Korban Keraton Agung Sejagat Tertutup, Pendampingan Pemerintah Terhambat
›
Korban Keraton Agung Sejagat...
Iklan
Korban Keraton Agung Sejagat Tertutup, Pendampingan Pemerintah Terhambat
Pemerintah Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, berupaya mendata warganya yang menjadi korban penipuan Keraton Agung Sejagat. Namun, upaya tersebut terkendala sikap warga yang cenderung tertutup.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
PURWOREJO, KOMPAS - Pemerintah Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, berupaya mendata warganya yang menjadi korban penipuan Keraton Agung Sejagat atau KAS. Namun, sejauh ini, upaya tersebut terkendala sikap warga yang cenderung tertutup terkait keterlibatan mereka dalam KAS.
“Warga tidak mau terbuka. Sementara di sisi lain, kami pun tidak bisa memaksa dan sembarangan menuduh,” ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kabupaten Purworejo, Rita Purnama, Jumat (17/1/2020).
Dengan kondisi tersebut, lanjut Rita, pihaknya tidak bisa berbuat banyak, kecuali menunggu data-data korban dari hasil pengungkapan kasus oleh polisi. Saat ini, pemerintah desa dan kecamatan, tengah berupaya mendata korban KAS. Upaya itu dilakukan karena Pemerintah Kabupaten Purworejo memiliki program pendampingan untuk semua korban penipuan.
Selain pendampingan psikologis dengan melibatkan tenaga psikolog, Pemkab Purworejo akan membantu memberikan pendampingan hukum. Pendampingan hukum yang dimaksud adalah mendampingi, menguatkan mental korban, untuk menyusun keterangan perihal keterlibatannya hingga melaporkan diri ke polisi. Namun, karena sikap tertutup warga, upaya pendataan dan pendampingan diprediksi berlangsung lambat.
Sebagian warga yang terlibat, memang sudah mengakui menjadi anggota KAS dan diperiksa polisi. Namun demikian, mereka cenderung tertutup dan tidak mau terbuka mengungkap identitas rekan-rekannya yang lain.
Dalam kasus ini, Polda Jateng telah menetapkan Toto Santoso (42) dan Fanni Aminadia (41) sebagai tersangka dalam kasus dugaan penipuan lewat Keraton Agung Sejagat atau KAS di Kabupaten Purworejo. Keduanya mengklaim sebagai raja dan permaisuri dalam KAS. Ratusan pengikutnya diketahui dimintai iuran Rp 3 juta-Rp 30 juta.
Teguh (60), warga Desa Kedung Kamal, Kecamatan Grabag, yang sempat terlibat dalam KAS, mengatakan, dia masih terhubung dengan rekan-rekannya sesama anggota KAS dalam grup percakapan Whatsapp. Dalam grup tersebut, mereka masih sering berkomunikasi tentang kasus KAS. Namun, Teguh enggan menyebut jumlah rekan yang bergabung dalam grup dan tak mau menyebutkan nama-nama anggota lain selain yang sudah diperiksa polisi.
Mereka cenderung tertutup dan tidak mau terbuka mengungkap identitas rekan-rekannya yang lain.
Teguh mengatakan, kini, dirinya tidak berani bercerita detail perihal keterlibatannya dalam KAS karena salah satu rekannya bernama Chikmawan, melarangnya untuk mengungkapkan hal itu. “Kata Pak Chikmawan, kami tidak perlu lagi banyak bercerita kepada media ataupun polisi karena saat ini kami sudah memiliki kuasa hukum,” ujarnya.
Chikmawan yang juga sudah dipanggil dan diminta keterangan polisi, adalah penyedia tanah yang menjadi lokasi berdirinya bangunan-bangunan KAS. Dalam hal ini, Chikmawan disebutnya sebagai figur yang harus dipatuhi karena menjabat sebagai koordinator. Adapun Teguh merasa harus patuh karena merasa dirinya adalah anggota dengan jabatan di level bawah.
Setelah pengungkapan kasus KAS oleh polisi, Teguh mengatakan, dia dan sejumlah rekannya mengaku gelisah. Beberapa anggota KAS bahkan merasa tidak tenang dan mengajak Teguh untuk pergi meninggalkan Kabupaten Purworejo. Namun, ajakan itu ditolaknya.
“Jika pergi dari Purworejo, saya justru khawatir dituduh melarikan diri,” ujarnya.
Teguh mengaku menjadi anggota KAS sejak 2018. Selama bergabung, dia sudah mengeluarkan uang lebih dari Rp 10 juta yang dibayarnya sebagai dana sukarela untuk membiayai sejumlah kebutuhan dan kegiatan KAS.
Teguh juga mengajak istrinya Haryati untuk ikut terlibat sebagai anggota KAS. Dalam banyak kegiatan KAS, Haryati terlibat aktif membantu memasak semua makanan yang disuguhkan untuk semua anggota KAS.
Sikap tertutup serupa juga ditunjukkan oleh anggota KAS lainnya, Setyono Eko Pratolo. Hingga Jumat kemarin, Eko mengaku masih sering berkomunikasi dan berkeluh kesah dengan rekannya sesama anggota KAS. Namun, dia pun enggan untuk menyebutkan identitas rekan tersebut.