Sebanyak 321 pekerja migran Indonesia atau PMI dideportasi dari Sabah, Malaysia, melalui Nunukan, Kalimantan Utara mulai Rabu (3/6/2020). Sebagian besar para PMI itu bermasalah dengan dokumen keimigrasian.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS - Pemerintah Malaysia mendeportasi secara bertahap 321 pekerja migran Indonesia atau PMI dari Sabah melalui Nunukan, Kalimantan Utara, mulai Rabu (3/6/2020). Para PMI itu dipulangkan karena melanggar peraturan keimigrasian.
Pelaksana Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya Konsulat Republik Indonesia (KRI) di Tawau, Emir Faisal, mengatakan, ini merupakan pemulangan pertama PMI yang dideportasi sejak Covid-19 mewabah di Sabah sejak Maret 2020. Biasanya, Pemerintah Malaysia melakukan proses deportasi hingga dua kali dalam sebulan.
Para PMI itu ditahan saat Pemerintah Malaysia menyisir berbagai tempat untuk mengantisipasi penularan Covid-19. “Sebagian besar PMI itu melanggar peraturan keimigrasian, seperti masuk ke Malaysia secara tidak resmi, melebihi izin tinggal, dan menyalahgunakan bebas visa untuk bekerja. Sebelum proses deportasi, mereka ditampung di Pusat Tahanan Sementara Tawau,” kata Emir, dihubungi dari Balikpapan.
Para PMI dipulangkan dalam dua tahap dan biaya ditanggung Pemerintah Malaysia. Pada tahap pertama, sebanyak 240 orang diberangkatkan pada 3 Juni 2020 menggunakan kapal laut. Mereka berasal dari Sulawesi, NTT, NTB dan Jawa Timur. Mereka yang dipulangkan telah menjalani tes cepat dan hasilnya non-reaktif di Malaysia.
Kepala Konsulat RI Tawau Sulistijo Djati Ismojo mengatakan, KRI Tawau sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Malaysia untuk melakukan tes kesehatan kepada semua PMI yang akan dipulangkan. “Semua deportan dites kesehatan melalui tes cepat dan diberikan sertifikat kesehatan sebagai persyaratan perjalanan,” kata Sulistijo.
Setelah transit di Nunukan, para WNI akan menjalani tes cepat kedua. Jika hasil tes cepat non-reaktif, mereka melanjutkan perjalanannya ke Parepare, Sulawesi Selatan, menggunakan Kapal Motor Thalia. Dari Parepare, mereka akan melanjutkan perjalanan ke daerah masing-masing dan menjalani protokol kesehatan di setiap pelabuhan transit.
Pada pemulangan tahap kedua, sebanyak 81 PMI akan diberangkatkan pada tanggal 5 Juni 2020. Mereka berasal dari Kabupaten Nunukan, Tarakan, dan Tanjung Selor. Mereka akan menjalani masa karantina 14 hari di Nunukan sebelum kembali ke daerah masing-masing. Jika hasil tes cepat selama masa karantina menunjukkan reaktif, maka para PMI itu akan menjalani perawatan di Nunukan.
Selama Januari sampai 4 Mei 2020, ada 126.742 pekerja migran dipulangkan karena terimbas kebijakan karantina wilayah, dideportasi negara tempat bekerja, atau habis masa kontrak kerja. Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat, 34.300 pekerja migran akan kembali karena habis masa kontrak kerja pada Mei-Juni 2020.
Bantuan bagi mereka masih sulit diakses.
Sebelumnya, Sekretaris Nasional Jaringan Buruh Migran Savitri Wisnuwardhani mengatakan, berdasarkan informasi dari pekerja migran yang sudah pulang selama pandemi, bantuan bagi mereka masih sulit diakses (Kompas, 12/5/2020). ”Banyak pekerja migran yang belum mendapat informasi pendaftaran program padat karya tunai atau Kartu Prakerja. Programnya sudah ada, tetapi realisasinya yang belum dirasakan,” kata Savitri.
Pemerintah perlu memastikan jaring pengaman sosial diterima para PMI itu. Sebab, banyak PMI yang pulang tanpa pekerjaan dan tidak memiliki sumber penghasilan di tanah air.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Nunukan Hasan Basri mengatakan, Pemkab Nunukan sudah menyiapkan program bantuan kepada PMI yang dipulangkan saat pandemi Covid-19. Bantuan tunai Rp 600.000 setiap bulan disiapkan untuk memenuhi kebutuhan pokok para PMI selama pandemi belum berakhir.
“Kami akan memastikan bahwa mereka yang dipulangkan memang warga Nunukan. Jika dokumen-dokumen mereka lengkap, mereka akan dibimbing mendapatkan berbagai program bantuan pemerintah,” kata Hasan.
Warga Nunukan yang dideportasi bukan kali ini saja. Hampir setiap bulan, ada saja warga Nunukan yang dideportasi karena bermasalah dengan dokumen keimigrasian. Hasan mengatakan, Pemkab Nunukan sudah bekerja sama dengan beberapa perusahaan untuk memberikan pekerjaan kepada mereka dengan upah yang sama dengan di Malaysia.
Para PMI yang dipulangkan itu ditawarkan untuk bekerja di perusahaan sawit dan perusahaan lain di Nunukan. Gaji yang ditawarkan antara RM 1.000-RM 3.000, setara Rp 3,3 juta-Rp 9,9 juta dengan kurs Rp 3.300 per Ringgit Malaysia, sesuai posisi di perusahaan.
“Ada yang menerima, ada juga yang memilih tetap kembali ke Malaysia. Di Malaysia lebih ramai dan dekat dengan fasilitas kota, sedangkan di Nunukan posisi tempat kerja berada di pinggiran hutan atau di kecamatan. Kami mendorong mereka untuk menyiapkan berbagai dokumen resmi jika benar-benar ingin kembali ke Malaysia,” kata Hasan.