Pelayanan untuk penderita kanker sejauh ini belum merata di seluruh Indonesia. Ironisnya, hal ini terjadi di tengah jumlah kasus yang semakin meningkat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelayanan kesehatan untuk penderita kanker, terutama dalam mendapatkan layanan radioterapi, belum merata di seluruh Indonesia. Padahal, layanan kesehatan ini penting untuk mendukung keberhasilan terapi kanker di tengah jumlah kasus yang meningkat.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Agus Hadian Rahim mengatakan, pemerintah kini membangun sejumlah rumah sakit rujukan kanker di tingkat regional untuk mengatasi disparitas layanan kesehatan khusus kanker. Pembangunan rumah sakit rujukan ini terutama ditempatkan di wilayah Indonesia bagian timur dan Indonesia bagian tengah.
”Kami juga membentuk sistem rujukan kanker dengan stratifikasi tingkat satu sampai empat dengan standardisasi sumber daya manusia, peralatan, dan kompetensi tertentu. Ini dimaksudkan untuk memberikan layanan lebih merata dan mengurangi pasien yang menumpuk di rumah sakit rujukan nasional,” katanya di Jakarta, Senin (1/2/2020). Hari Kanker Sedunia diperingati setiap tanggal 4 Februari.
Kami juga membentuk sistem rujukan kanker dengan stratifikasi tingkat satu sampai empat dengan standardisasi sumber daya manusia, peralatan, dan kompetensi tertentu.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, tercatat ada 14 rumah sakit rujukan nasional, 20 rumah sakit tingkat provinsi, dan 110 rumah sakit tingkat regional. Sementara itu, jumlah rumah sakit yang memiliki layanan radioterapi sebanyak 42 rumah sakit dengan total peralatan sebanyak 56 unit. Rumah sakit tersebut tersebar di 16 provinsi. ”Masalahnya, memang sebagian besar layanan kesehatan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa,” ucap Agus.
Dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, Tubagus Djumhana Atmakusuma, berpendapat, selain layanan kesehatan khusus kanker belum merata di Indonesia, masalah lainnya adalah minimnya ketersediaan dokter spesialis onkologi atau dokter yang khusus menangani kanker.
”Dokter spesialis kanker juga belum merata di seluruh Indonesia. Untuk itu, peningkatan kompetensi dan kapasitas dari tenaga kesehatan sangat dibutuhkan, setidaknya dalam mendeteksi kanker pada pasien agar bisa cepat dirujuk ke rumah sakit yang kompeten,” katanya.
Pada 2018 tercatat sebanyak 348.809 kasus baru pada penderita kanker di Indonesia. Dari data itu, kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banuak diderita, yakni mencapai 58.256 kasus. Kemudian, terdapat 32.469 kasus kanker serviks dan 30.023 kasus kanker paru.
Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan Tri Hesty Widyastoeti menyampaikan, tingginya jumlah penderita kanker di Indonesia karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat. Pemahaman akan gejala dan tanda dini juga masih kurang.
”Pemerintah saat ini akan lebih menekankan edukasi dan sosialisasi serta upaya promosi dan preventif pada gejala dan tanda-tanda dini penyakit kanker. Harapannya, kasus kanker di Indonesia bisa lebih ditekan atau setidaknya bisa ditemukan lebih dini agar angka keberhasilan terapi kian tinggi dan tidak menjadi beban ekonomi negara,” ujarnya.