Mustadi (50), warga Desa Pajar Bulan, Kecamatan Semendo Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, ditemukan tewas, diduga karena diterkam harimau sumatera (”Panthera tigris sumatrae”) di kawasan hutan lindung.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
LAHAT, KOMPAS — Mustadi (50), warga Desa Pajar Bulan, Kecamatan Semendo Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, ditemukan tewas, diduga karena diterkam harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). Lokasi penerkaman di kawasan hutan lindung. Ini merupakan kejadian penerkaman harimau kelima dalam satu bulan terakhir di Sumsel dengan tiga korban tewas dan dua orang terluka.
Kepala Kepolisian Resor Lahat Ajun Komisaris Besar Ferry Harahap, Jumat (13/12/2019), mengatakan, peristiwa ini bermula saat Mustadi dan rekannya, Irian, hendak menggarap kebun kopi milik Muplih di kawasan Atara Pedamatan Rekemai Jaya yang berada di dalam kawasan Hutan Seribu, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Lahat, Kamis (12/12/2019). Sore hari, setelah menggiling kopi di depan pondok, Mustadi berniat mengambil burung pikat miliknya.
Namun, sekitar 10 meter dari pondok, Irian melihat ada seekor harimau mengendap-endap ke arah Mustadi. Irian berteriak kepada Mustadi untuk menghindar, tetapi harimau telanjur menerkam.
Melihat peristiwa itu, Irian segera memukul seng agar harimau segera menjauh dari korban. Cara itu sempat berhasil. Irian lalu mendekati korban, tetapi harimau kembali menghampiri korban. Irian lantas berlari meminta pertolongan.
Setelah diketahui Mustadi diterkam harimau, polisi dan warga segera mendatangi lokasi kejadian. Saat ditemukan, kondisi tubuh Mustadi sudah tidak utuh lagi.
Terdapat luka di leher bagian depan dan luka menganga di dada sebelah kanan dengan tulang rusuk serta sebagian organ dalam korban hilang. Selain itu, bagian betis hingga telapak kaki kiri dan kanan hilang.
Sampai saat ini, ungkap Ferry, pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah II Lahat untuk memeriksa lokasi kejadian. Ferry mengimbau warga untuk tidak berkebun sendiri dan menghindari untuk bermalam karena saat ini kondisi lokasi cukup rawan.
Menurut Ferry, kejadian ini merupakan dampak dari ketidakpatuhan warga terhadap aturan dan ketidakpedulian warga pada alam dengan merusak habitat satwa. Berdasarkan hasil pemeriksaan Polri dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel, para korban penerkaman harimau telah mengganggu habitat harimau sehingga satwa dilindungi ini marah.
Sampai saat ini alih fungsi lahan hutan lindung menjadi perkebunan masih terjadi. ”Saya meminta agar warga tidak lagi merambah hutan lindung. Apalagi menjadikan hutan lindung menjadi tempat bercocok tanam,” kata Ferry.
Kepala Seksi KSDA Wilayah II Lahat dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumsel Martialis Puspito mengungkapkan, kejadian ini serupa dengan kejadian di Tebat Benawa, Kota Pagar Alam, seminggu lalu. Saat itu seorang petani dari Kabupaten Lahat bernama Yudiansyah Harianto (40) tewas diterkam harimau. ”Kedua petani yang tewas ini bukan warga asli, melainkan pendatang yang hanya menggarap kopi di dalam kawasan hutan,” katanya.
Martialis menduga, harimau yang merenggut nyawa Yudiansyah dan Mustadi diduga merupakan individu yang sama. Hanya saja, dirinya belum bisa memastikan hal tersebut karena belum memasang kamera trap. ”Namun, saya yakin, kejadian ini ada pemicunya. Kami masih menyelidiki apa yang menjadi pemantik dari peristiwa kali ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Kuswanto (57) juga tewas diterkam harimau saat melakukan penebangan liar di kawasan hutan lindung Desa Pulau Panas, Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, Kabupaten Lahat. Korban lain, Marta Rolani (24), terluka saat diserang harimau di Tebat Benawa, Kota Pagar Alam, saat menyemprotkan racun rumput tanaman kopi di dalam kawasan hutan yang merupakan habitat harimau.
Martialis menuturkan, selain karena perambahan hutan lindung, konflik ini juga terjadi karena masifnya perburuan satwa mangsa harimau, seperti babi hutan, kambing hutan, kijang, dan rusa. Hal ini menyebabkan harimau harus menjelajah lebih jauh untuk mendapatkan makanan.
”Biasanya, kawasan jelajah harimau sekitar 20 kilometer per hari, tetapi karena mangsa berkurang, wilayah jelajah harimau menjadi 40 kilometer per hari,” ungkapnya.
Kepala BBKSDA Sumsel Genman Suhefti Hasibuan menuturkan, dalam kasus ini, semua aparat sudah mengingatkan petani untuk tidak memasuki kawasan hutan lindung karena banyak satwa liar. Selain itu, pihaknya bersama dengan dinas kehutanan Sumsel sudah bersepakat untuk mengusulkan maklumat kepada Gubernur terkait keberadaan masyarakat di dalam hutan lindung yang menjadi habitat satwa liar.