Teknologi Informasi Tekan Angka Kematian Ibu dan Bayi
›
Teknologi Informasi Tekan...
Iklan
Teknologi Informasi Tekan Angka Kematian Ibu dan Bayi
Pemerintah daerah didorong mengoptimalkan teknologi informasi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, salah satunya menekan angka kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pemerintah daerah didorong mengoptimalkan teknologi informasi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, salah satunya menekan angka kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir. Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menjadi contoh daerah yang telah mengimplementasikan hal tersebut.
Berdasarkan Survei Angka Sensus 2015, Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 305 per 1.000 kelahiran hidup. Angka itu tergolong tinggi dan ditargetkan turun menjadi 183 per 1.000 kelahiran baru pada 2024. Target ini tidak mungkin dicapai jika hanya mengandalkan program pemerintah pusat.
”Operasional program di kabupaten/kota sangat menentukan karena pemerintah daerah yang paling dekat dengan masyarakat,” ujar Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kirana Pritasari, di Sidoarjo, Jumat (13/12/2019).
Pemerintah daerah ikut bertanggung jawab memberikan akses pelayanan terbaik kepada ibu hamil sejak masa kehamilan hingga persalinan dan perawatan terhadap bayi baru lahir.
Pemerintah daerah ikut bertanggung jawab memberikan akses pelayanan terbaik kepada ibu hamil sejak masa kehamilan hingga persalinan dan perawatan terhadap bayi baru lahir. Namun, hal itu masih belum cukup karena persalinan merupakan peristiwa tak terduga meski bisa diprediksi sejak jauh hari.
Oleh karena itu, menurut Kirana, semua fasilitas kesehatan dan petugas yang melayani harus siaga 24 jam. Bidan mesti siap menolong persalinan yang tidak ada masalah, sedangkan puskesmas harus siap menangani sesuai kemampuannya jika terjadi masalah. Selain itu, rumah sakit sebagai pusat rujukan lanjutan juga mesti mengantisipasi supaya pasien tertangani maksimal.
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah memiliki sistem rujukan berjenjang berbasis teknologi informasi. Sistem ini menyinergikan bidan, puskesmas, dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidoarjo. Para bidan dan puskesmas dikoordinasi dinas kesehatan, mengantongi data ibu hamil secara rinci.
Saat terjadi masalah dalam proses persalinan dan dirujuk ke rumah sakit, data pasien bisa langsung dikirimkan lebih dulu seraya menunggu pasien yang tengah dalam perjalanan. Paramedis di rumah sakit sudah mendapatkan informasi tentang riwayat kesehatan ibu melahirkan sehingga penanganan menjadi lebih mudah, cepat, dan tepat.
Direktur RSUD Sidoarjo Atok Irawan mengatakan, sistem rujukan berjenjang ini mengintegrasikan tiga program unggulan sekaligus. Program itu adalah Simanies (Sidoarjo Maternal dan Neonatal Emergency SMS Gateway) yang dicanangkan RSUD Sidoarjo, Sicantik (Sidoarjo mencegah kematian ibu dan bayi) yang dicanangkan Dinkes Sidoarjo, dan PSC (Public Safety Center) 119.
Sistem rujukan berjenjang ini mengintegrasikan tiga program unggulan sekaligus.
Sicantik merupakan aplikasi jejaring yang menghubungkan para bidan, dokter spesialis kandungan, dan puskesmas yang merekam data serta memantau ibu hamil sesuai dengan wilayah masing-masing. Adapun Simanies dan PSC 119 merupakan aplikasi rujukan pasien ke RSUD Sidoarjo.
PSC akan mengoneksikan pasien dengan layanan ambulans terdekat yang ada di 18 kecamatan di Sidoarjo. Ambulans dan paramedis itu terkoneksi dengan unit gawat darurat sehingga perkembangan kondisi pasien terpantau secara berkala.
”Dokter di UGD bisa memandu paramedis di dalam ambulans untuk melakukan tindakan medis jika terjadi kondisi gawat darurat di perjalanan. Penanganan selama perjalanan juga menentukan, mengingat Sidoarjo kota urban dengan tingkat kemacetan lalu lintas tinggi,” kata Atok Irawan.
Sinergi tiga aplikasi pelayanan berbasis teknologi informasi ini diklaim berhasil menurunkan AKI di Sidoarjo. Berdasarkan data Dinkes Sidoarjo, AKI sampai awal Desember 2019 sebanyak 17 kasus, sedangkan angka kematian bayi (AKB) hingga Juni lalu tercatat 157 kasus.
AKI ini menunjukkan penurunan dibandingkan dengan 2018 sebanyak 23 kasus dan AKB 198 kasus. Saat itu, Sidoarjo menyumbang 23 kematian ibu dari total jumlah kematian ibu di Jatim sebanyak 522 kasus sepanjang 2018. Angka itu menempatkan Sidoarjo di peringkat tertinggi ketiga di Jatim untuk kasus kematian ibu dan bayi. Dua daerah lainnya yakni Kabupaten Jember dan Kabupaten Malang.
Keberhasilan Sidoarjo menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian bayi itu diharapkan menjadi contoh bagi daerah lain di Nusantara.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, dalam kunjungannya ke RSUD Sidoarjo, mengapresiasi program pelayanan rujukan berjenjang berbasis teknologi informasi. Keberhasilan Sidoarjo menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian bayi itu diharapkan menjadi contoh bagi daerah lain di Nusantara.
”Ini adalah sebuah tugas yang sangat mulia yang diemban RSUD Sidoarjo dalam ikut menanggulangi angka kematian ibu dan bayi secara nasional. Ini adalah tujuan menjaga kehidupan,” kata Terawan.