Tenggelam di Balik Virus Korona
Merebaknya wabah virus korona baru atau Covid-19 menenggelamkan sejumlah isu dunia pada awal tahun 2020, seperti pemakzulan Trump, Brexit, perang dagang, dan unjuk rasa di Hong Kong.
Tahun Baru tidak selalu diawali dengan isu berita yang baru. Berbagai isu pada 2019 nyatanya masih belum terselesaikan dan berlanjut hingga dua bulan pada awal 2020. Beberapa isu yang mengemuka adalah keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), gelombang aksi massa Hong Kong, pemakzulan Trump, dan perang dagang.
Salah satu indikator popularitas sebuah topik berita di dunia dapat ditelusuri dari data mesin pencarian Google, melalui Google Trends. Berbagai isu internasional yang disebutkan di atas dianalisis dalam rentang waktu 12 bulan terakhir, yakni sejak Februari 2019-Februari 2020.
Pengambilan data dilakukan pada 26 Februari 2020 dengan membandingkan kata kunci ”coronavirus/corona virus”, ”trade war/trade war us china/trade war with china/trade war update/trade war 2020”, ”impeachment Trump/impeachment of Donald Trump”, ”Hong Kong protest/Hong Kong demonstration/Hong Kong extradition bill”, dan ”Brexit/UK leaving/Brexit immigration”.
Informasi yang banyak dicari pada 2019 adalah seputar Brexit. Ini ditunjukkan dengan popularitasnya di mesin pencari Google sejak 24 Februari 2019 hingga 7 Desember 2019. Puncak pencarian informasi terkait Brexit sepanjang satu tahun terakhir terjadi pada 24-30 Maret 2019.
Periode tersebut bersamaan dengan penolakan parlemen Inggris untuk ketiga kali terhadap kesepakatan Brexit yang diajukan pemerintahan Perdana Menteri Theresa May.
Mulai awal Mei 2019, informasi tentang perang dagang muncul di sela-sela isu Brexit. Walau Brexit masih dominan dicari, pada periode 5 Mei 2019 hingga 8 Juni 2019, informasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China juga banyak dilirik masyarakat untuk dicari.
Hal ini dipicu memanasnya perang dagang pada Mei 2019 setelah AS-China gagal mencapai kesepakatan. AS menerapkan tambahan tarif, dari 10 persen menjadi 25 persen, atas barang-barang ekspor China ke AS
Namun, memasuki minggu kedua Juni 2019, perang dagang mulai digeser oleh isu demonstrasi di Hong Kong. Sejak 9 Juni 2019 hingga 24 Agustus 2019, Brexit dan unjuk rasa di Hong Kong menjadi dua topik informasi yang paling banyak dicari.
Puncak pencarian informasi terkait dengan unjuk rasa di Hong Kong terjadi pada periode 11-17 Agustus 2019. Masa-masa itu, unjuk rasa Hong Kong diwarnai bentrokan hingga berujung penangkapan para pengunjuk rasa oleh aparat keamanan. Demonstrasi juga mengakibatkan lumpuhnya operasional Bandara Internasional Hong Kong.
Selepas unjuk rasa di Hong Kong, sejak 25 Agustus-25 September 2019 Brexit kembali menjadi informasi dominan yang dicari. Di sela-sela dominasi Brexit, informasi pemakzulan Presiden AS Donald Trump mengemuka. Informasi ini banyak dicari pada periode 22 September 2019-12 Oktober 2019 bersamaan dengan mencuatnya skandal telepon Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Sejak 19 Januari 2020 di Google Trends, informasi virus korona Covid-19 yang merebak di China menenggelamkan topik-topik lainnya.
Informasi seputar impeachment Trump terus mendominasi mesin pencarian sejak 15 Desember 2019 hingga 22 Desember 2019, dengan puncaknya pada 15-21 Desember 2019. Walau masih banyak dicari, mulai 29 Desember 2019 topik pemakzulan Trump kembali digeser Brexit. Hal ini bersamaan dengan tenggat keluarnya Inggris dari Uni Eropa pada 31 Januari 2020.
Di luar informasi tentang Brexit dan pemakzulan Trump, pada pertengahan Januari 2020, informasi yang banyak dicari adalah tema virus korona.
Merebaknya wabah korona membuat informasi tentang virus tersebut menjadi topik yang banyak dicari sejak 19 Januari 2020 hingga saat ini. Sampai 24 Februari 2020, virus korona (Covid-19) merupakan informasi yang banyak dicari menurut Google Trends dibandingkan dengan Brexit, pemakzulan Trump, perang dagang, dan unjuk rasa Hong Kong.
Unjuk rasa Hong Kong
Gelombang demonstrasi di Hong Kong yang berlangsung sejak awal Juni 2019 dipicu oleh penolakan masyarakat terhadap RUU Ekstradisi. Namun, aksi protes yang awalnya damai ini berubah menjadi pertarungan sengit antara aparat keamanan dan para demonstran.
Publik Hong Kong geram karena jika RUU ini disahkan, Pemerintah China dapat mengajukan permintaan ekstradisi kepada Hong Kong. Dengan tingginya potensi kriminalisasi aktivis prodemokrasi Hong Kong oleh Beijing, RUU ini akan membuat posisi para aktivis tersebut menjadi semakin rentan. Terlebih lagi, tidak ada jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM) bagi mereka yang akhirnya diadili oleh China.
