Ruang Tenaga Kerja Lokal di Usaha Rintisan Makin Sempit
›
Ruang Tenaga Kerja Lokal di...
Iklan
Ruang Tenaga Kerja Lokal di Usaha Rintisan Makin Sempit
Kemudahan bagi tenaga kerja asing di usaha rintisan digital, sebagaimana tertuang dalam RUU Cipta Kerja, dinilai mengancam pekerja lokal. Pemerintah perlu mengatasi problem kualitas dan kuantitas pekerja di sektor itu.
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja memberikan kemudahan bagi tenaga kerja asing yang bekerja di usaha rintisan. Regulasi itu dikhawatirkan mempersempit kesempatan kerja bagi tenaga dalam negeri.
RUU Cipta Kerja menyatakan, setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing dari pemerintah pusat. Namun, kewajiban ini tak berlaku bagi sejumlah kategori bidang tenaga kerja, salah satunya start-up atau usaha rintisan.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jhonny G Plate menyatakan, kemudahan itu bertujuan untuk mengefisiensikan waktu dan mempercepat masuknya tenaga kerja asing dalam rangka menyelesaikan persoalan di perusahaan terkait.
"Start-up Indonesia didorong untuk berkembang. Kalau ada (tenaga kerja asing) dengan keahlian di bidang digital untuk bantu start-up, kita perbolehkan," ujarnya setelah konferensi pers "Isu Sektor Kominfo di RUU Cipta Kerja" yang digelar di Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Jhonny menyatakan, pemerintah akan memperinci kriteria dan bidang-bidang ahli bagi tenaga kerja asing yang diperbolehkan masuk ke usaha rintisan tanpa pengesahan. Teks aturan tersebut masih bisa berubah sesuai dengan pembahasan di DPR RI.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira berpendapat, kemudahan bagi tenaga kerja asing di usaha rintisan digital mengancam lapangan pekerjaan bagi generasi milenial dan pekerja yang baru lulus kuliah. "Kemudahan bagi masuknya tenaga kerja asing di start up bukan solusi pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) digital," katanya.
Apabila SDM di Indonesia belum memenuhi kebutuhan dari sisi kualitas dan kuantitas, kata Bhima, pelatihan yang berorientasi peningkatan kapasitas dan kompetensi menjadi solusi. Pelatihan ini dapat menjadi tanggung jawab perguruan tinggi, lembaga vokasi, maupun lembaga pelatihan.
Oleh karena itu, usaha rintisan wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh pemerintah. Tujuannya, pemanfaatan tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia terkontrol hanya untuk kompetensi yang benar-benar tidak ada di dalam negeri.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Information Communication Technology Institute Heru Sutadi juga berpendapat, kemudahan itu menimbulkan dampak negatif. Adanya kemudahan tenaga kerja asing yang masuk ke usaha rintisan di Indonesia menggerus kesempatan kerja bagi tenaga kerja dalam negeri, khususnya yang berusia muda.
Aturan ini patut diwaspadai oleh berbagai pihak. "Jangan sampai jumlah tenaga kerja asing di bidang digital atau teknologi informasi terlalu banyak di Indonesia. Padahal, sumber daya manusia dengan kompetensi demikian berlimpah," kata Heru.
Untuk usaha rintisan digital yang berasal dari luar negeri, Heru mengusulkan, ada prioritas penggunaan tenaga kerja domestik. Apabila kompetensinya belum memenuhi kebutuhan, usaha tersebut diperbolehkan menarik tenaga kerja asing.