Sejumlah masalah yang membelit sektor industri telah dipetakan Kementerian Perindustrian. Demikian pula solusinya. Namun, solusi hanya akan jadi solusi ketika dapat diterapkan dan mampu mengatasi permasalahan.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
Hasil pemetaan persoalan oleh Kementerian Perindustrian disajikan dalam temu media terkait kinerja 2019 dan tinjauan pembangunan sektor industri 2020. Materi itu dituangkan dalam sebuah tabel yang terdiri dua sisi. Sisi kiri berisi tujuh masalah industri, sementara tabel di sisi kanan berisi solusi.
Mari kita urutkan satu demi satu. Masalah pertama adalah kekurangan bahan baku seperti kondensat (hasil penyulingan berupa cairan), gas, nafta (sulingan minyak bumi yang mempunyai titik didih rendah sehingga mudah menguap, digunakan sebagai pelarut dan bahan bakar), dan bijih besi. Selain itu, pelaku industri menghadapi kekurangan bahan penolong, seperti katalis, scrap atau baja bekas, kertas bekas, dan nitrogen.
Kementerian Perindustrian melihat solusi untuk masalah pertama tersebut, yakni dengan cara membangun industri kimia dasar dan logam dasar. Sebut, misalnya, pengembangan pengilangan.
Masalah kedua, yakni kekurangan infrastruktur pelabuhan, jalan, dan kawasan industri. Pembangunan infrastruktur dan kawasan industri dinilai menjadi solusi.
Problem ketiga yang dihadapi sektor indutri terkait dengan kekurangan utilitas listrik, air, gas, dan pengolah limbah. Solusi yang dianggap pas atas problem ini adalah mengembangkan kawasan industri yang terintegrasi dan dilengkapi instalasi pengolah limbah.
Adapun peningkatan pendidikan dan pelatihan tenaga ahli serta tenaga kerja melalui program link and match dianggap menjadi solusi untuk mengatasi masalah keempat, yakni kekurangan pengawas dan tenaga ahli berketerampilan.
Tekanan impor menjadi masalah kelima yang diupayakan solusinya melalui perlindungan terhadap pelaku di dalam negeri, seperti melalui kebijakan safeguard atau pengamanan untuk mencegah kerugian serius bagi industri dalam negeri akibat lonjakan impor barang sejenis, kebijakan tarif dan nontarif, serta penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Problem ini juga diselesaikan dengan mempermudah investasi dan alih teknologi. Masalah keenam sektor perindustrian adalah spesifikasi limbah industri untuk kertas bekas dan baja bekas yang terlalu ketat sehingga menyulitkan industri.
Kementerian Perindustrian menyebut solusinya antara lain dengan koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menetapkan slag atau limbah padat dapat digunakan sebagai bahan pengeras jalan.
Selain itu, spesifikasi kertas bekas dan besi bekas mengikuti standar internasional yang berlaku. Solusi lainnya adalah pengembangan industri daur ulang yang mengarah ke zero waste (nirlimbah/sampah).
Problem ketujuh terkait masalah yang masih dihadapi industri kecil dan menengah, mulai dari aspek pembiayaan, bahan baku dan bahan penolong, mesin atau peralatan, hingga pemasaran. Peningkatan kredit usaha rakyat jadi salah satu solusinya. Pendirian pusat bahan baku, restrukturisasi mesin atau peralatan, serta bimbingan ekspor jadi solusi lain.
Solusi hanya akan jadi solusi ketika dapat diterapkan dan mampu mengatasi permasalahan.
Masalah dan solusi sudah dipetakan. Pertanyaannya, apakah pemetaan itu telah terkomunikasikan ke semua pemangku kepentingan? Mampukah itu semua solusi itu dijalankan? Kapan? Sesuai pengalaman selama ini, tak sedikit solusi atau kebijakan tidak jalan atau terealisasi di lapangan. Sejumlah paket kebijakan ekonomi, misalnya, belum terimplementasi.
Kebijakan atau regulasi dituntut bagus dalam substansi, inklusif atau melibatkan pihak terkait dalam proses penyusunannya, dan mampu diimplementasikan untuk mencapai tujuan. Solusi hanya akan jadi solusi ketika dapat diterapkan dan mampu mengatasi permasalahan.