Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Papua menetapkan Bupati Waropen Yermias Bisay sebagai tersangka. Ia diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 19 miliar dari 15 orang dari unsur DPRD dan pengusaha.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Papua menetapkan Bupati Waropen Yermias Bisay sebagai tersangka. Yermias diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 19 miliar dari 15 orang.
Hal itu disampaikan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Papua Alexander Sinuraya di Jayapura, Kamis (5/3/2020). Alexander mengatakan, pihaknya menetapkan Yermias dari bahan bukti keterangan 15 saksi pemberi gratifikasi dan aliran dana dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Dari hasil penyidikan terungkap Yermias diduga menerima gratifikasi dari 15 orang selama 10 tahun terakhir. Pemberi gratifikasi berlatar belakang anggota legislatif dan pengusaha.
Adapun dari keterangan para saksi, Yermias diduga menerima gratifikasi dalam bentuk uang tunai maupun via transfer ke rekeningnya berulang kali. ”Yermias diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 19 miliar sejak menjabat wakil bupati hingga menjabat bupati di Waropen. Kami akan mendalami kepentingan di balik pemberian gratifikasi ini,” ujar Alexander.
Ia melanjutkan, Yermias dijerat dengan Pasal 12, Pasal 5, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ”Dalam kasus ini Yermias dijerat pasal berlapis dengan ancaman pidana minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara,” tegas Alexander.
Alexander menyatakan, tidak ada unsur politis dalam penetapan Yermias sebagai tersangka kasus gratifikasi menjelang pilkada di Waropen tahun ini. ”Kami menangani kasus ini dengan profesional dan sesuai dengan barang bukti yang telah lengkap. Yermias pun belum ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai calon kepala daerah dalam pilkada di Waropen,” tambahnya.
Kaleb Vanen Berd Woisiri selaku juru bicara Yermias Bisay saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya menyesalkan penetapan Yermias sebagai tersangka oleh Kejati Papua dan akan menyiapkan kuasa hukum dalam perkara ini.
Alexander menyatakan tidak ada unsur politis dalam penetapan Yermias sebagai tersangka kasus gratifikasi menjelang pilkada di Waropen tahun ini.
Ia menilai Kejati Papua tidak patuh dengan Instruksi Jaksa Agung Nomor 9 Tahun 2019 tentang optimalisasi peran Kejaksaan RI dalam mendukung dan menyukseskan penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2020.
”Seharusnya ada penundaan penanganan kasus tindak pidana korupsi bagi calon kepala daerah. Hal ini agar penanganan kasus tidak dipolitisasi dan dimanfaatkan sebagai isu untuk menggagalkan pencalonan pihak tertentu dalam pilkada,” kata Kaleb.