Di tengah demonstrasi yang tak kunjung usai, pada awal Januari 2020, secara mendadak, China menunjuk perwakilannya yang baru di Hong Kong. Pemerintah Beijing menunjuk Luo Huining sebagai Direktur Kantor Penghubung Pemerintah Pusat Rakyat di Wilayah Administratif Khusus Hong Kong.
Informasi yang banyak dicari pada 2019 adalah seputar Brexit.
Sebenarnya tidak hanya isu unjuk rasa di Hong Kong yang ”ditelan” isu virus korona. Hingga pengujung tahun lalu, beberapa gelombang aksi massa terjadi di berbagai belahan dunia, mulai dari Amerika Latin, Eropa, Timur Tengah, Afrika, hingga Asia.
Ada gelombang demonstrasi di Ekuador yang dimulai pada kisaran Oktober 2019 yang dipicu kebijakan pemerintah yang memangkas subsidi BBM. Ada pula aksi massa yang terjadi di Lebanon, Irak, dan Perancis.
Isu besar lainnya pada awal tahun ini datang dari Inggris. Setelah pemilu 12 Desember 2019, masyarakat Inggris bersiap menyongsong keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) pada 31 Januari 2020.
Seharusnya, pelaksanaan Brexit dilakukan pada 31 Oktober 2019. Namun, belum adanya titik temu antara pemerintahan dan parlemen Inggris mendorong para pemimpin Uni Eropa menyetujui menunda pelaksanaan Brexit menjadi 31 Januari 2020.
Isu Brexit telah menyandera Inggris selama lebih kurang tiga setengah tahun setelah referendum yang memenangkan Brexit pada 2016.
Sesudah Inggris keluar dari Uni Eropa, ada masa transisi pada periode 1 Februari 2020 hingga 31 Desember 2020. Dalam masa tersebut, Inggris untuk sementara masih terikat dengan regulasi Uni Eropa hingga tercapai rumusan model hubungan keduanya setelah transisi berakhir.
Pemakzulan Trump
Isu lain yang mengemuka pada awal tahun ini datang dari AS. Pada Januari-Februari 2020, setidaknya ada tiga peristiwa besar yang sedang bergulir. Ketiga agenda itu ialah pemakzulan Trump, pemilu, dan kemungkinan perang dengan Iran.
Proses pemakzulan Trump berawal dari laporan anonim pada Agustus 2019. Sang anonim membeberkan bukti bahwa telah terjadi komunikasi antara Trump dan Zelensky.
Isinya, permintaan Trump kepada Zelensky untuk menyelidiki kemungkinan adanya skandal Hunter Bidden, putra dari rival politik Trump, Joe Bidden. Permintaan Trump kepada pemimpin negara lain untuk kepentingan politik pribadinya dapat diartikan sebagai penyelewengan kapasitasnya sebagai Presiden AS.
Dewan Perwakilan Rakyat AS kemudian mendakwa Trump menyalahgunakan kewenangan pada 18 Desember 2019. Namun, pemakzulan tersebut kandas di ruang Senat. Sidang Senat AS pada 5 Februari 2020 membebaskan Presiden Donald Trump dari dakwaan pemakzulan.
Selain pemakzulan, isu lain dari negeri Paman Sam ialah konflik dengan Iran. Hal ini dipicu tewasnya Komandan Brigade Quds, unit Garda Revolusi Iran yang mengurusi operasi di luar negeri, Qassem Soleimani, dalam serangan udara AS di Baghdad, Irak. Teheran berjanji membalas pembunuhan yang dilakukan pada 3 Januari 2020 tersebut. Washington telah mengakui, Presiden AS Donald Trump memerintahkan serangan itu.
Perang dagang
Selain konflik dengan Iran, AS juga masih harus menghadapi ”perang” lain melawan China. Perang yang berbentuk saling lempar tarif dagang antara AS dan China ini telah berlangsung sejak 2018.
Untungnya, perang yang melelahkan dunia ini mulai menemui titik terang. Pada akhir Desember 2019, serangkaian negosiasi antara pihak China dan AS berhasil mencapai kesepakatan. Walau bukan berarti menyelesaikan semua persoalan, paling tidak proses ini sukses mengurai ruwetnya benang kepentingan kedua negara yang berseteru.
Beberapa hal yang akhirnya berhasil disepakati meliputi perlindungan hak intelektual, transfer teknologi, dan perdagangan agrikultur. Tidak hanya itu, rencana tarif sebesar 15 persen terhadap impor barang dari China senilai 160 miliar dollar AS yang sebelumnya ditetapkan untuk berlaku pada Januari 2020 juga tidak jadi diberlakukan berkat kesepakatan ini.
Belum jelas benar kapan akan berakhir perang dagang di antara kedua negara besar di dunia tersebut. Terlebih, sejak 19 Januari 2020 di Google Trends, informasi virus korona Covid-19 yang merebak di China menenggelamkan topik perang dagang.
Sebagai salah satu ancaman nyata yang dapat menyerang setiap orang di mana saja sangat masuk akal bahwa informasi virus korona Covid-19 menenggelamkan isu-isu lain. Ketika ancaman kematian menyapa manusia (virus korona), isu-isu menyangkut keadilan (unjuk rasa), harga diri (Brexit, pemilu AS), hingga urusan perut (perang dagang) menjadi relatif karena yang terancam adalah eksistensi manusia itu sendiri. Ini soal hidup mati, bung! (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?