Bursa Efek Australia Anjlok, Resesi Ekonomi Menghantui ”Negeri Kanguru”
›
Bursa Efek Australia Anjlok,...
Iklan
Bursa Efek Australia Anjlok, Resesi Ekonomi Menghantui ”Negeri Kanguru”
Kejatuhan ini yang terburuk sejak hampir 12 tahun lalu saat krisis keuangan global tahun 2008. Kejatuhan ini memelorotkan nilai dollar Australia terhadap dollar AS hingga terendah sejak krisis keuangan global itu.
Oleh
HARRY BHASKARA, DARI BRISBANE, AUSTRALIA
·3 menit baca
BRISBANE, KOMPAS — Bursa Efek Australia (ASX) turun lebih dari 7 persen dalam satu hari pada Senin (9/3/2020) ketika sebanyak 155 miliar dollar Australia lenyap dalam perdagangan saham. Kejatuhan ini diduga dipicu oleh merebaknya wabah virus korona baru penyebab penyakit Covid-19 ke seluruh dunia dan anjloknya harga minyak.
Ketika pasar saham ditutup, patokan (benchmark) S&P/ASX 200 turun 455,6 poin atau sebesar 7,33 persen. Penurunan ini merupakan yang terburuk sejak hampir 12 tahun lalu ketika pasar saham jatuh 8,3 persen di tengah krisis keuangan global pada 10 Oktober 2008.
Kejatuhan ini memelorotkan nilai dollar Australia ke 63,04 sen terhadap dollar Amerika Serikat (AS) pada siang hari, sebelum kemudian bergerak naik ke 65 sen. Nilai 63 sen terhadap dollar AS juga merupakan titik terendah sejak krisis keuangan global (global financial crisis/GFC).
Menurut Australian Broadcasting Commission (ABC), turunnya nilai dollar Australia disebabkan, antara lain, China yang merupakan mitra dagang terbesar Australia dan produsen banyak barang yang digunakan oleh konsumen dan industri di Australia menjadi pusat wabah penyakit Covid-19.
Penyebab lain, karena bank sentral Australia (Reserve Bank) diperkirakan akan kembali menurunkan suku bunga untuk menggairahkan ekonomi yang sedang lesu. Kepala pakar ekonomi Bank Westpac, Bill Evans, memprediksi Australia akan mengalami resesi ekonomi pertama kali sejak 1991.
”Ekonomi akan mengalami kontraksi sebesar 0,3 persen pada kuartal pertama dan kedua sebelum kembali ke 1,4 persen dan 0,8 persen pada kuartal ketiga dan keempat,” tulis Evans, seperti dikutip laman 9news.com.au.
”Secara teknis ini sudah bisa disebut resesi, tetapi untuk lebih realistis baiklah disebut ’disrupsi yang parah’, karena akan ada kebangkitan kembali pada paruh kedua tahun ini. Oleh sebab itulah hal ini berbeda dengan resesi Australia di waktu lalu.”
Sistem kokoh
Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg mengatakan, harga saham yang turun dan naik merupakan hal biasa. ”Seperti Anda tahu, banyak faktor yang menyebabkan harga saham berubah-ubah,” ujar Frydenberg, seperti dikutip ABC. ”Seperti pengumuman Rusia dan Arab Saudi selepas pertemuan mereka tadi malam, kita lihat harga minyak turun drastis beberapa minggu terakhir.”
”Jadi, banyak faktor yang menentukan gerakan harga saham, tetapi sistem keuangan kita tetap kokoh, ekonomi kita tetap kuat. Keadaan ini sangat berbeda ketika GFC terjadi, yang pada prinsipnya inti persoalan terletak pada perbankan, sistim keuangan, dan likuiditas,” lanjut Frydenberg.
”Kita belum melihat persoalan yang sama dengan krisis kesehatan sekarang ini. Yang kita lihat adalah adanya kendala dalam penawaran (supply) dan permintaan (demand), dan itulah yang menjadi fokus paket stimulus kita,” kata Frydenberg.
Ahli strategi pemasaran perusahaan saham CMC, Michael McCarthy, mengatakan runyamnya bursa efek masih akan terus berlangsung. ”Karena nanti keadaan akan membaik dan tiba saat untuk membeli. Tetapi, sekarang sedang terjadi penjualan besar-besaran dengan segala akibat buruknya,” katanya, seperti dikutip ABC.
Analis pasar dari Commsec, James Tao, menyebutkan, selama masih terus ada kasus Covid-19 yang baru, pasar saham akan tetap tak menentu dan melemah. ”Perang soal harga minyak juga menambah runyam keadaan. Tampaknya harga minyak akan tetap gonjang-ganjing,” kata Tao kepada ABC.
Pada Senin (9/3/2020) pagi, harga berbagai jenis minyak jatuh sehingga timbul spekulasi harga bensin akan turun menjadi satu dollar Australia. Pada Senin itu, harga bensin di kota-kota besar Australia berada di kisaran 1,19 sampai 1,2 dollar Australia atau jauh di bawah kisaran harga tertinggi 1,5 dollar Australia yang pernah dicapai beberapa bulan lalu.