Narkoba Membuat AF Terlibat Mafia Tanah dan Korbankan Ayahnya
›
Narkoba Membuat AF Terlibat...
Iklan
Narkoba Membuat AF Terlibat Mafia Tanah dan Korbankan Ayahnya
Awal mulanya, ada seorang anak inisial AF mencuri satu sertifikat tanah dari brankas ayahnya. Polisi mendalami, ternyata yang bersangkutan ada ketergantungan narkoba.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya kembali mengungkap sindikat mafia tanah yang menguasai sertifikat tanah dengan modus mengelabui pemilik properti menggunakan sertifikat palsu, kemudian menjadikan sertifikat asli sebagai jaminan pinjaman. Kali ini, satu sindikat melibatkan laki-laki berinisial AF, yang memalsukan sertifikat tanah ayahnya diduga karena terdorong kecanduan pada narkoba.
”Awal mulanya, ada seorang anak inisial AF mencuri satu sertifikat tanah dari brankas ayahnya. Kami dalami, yang bersangkutan ada ketergantungan narkoba,” ucap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (4/3/2020).
Kasus dibongkar oleh Subdirektorat 2/Harta Benda dan Bangunan Tanah Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Yusri mengatakan, AF ingin memanfaatkan sertifikat tanah untuk mendapatkan uang sehingga bekerja sama dengan sindikat mafia tanah guna menjadikan properti di Cipete, Jakarta Selatan. Ia pun berkomplot dengan FT, pegawainya, dan SW, spesialis pembuatan dokumen-dokumen palsu.
AFS kemudian mencari orang yang berpura-pura sebagai orangtuanya. Kemudian, ada KS sebagai figur ayahnya dan Y sebagai figur ibunya.
Kepala Unit 4 Subdit 2 Ditreskrimum Polda Ajun Komisaris Reza Mahendra menambahkan, pemilik aset mengetahui bahwa sertifikat tanahnya dicuri saat didatangi pemberi pinjaman jangka pendek menagih pembayaran utang.
”Dia (AF) berjanji menyelesaikan pinjaman dalam tiga bulan. Pas tiga bulan, pemberi utang datang ke rumah untuk mengeksekusi karena perjanjiannya rumah dieksekusi kalau tidak bisa bayar,” ujarnya.
Datangnya pemberi pinjaman membuka semuanya sehingga kasus itu dilaporkan ke polisi. Satu per satu tersangka ditangkap mulai 15 Januari lalu. Reza mengatakan, polisi baru membuka ke media karena petugas berusaha mencari tersangka atau jaringan lainnya.
Kejahatan berjalan pada Oktober 2019. Reza menceritakan, AF memegang kunci brankas sehingga leluasa membuka dan mengambil sertifikat tanah ayahnya. Ia memanfaatkan kesempatan saat orangtuanya pergi ke Korea Selatan untuk berobat. Ia lantas memerintahkan FT untuk menemui orang yang bisa mengurus pengajuan pinjaman memanfaatkan sertifikat tersebut.
Pemalsuan dokumen
Dari sana, terlibatlah SW, AFS, KS, dan Y. Strategi komplotan ini adalah merekrut pemeran yang berpura-pura menjadi ayah dan ibu AF datang mengurus pinjaman. Agar meyakinkan, sejumlah dokumen palsu dibuat. Pada kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) palsu, misalnya, nama menggunakan nama ayah dan ibu AF, tetapi dipasangi foto pemeran.
”Menariknya, SW tidak hanya membuat KTP palsu, tetapi juga KK (kartu keluarga) dan bahkan buku nikah,” kata Reza.
Karena sertifikat tanah asli dan identitas yang disertakan mendukung, pemberi pinjaman percaya. Nilai properti ayah AF disebutkan bernilai Rp 60 miliar. Uang pinjaman sebesar Rp 3,7 miliar pun cair.
AF lantas membagi-bagikan hasil kejahatan mereka. SW mendapatkan Rp 7 juta, AFS Rp 20 juta, pemeran ayah AF Rp 20 juta, dan pemeran ibunya Rp 10 juta. Sisanya ada yang dipakai AF untuk membayar utang. Polisi menduga pengeluaran AF besar karena ia kecanduan narkoba.
Ada kemungkinan terdapat jaringan mafia tanah lainnya yang terkait dengan sindikat ini. Sebab, menurut Reza, SW mengaku lebih dari sekali memalsukan dokumen.
Yusri menambahkan, petugas juga mengungkap bandar narkoba yang memasok barang haram bagi AF. Dia adalah EN yang ditangkap dengan barang bukti sabu. Melalui pemeriksaan laboratorium, AF, FT, dan EN positif mengonsumsi metamfetamina alias sabu. Namun, pengusutan kasus penyalahgunaan sabu dikerjakan Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya.
Terkait kejahatan bidang properti para tersangka, polisi menggunakan Pasal 367, 263, dan 266 juncto 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Penyidik mendalami kemungkinan untuk memasukkan pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.