Kabupaten dan Kota di Sulut Bisa Ambil Kebijakan Mandiri Pembatasan Sosial
›
Kabupaten dan Kota di Sulut...
Iklan
Kabupaten dan Kota di Sulut Bisa Ambil Kebijakan Mandiri Pembatasan Sosial
Pembatasan sosial berskala besar untuk mencegah penyebaran Covid-19 di Sulawesi Utara telah diterapkan. Namun, pemerintah kota/kabupaten diperbolehkan mengambil kebijakan mandiri yang tidak bertentangan.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara menegaskan, pembatasan sosial berskala besar untuk mencegah penyebaran penyakit Covid-19 telah berlangsung sebelum peraturan pemerintah dikeluarkan. Namun, pemerintah kota dan kabupaten diperbolehkan mengambil kebijakan mandiri, seperti pembatasan akses masuk wilayah.
Kepala Biro Pemerintahan Provinsi Sulut Jemmy Kumendong mengatakan, tiga poin pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk penanganan Covid-19 yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 telah terlaksana setidaknya sejak pertengahan Maret 2020. Tiga hal itu adalah peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan kegamaan, serta kegiatan lain di tempat dan fasilitas umum.
”Segala sesuatu yang pemerintah pusat instruksikan sudah kami lakukan di sini. Kami terus mengikuti arahan pusat,” kata Jemmy saat dihubungi dari Manado, Sabtu (4/4/2020).
Selama setidaknya tiga pekan terakhir, semua sekolah menengah atas (SMA) telah diliburkan. Langkah ini diikuti 15 pemerintah kabupaten/kota di Sulut untuk meliburkan sekolah dasar (SD) dan menengah pertama (SMP). Kegiatan di berbagai universitas telah ditiadakan.
Kegiatan keagamaan di rumah ibadah ataupun di lingkungan permukiman warga juga telah ditiadakan. Para pemuka agama telah mengimbau umatnya melaksanakan ibadah sendiri di rumah, termasuk ibadah umat Kristen dan Katolik jelang Paskah.
”Kegiatan keagamaan yang sudah dipindahkan ke rumah masing-masing umat adalah bukti efektivitas (pelaksanaan PSBB di Sulut). Masyarakat Sulut tergolong religius dan banyak berkegiatan di rumah ibadah. Tapi, rasionalitas mereka juga tinggi sehingga mau mengorbankan kegiatan keagamaan,” kata Jemmy.
Imbauan untuk menjaga jarak (social distancing) juga terus diumumkan kepada masyarakat. Mereka diminta menjauhi keramaian. Kepolisian juga aktif turun ke masyarakat membubarkan kerumunan warga. Brigade Mobil Polda Sulut, misalnya, berpatroli di pusat-pusat keramaian, seperti kawasan bisnis Megamas di Manado, Senin (30/3/2020) malam.
Beberapa daerah, seperti Minahasa Tenggara, Bolaang Mongondow Timur, dan Bitung, membatasi akses masuk ke wilayahnya. Kesehatan para pengendara juga diawasi.
Sementara itu, pemerintah kabupaten/kota diberi keleluasaan mengambil kebijakan pencegahan penyebaran Covid-19 secara mandiri. Beberapa daerah, seperti Minahasa Tenggara, Bolaang Mongondow Timur, dan Bitung, membatasi akses masuk ke wilayah mereka. Kesehatan para pengendara juga diawasi.
”Tapi, ini hanya pembatasan lalu lintas, bukan lockdown (karantina wilayah),” kata Jemmy.
Pemkab Minahasa Tenggara, misalnya, hanya membuka akses masuk dari Noongan, Langowan Barat, Kabupaten Minahasa, pada pukul 06.00-18.00 Wita. Pembatasan hanya berlaku bagi kendaraan penumpang, sedangkan kendaraan pembawa bahan pangan, bahan bangunan, bahan bakar minyak, dan ambulans diperbolehkan masuk kapan saja.
Selama gerbang perbatasan dibuka, pengendara diwajibkan berhenti dan turun dari kendaraan untuk memeriksakan suhu tubuhnya di pos pemeriksaan kesehatan. Warga dengan suhu tubuh di atas 38 derajat celsius tidak akan diperbolehkan masuk ke Minahasa Tenggara untuk mencegah risiko penularan Covid-19.
Sementara itu, pengendara yang hanya berencana tinggal sementara di Minahasa Tenggara akan diberi Kartu Kewaspadaan Covid-19. Suhu tubuh mereka dicatat setiap kali masuk ke Minahasa Tenggara.
”Ini bukan karantina wilayah. Kami cuma membatasi lalu lintas agar bisa memastikan orang yang masuk ke Minahasa Tenggara sehat. Ini juga sudah disepakati gubernur se-Sulawesi berdasarkan PP PSBB,” kata Kepala Dinas Perhubungan Minahasa Tenggara Deston Katiandagho.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Minahasa Tenggara Franky Wowor mengatakan, kendaraan pembawa bahan pangan diperbolehkan lewat untuk memastikan pasokan bahan pangan cukup di daerahnya. Di saat yang sama, Pemkab Minahasa Tenggara membagikan beras kepada semua warga sebagai bentuk jaring pengaman sosial.
Pemkab Minahasa Tenggara membagikan beras kepada semua warga sebagai bentuk jaring pengaman sosial.
”Menurut rencana, 100 ton akan kami bagikan kepada 118.000 warga, termasuk 43.000 warga miskin. Ini kami lakukan karena wabah Covid-19 membatasi pergerakan masyarakat dalam mencari pendapatan,” katanya.
Untuk menangani dampak wabah Covid-19 di Sulut, Gubernur Sulut Olly Dondokambey menyatakan telah menganggarkan Rp 48,5 miliar. Anggaran itu digunakan untuk pengadaan peralatan medis sekaligus jaring pengaman sosial. Namun, belum ada kesepakatan soal penggunaan dana tersebut.
Olly khawatir jumlah warga miskin akan bertambah karena meningkatnya jumlah warga rentan miskin dari kalangan pekerja informal berpenghasilan harian. Untuk itu, pihaknya berupaya mengumpulkan data warga rentan miskin dari para pemuka agama.
Menurut Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Dinas Sosial Sulut, ada sekitar 250.000 warga miskin di Sulut. Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut menunjukkan, jumlah penduduk miskin per September 2019 sekitar 188.600 orang dengan konsumsi di bawah Rp 379.923 per kapita per bulan.
Pemprov pun merencanakan anggaran tambahan Rp 100 miliar. Namun, kata Olly, setiap pemerintah kabupaten/kota juga diimbau menyiapkan setidaknya Rp 20 miliar dari APBD masing-masing.
Jemmy Kumendong menambahkan, hal ini sesuai dengan arahan Kementerian Dalam Negeri agar daerah merealokasi anggaran. ”Kegiatan pemerintah yang bisa ditiadakan akan ditiadakan. Anggarannya akan difokuskan untuk mengatasi pandemi ini,” katanya.