Perbaikan Terkendala Defisit Perdagangan dan Pembayaran Dividen
›
Perbaikan Terkendala Defisit...
Iklan
Perbaikan Terkendala Defisit Perdagangan dan Pembayaran Dividen
Target defisit transaksi berjalan 2,5 persen produk domestik bruto pada 2019 berisiko meleset. Perbaikan defisit transaksi berjalan ini terkendala neraca perdagangan dan neraca pembayaran dividen yang masih defisit.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Target defisit transaksi berjalan sebesar 2,5 persen produk domestik bruto pada 2019 berisiko meleset. Perbaikan defisit transaksi berjalan ini terkendala neraca perdagangan dan neraca pembayaran dividen yang masih defisit.
Mengutip data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang dikeluarkan Bank Indonesia, defisit transaksi berjalan pada III-2019 sebesar 7,665 miliar dollar AS atau 2,7 persen produk domestik bruto (PDB). Defisit menyempit dibandingkan dengan triwulan I, II, dan III-2018 sebesar 8,477 miliar dollar AS atau 2,9 persen PDB.
Pemerintah dan BI menargetkan defisit transaksi berjalan 2,5 persen PDB pada 2019.
Neraca transaksi berjalan dihitung berdasarkan empat komponen, yakni perdagangan barang, perdagangan jasa, pendapatan primer, dan pendapatan sekunder. Transaksi berjalan sepanjang triwulan I-III tahun 2019 defisit 22,54 miliar dollar AS.
Kepala Ekonom dan Riset UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja mengatakan, defisit transaksi berjalan tahun 2019 berpotensi meleset dari target karena defisit neraca perdagangan masih cukup dalam.
Selain itu, neraca pembayaran dividen mengalami defisit yang konsisten pada kisaran 8 miliar dollar AS setiap triwulan.
UOB Indonesia memproyeksikan defisit transaksi berjalan tahun 2019 sekitar 2,8 persen PDB. Kendati meleset dari target, defisit transaksi berjalan menyempit dibandingkan dengan tahun 2018 sebesar 2,9 persen PDB.
”Perbaikan transaksi berjalan mesti didukung upaya meredam impor dan meningkatkan neraca jasa, terutama dari pariwisata,” kata Enrico dari Singapura yang dihubungi pada Rabu (18/12/2019).
Menurut Enrico, pada 2019, impor barang modal ke Indonesia masih relatif tinggi karena percepatan pembangunan beberapa proyek infrastruktur. Tingginya impor barang modal belum diimbangi dengan ekspor produk dalam negeri. Karena itu, impor kini dibatasi sebagai jalan pintas memperbaiki neraca perdagangan.
Perbaikan neraca dagang juga tidak terlepas dari kepastian hukum dan stabilitas politik dalam negeri
Di sisi lain, perbaikan struktur ekspor membutuhkan waktu yang cukup lama. Enam program jangka pendek yang dirilis pemerintah untuk memperbaiki neraca perdagangan lebih fokus pada pengurangan impor minyak dan gas. Adapun pembangunan industri substitusi impor butuh waktu lebih dari satu tahun.
”Untuk mengeksekusi itu, perbaikan neraca dagang juga tidak terlepas dari kepastian hukum dan stabilitas politik dalam negeri,” kata Enrico.
Pemerintah mendesain enam program perbaikan neraca perdagangan yang akan dieksekusi dalam satu tahun meliputi implementasi biodiesel 30 persen (B30), gastifikasi batubara, restrukturisasi Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), pembangunan smelter, pengembangan green refinery, dan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan sementara.
Secara terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, perbaikan defisit transaksi berjalan masih tertahan kontraksi kinerja ekspor dan impor. Pemerintah memproyeksikan neraca transaksi berjalan masih defisit 2,6 persen PDB pada 2019.
Stabilitas rupiah
Enrico menambahkan, defisit transaksi berjalan yang berangsur-angsur menyempit turut memengaruhi stabilitas rupiah dan rendahnya inflasi. Kurs rupiah stabil bahkan menguat 3,3 persen terhadap dollar AS pada pertengahan Desember 2019. Sementara inflasi relatif rendah sekitar 3 persen.
”Penguatan rupiah juga didukung arus modal asing masuk yang mencapai 12,2 miliar dollar AS. Arus modal masuk ini termasuk yang tertinggi,” kata Enrico.
Defisit transaksi berjalan diperkirakan menyempit secara bertahap. Menurut Enrico, defisit transaksi berjalan tahun 2020 bisa mencapai 2,6 persen PDB dengan syarat pemerintah konsisten mengurangi impor dan meningkatkan ekspor jasa. Instrumen fiskal bisa dimanfaatkan untuk mendukung perbaikan itu dan menstimulasi perekonomian.
Defisit transaksi berjalan Indonesia terbilang tinggi dibandingkan dengan negara tetangga. Sebagai perbandingan, pada 2018, neraca transaksi berjalan Malaysia surplus 2,3 persen, Vietnam surplus 3 persen, Thailand surplus 7,5 persen, bahkan Singapura surplus 19 persen. Defisit neraca transaksi berjalan dialami Filipina sebesar 2,4 persen.
Kepala Kajian Makro Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia Febrio Kacaribu mengatakan, Indonesia tetap harus berhati-hati karena berkurangnya pelonggaran moneter oleh bank sentral negara maju menyebabkan aliran modal keluar dari negara berkembang, tak terkecuali Indonesia.
Bank sentral AS, The Fed, memutuskan mempertahankan suku bunga pada kisaran 1,5-1,75 persen. Langkah serupa diambil bank sentral Uni Eropa dan bank sentral India. Keputusan mengurangi pelonggaran kebijakan moneter karena inflasi yang masih di bawah target dan jeda transmisi penurunan suku bunga sebelumnya.
Risiko arus modal keluar ini mesti diantisipasi dengan mengontrol defisit transaksi berjalan. Jika tidak, kurs rupiah bisa terdepresiasi yang akan mengganggu stabilitas ekonomi nasional.