Sebanyak 69 warga negara Indonesia di kapal pesiar Diamond Princess tiba di Tanah Air, Senin (2/3/2020). Semoga setelahnya tak muncul kepanikan, tetapi kewaspadaan menghadapi potensi kejadian serupa di kemudian hari.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri/Deonisia Arlinta
·5 menit baca
Polisi, TNI, dan jurnalis berkumpul di depan gerbang PLTU Indramayu di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (2/3/2020) dini hari. Mengenakan masker, mereka menanti 69 warga negara Indonesia yang harus dievakuasi dari Jepang karena terkait Covid-19.
Embusan dingin angin di pengujung malam itu membuat sejumlah petugas melipat tangan di dadanya sembari berbaring di kursi. Ada pula yang asyik bercengkerama, ditemani segelas kopi. Lampu jalan di depan gerbang kantor pembangkit listrik yang nyala padam tidak cukup menghangatkan tubuh.
Sebagian orang bahkan menyantap mi rebus panas plus potongan daun kol. Seadanya, tapi nikmat disantap di malam nan dingin. ”Ini makanan wajib,” seloroh Wartoni, Koordinator Wilayah Kerja Pelabuhan Cirebon Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Bandung di Kementerian Kesehatan.
Untuk mencari makanan berat, seperti nasi dengan aneka lauk-pauk, petugas harus ke luar kawasan PLTU, sekitar 5 kilometer. Warung terdekat kebetulan hanya menyediakan mi instan. PLTU berkapasitas 3 x 330 megawatt itu memang jauh dari permukiman.
Bersama dua petugas rekannya, malam itu, Wartoni punya tugas penting. Kali ini, bahkan terbilang istimewa. Dia harus memandu 69 WNI awak kapal pesiar Diamond Princess saat memasuki PLTU Indramayu. Seperti diketahui, mereka harus dievakuasi karena dalam kapal itu ditemukan kasus Covid-19, virus korona tipe baru.
Jumlah total WNI sebenarnya ada 78 orang. Namun, tujuh orang positif terkena virus mematikan itu tidak bisa dipulangkan. Sedangkan dua orang lainnya tidak ikut pulang karena harus bertugas di kapal. Pemerintah Indonesia pun mengirimkan tim penjemput sebanyak 23 orang.
Berangkat dari Bandara Haneda, Tokyo, Jepang, pada Minggu (1/3/2020) pukul 18.00 waktu setempat, para WNI tiba di Bandara Internasional Jabar Kertajati di Kabupaten Majalengka sekitar pukul 23.30. Petugas lalu menyemprotkan cairan disinfektan untuk membasmi potensi kuman penyakit di tubuh para WNI yang turun dari pesawat Garuda Indonesia Airbus A330.
Bandara yang biasanya sepi penerbangan itu pun sontak ramai oleh pejabat. Malam itu, ada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo. Mereka menyambut kedatangan WNI.
Para WNI tidak naik ke garbarata. Apron steril kecuali bagi petugas dan penumpang pesawat. Seluruh petugas mengenakan alat pelindung diri (APD), seperti masker, pakaian tanpa ventilasi, kacamata, dan bot. Mereka juga memikul tabung disinfektan.
Setelah rampung, para WNI langsung dibawa ke Pelabuhan PLTU Indramayu, sekitar 87 kilometer dari bandara. Saat inilah, Wartoni dan rekannya mengenakan APD, yang ia sebut seperti baju astronot.
”Panasnya minta ampun. Apalagi kalau siang hari. Rasanya, seperti mandi sauna,” ujar Wartoni, yang kerap mengenakan APD saat simulasi penanganan wabah.
Meskipun para WNI dinyatakan negatif Covid-19 berdasarkan pemeriksaan kesehatan di Jepang, Wartoni tetap harus setia menjalankan prosedur operasional dengan APD. Bukan apa-apa, virus tersebut dapat menyebar jika menjamah mulut, hidung, atau mata sendiri. Waspada menjadi naluri paling penting dalam keadaan tak biasa itu.
Waspada menjadi naluri paling penting dalam keadaan tak biasa itu.
