan pergerakan dan pukulannya.
Melihat semangat Daud yang tinggi, Managing Director Mahkota Promotion Urgyen Rinchen Sim atau yang akrab dipanggil Simon telah mempersiapkan dua pertandingan pada tahun depan.
Pada bulan Maret, Mahkota akan menyelenggarakan pertandingan di Singapura dan pada April atau Mei di Swiss. ”Kita masih bisa mengejar lima juara dunia lain. Daud masih bisa menambah satu atau dua gelar lagi,” ujar Simon.
Selain kedua pertandingan tersebut, Daud dapat mengejar prestasi lainnya melalui duel unifikasi juara dunia. Simon masih mengusahakan agar Daud dapat bertemu petinju Amerika Serikat Jose Ramirez yang menyandang status juara kelas ringan WBO (World Boxing Organization) dan petinju Argentina Jeremias Ponce yang menyandang gelar juara IBO (International Boxing Organization).
Selain Daud, Mahkota juga akan menggelar pertandingan untuk petinju Indonesia lainnya, Ongen Saknosiwi.
Ongen berhasil mencatatkan sejarah sebagai petinju Indonesia tercepat yang menjadi juara dunia, yakni di bawah 10 pertarungan. Ia berhasil mengalahkan petinju Filipina, Marco Demencillo, untuk merebut gelar juara kelas bulu IBA.
Simon ingin Ongen mendapatkan pengalaman bertarung lebih banyak agar kemampuannya dapat lebih terasah. Ia berharap pemerintah memberikan dukungan agar kedua petinju tersebut dapat terus bertarung dan meningkatkan prestasi.