Sejumlah industri, baik skala kecil, menengah, maupun besar, yang berada di sekitar Sungai Bengawan Solo, Jawa Tengah, diminta membangun sistem pengelolaan limbah. Mereka diberi tenggat 12 bulan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah industri, baik skala kecil, menengah, maupun besar, yang berada di sekitar Sungai Bengawan Solo, Jawa Tengah, diminta membangun sistem pengelolaan limbah. Pihak industri diberikan tenggat 12 bulan untuk menghentikan pencemaran.
Pada Selasa (3/12/2019), di kantor Gubernur Jateng, Kota Semarang, digelar rapat koordinasi penanggulangan pencemaran Sungai Bengawan Solo. Rapat dihadiri sejumlah kepala daerah, organisasi perangkat daerah, dan pengusaha yang terkait dengan sungai tersebut.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, dalam rapat tersebut telah disepakati akan ada perbaikan sistem pengelolaan limbah dalam 12 bulan. Dengan demikian, nantinya tak ada lagi pembuangan limbah industri ke Sungai Bengawan Solo.
”Setelah 12 bulan, kalau masih mencemari, penegak hukum akan turun tangan. Namun, jika setelah 12 bulan masih dalam proses, ajukan izin khusus ke saya. Misalnya, waktu yang diperlukan 16 bulan. Itu boleh. Ini menjadi win-win solution,” tuturnya.
Ganjar menuturkan, total ada lebih dari 100 industri, baik kecil, menengah, maupun besar, di sekitar Bengawan Solo, antara lain Kota Solo, Kabupaten Wonogiri, Sragen, Boyolali, Karanganyar, dan Blora. Ada industri kecil alkohol, batik, dan tahu, juga ada peternakan.
Setelah 12 bulan, kalau masih mencemari, penegak hukum akan turun tangan. Namun, jika setelah 12 bulan masih dalam proses, ajukan izin khusus ke saya.
Hal itu menjadi salah satu sumber persoalan. ”Maka, saya tawarkan untuk mendirikan IPAL (instalasi pengolahan air limbah). Dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga mendukung. Ada peralatan deteksi dini dan fasilitas pembangunan IPAL,” ucapnya.
Ganjar menambahkan, pihaknya akan meminta kepada tim penanganan pencemaran Bengawan Solo untuk membuat rencana aksi pada pekan ini. Kemudian, pekan depan, akan dicek satu per satu sehingga ada penanganan yang komprehensif dan berkelanjutan.
Persuasif
Manajer Operasional PT Indo Acidatama Tbk Edy Darmawan, selaku perwakilan industri, menuturkan, pihaknya sudah memiliki IPAL, bahkan sedang ditingkatkan agar tak lagi menghasilkan limbah cair. Namun, kemampuan setiap industri untuk membuat IPAL beragam.
”Bengawan Solo ini memang tanggung jawab bersama. Di industri, umumnya teknologi dan dana menjadi salah satu kendala, tetapi adanya fasilitasi dari pemerintah menjadi hal baik. Pendekatan persuasif tepat untuk mengatasi masalah ini,” kata Edy.
Ia menambahkan, salah satu hal penting dalam pengelolaan limbah industri adalah teknologi. Namun, tak semua industri memiliki pengetahuan teknologi modern. Karena itu, perlu dukungan semua pemangku kepentingan agar Bengawan Solo ke depan benar-benar bebas dari pencemaran.
Pencemaran limbah di Sungai Bengawan Solo sempat memengaruhi terhentinya produksi air bersih oleh PDAM Tirta Amerta Blora. Pada Selasa-Jumat, 26-29 November 2019, penyaluran kepada sekitar 12.000 pelanggan di Kecamatan Cepu, Sambong, Jepon, Jiken, dan Blora terhenti.
Direktur PDAM Tirta Amerta Blora Yan Riya Pramono mengatakan, pada Sabtu hingga Senin, air mulai disalurkan ke Kecamatan Blora dan Sambong. ”Per hari ini (Selasa) sudah semuanya tersalurkan. Sudah normal. Ke depan, kami harap ada penanganan (pencemaran sungai) yang permanen,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Rabu, 27 November, tingkat kepekatan air dari Bengawan Solo di Cepu, Blora, mencapai 1.076 true color unit (TCU). Padahal, batas tingkat kepekatan untuk bisa diolah maksimal 200 TCU. Saat ini, kata Yan, kondisi sudah jauh lebih baik.