Virus yang menyerang pernapasan itu dilaporkan lebih dari 89.000 kasus dengan korban meninggal dunia lebih dari 3.000 jiwa. Bahkan, Indonesia menjadi negara ke-68 yang mengonfirmasi kasus virus korona per Senin siang.
Tidak mengherankan, setelah mengenakan baju ”astronot” itu, Wartoni mengistilahkan harus mandi junub. Seluruh bagian tubuh wajib terkena air. Sementara APD tersebut dimasukkan dalam plastik untuk disemprot disinfektan dan mekanisme pembersihan lainnya.
”Setelah itu, saya juga berendam dengan sabun antibakteri. Saya sudah beli sabunnya satu botol. Ini cara saya lebih mengamankan diri dari virus sebelum bertemu keluarga,” ujar bapak tiga anak ini. Menurut dia, keluarga tidak khawatir karena sudah paham dengan tugasnya sebagai abdi negara saat kondisi seperti ini.
Berbeda dengan Wartoni, Saeful (21) yang menjaga warung dekat gerbang PLTU Indramayu, sama sekali tidak tahu soal kedatangan para WNI. ”Tadi saya disuruh lihat warung. Eh, ternyata ramai. Jadi, saya buka pintu saja. Makanya, enggak ada nasi karena seharusnya hari Minggu ini libur,” ucap warga Desa Karanglayung, dekat PLTU Indramayu ini.
Itu sebabnya, ketika hampir seluruh petugas mengenakan masker dan lima bus RSPAD Gator Soebroto yang membawa 69 WNI ke Pelabuhan PLTU Indramayu, Saeful tampak keheranan. Pria tamatan sekolah dasar ini juga tak tahu, para WNI selanjutnya berlayar menggunakan KRI Dokter Soeharso ke Pulau Sebaru, Kepulauan Seribu, untuk menjalani observasi 14 hari ke depan.
”Oh, itu soal korona? Di televisi, banyak yang meninggal ya. Enggak tahu di Indonesia,” ucapnya saat ditanyai apakah khawatir dengan Covid-19.
Oh, itu soal korona? Di televisi, banyak yang meninggal ya. Enggak tahu di Indonesia.
Dia mencoba menerka-nerka, mengais ingatan. Yang pasti, malam itu, ia meraup untung dengan keramaian di PLTU yang sempat menyeret Bupati Indramayu 2000-2010 Irianto MS Syafiuddin karena korupsi pembebasan lahan.
Potret Saeful boleh jadi menggambarkan pengetahuan warga yang minim soal penanganan Covid-19 oleh pemerintah. Namun, Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah telah berupaya melindungi warga dari penyebaran Covid-19. Deteksi dini dilakukan di sejumlah bandara dan pelabuhan. Bahkan, WNI di luar negeri pun dijemput.
”Saya tegaskan, mereka (WNI) dalam keadaan sehat. Jika tidak sehat, mereka tidak diperbolehkan berangkat. Nanti (di lokasi observasi), mereka akan dipisahkan dengan WNI dari kapal World Dream,” ucapnya.
Sebelumnya, pemerintah juga telah mengevakuasi 188 WNI kapal World Dream yang juga terkait Covid-19. Doni Monardo dalam siaran persnya mengatakan, fasilitas lengkap dari makanan, tempat tidur, dan kamar mandi tersedia di Pulau Sebaru.
”Ini dilengkapi base transceiver station (BTS) dari Telkom untuk memudahkan peserta observasi terhubung dengan keluarganya,” ujarnya.
Kini, setelah 69 WNI meninggalkan Pelabuhan PLTU Indramayu, pembersihan pun dilakukan di pelabuhan. Senin tengah hari, Wartoni akhirnya bisa istirahat. Begitupun polisi, TNI, dan petugas lainnya yang begadang demi memastikan semuanya baik-baik saja.
Keramaian di pelabuhan kembali hening. Semoga setelahnya tak muncul kepanikan, tetapi kewaspadaan bersama menghadapi potensi kejadian serupa di kemudian hari.