Restoran Daring sebagai Normal Baru
Pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar yang membuat restoran tidak boleh menerima pengunjung untuk makan di tempat telah memukul industri kuliner. Kini, penjualan secara daring menjadi pilihan melanjutkan bisnis.
Pemesanan makanan di restoran yang dilakukan secara dalam jaringan kini menjadi hal biasa di tengah pandemi coronavirus disease atau Covid-19. Langkah ini juga diyakini menjadi salah satu solusi bagi pelaku usaha untuk membuat dapur tetap ngebul.
Berdasarkan data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), hingga Rabu (3/6/2020), sudah ada 8.000 restoran di Indonesia yang tutup akibat Covid-19, termasuk di dalamnya restoran-restoran yang berada di dalam mal.
Dalam laporan ”The Nielsen Covid-19: Where consumers are heading?” juga dilaporkan, ada lonjakan 28 persen di antara konsumen berusia muda yang menggunakan layanan pengiriman makanan. Kejadian ini terjadi setelah adanya penurunan 40 persen pada konsumen yang makan di restoran dan perusahaan makanan.
Bambang Sugiharto Surya (55), pemilik restoran Mie Haw, Bakmi Ayam Halal, mengatakan, Covid-19 merupakan tantangan berat bagi pelaku usaha, termasuk dirinya. Apalagi, kedai mi yang berlokasi di International Trade Center (ITC) Fatmawati, Jakarta Selatan, itu tergolong baru.
”Membuka usaha bakmi ini sudah saya rencanakan dan persiapkan sejak 15 tahun lalu. Begitu mendapatkan lokasi yang cocok dan saya mulai buka usaha, malah ternyata ada Covid-19. Kalau keadaannya begini, siapa yang mau datang,” ujar Bambang saat dihubungi Kompas.
Tak hanya restoran bakmi, Bambang juga memiliki dua restoran dengan menu makanan Asia dan Eropa di daerah Kemang, Jakarta Selatan, yang dirintis sejak 20 tahun lalu. Keadaannya sama, sepi pengunjung bahkan tidak ada sama sekali karena ada kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Dalam tiga bulan terakhir, Bambang menyampaikan, omzet bulanan hanya 10 persen hingga 15 persen dibandingkan keadaan normal. Dari 34 karyawan yang bekerja, ada sekitar 20 karyawan yang terpaksa dirumahkan.
Pemilik restoran dengan latar belakang sekolah perhotelan ini pun mengaku sempat kebingungan bagaimana melanjutkan usahanya. Sebab, selama ini ia mengandalkan kunjungan konsumen untuk makan di tempat.
”Awalnya saya benar-benar bingung bagaimana menjalankan usaha online. Lalu saya coba telepon orang-orang untuk menawarkan menu yang saya jual dan ternyata berkembang. Saya jadi bisa membayar karyawan dan membeli bahan baku lagi,” katanya.
Penjualan daring, kata Bambang, penting untuk terus dimaksimalkan sebagai peluang mempertahankan bisnis. Selain melalui grup Whatsapp, usaha kulinernya saat ini sudah dapat dipesan melalui media sosial Instagram, juga tersedia di Grabfood dan Gofood.
Pengalaman serupa dialami Zulkarnain (64), pemilik rumah makan Nasi Gurih Pak Zul di daerah Muara Karang, Jakarta Utara. Selama tujuh tahun membangun usaha, Zulkarnain menilai, pandemi Covid-19 adalah yang sangat memukul usahanya.
Baca juga: Soal Protokol Normal Baru, Pelaku Usaha Hadapi Dilema
Sudah dua bulan, omzet harian dari berjualan nasi gurih menurun hingga 60 persen. Selain itu, meski tidak memberhentikan tujuh karyawannya, Zulkarnain menyampaikan ada pemotongan gaji hingga tunjangan hari raya yang tidak dapat dibayarkan langsung.
”Usaha jadi benar-benar terpukul karena Covid-19. Saya sekarang mulai berjualan melalui online juga, termasuk menjadi mitra di Gofood tetapi tetap tidak signifikan penjualannya,” kata Zulkarnain.
Untuk harga, meski diakui ada peningkatan harga bahan pangan, Nasi Gurih Pak Zul tetap akan dijual dengan harga Rp 17.000 per porsi. ”Kami akan tetap jual harganya segitu karena keuangan masyarakat juga sedang menurun,” ujarnya.
Persiapan normal baru
Zulkarnain menyampaikan, untuk Kamis (4/6/2020) besok, apabila pelonggaran PSBB dilakukan, ia akan tetap membuka tempat makan sesuai dengan protokol kesehatan. Dari kapasitas 40 orang, diatur maksimal hanya 20 orang yang bisa makan di tempat.
”Kami biasanya membuka sepuluh meja sebelum ada pandemi. Tapi untuk besok dalam keadaan normal baru, kami hanya akan membuka 4-5 meja. Kesehatan tetap yang utama buat kami,” ujar Zulkarnain.
Sama halnya dengan Bambang, yang akan memberlakukan protokol kesehatan di dua restoran di Kemang. Karyawan akan dibekali dengan masker, penutup wajah, dan diwajibkan mengikuti rapid test.
”Nanti hasil rapid test-nya itu akan dikenakan oleh mereka (para karyawan) di bajunya jadi konsumen yang makan di restoran kami akan merasa aman. Tempat duduk pun diatur berjauhan satu dengan yang lain,” kata Bambang.
Sebagai langkah antisipasi apabila usaha tetap merugi, Bambang sudah menyiapkan rencana untuk melakukan perubahan berbisnis dari restoran ke kedai-kedai kecil untuk berjualan. Upaya ini ia lakukan juga untuk tetap mempertahankan 8 karyawan yang sudah bekerja bersamanya sejak awal.
Baca juga: Tantangan Hadapi Pandemi Tak Mudah
Ketua Umum PHRI Hariyadi B Sukamdani menyampaikan, pelaku usaha yang bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19 adalah mereka yang dapat menggunakan media sosial untuk memasarkan produknya. Selain itu, pelaku usaha juga harus mampu memproduksi makanan yang unik dengan harga rendah.
”Semua ini tergantung kepiawaian dari pengusaha. Sulit bagi mereka kalau tetap bertahan mengandalkan kunjungan dari konsumen ke tempat makan sekalipun memasuki normal baru,” kata Hariyadi.
Panduan
Hariyadi menjelaskan, bagi restoran yang akan kembali buka di masa normal baru tetap harus memperhatikan protokol kesehatan. Meja makan dan tempat duduk harus diatur dengan jarak minimal 1 meter dengan yang lain.
Antrean antartamu juga harus diatur minimal berjarak 1 meter. Penggunaan alat makan juga tidak boleh lagi diletakkan di meja, tetapi disediakan saat pengunjung masuk restoran sesuai dengan jumlah orang.
Untuk pembayaran, para tamu disarankan menggunakan nontunai. Namun, apabila mereka menggunakan uang tunai, pembayaran melalui perantara berupa money tray. Bagi tamu yang ingin melakukan pembayaran di meja, mereka harus ada hand sanitizer untuk digunakan setelah aktivitas pembayaran selesai.
”Pesan antar juga sedapat mungkin harus dilakukan dengan sistem contactless pick-up. Misalnya, menyiapkan area khusus dan meja untuk pengambilan pesanan,” ujar Hariyadi.
Tak hanya Indonesia yang akan kembali membuka restoran, Amerika Serikat pun melakukan hal yang sama. Di AS, industri ini sebelumnya mampu mempekerjakan lebih dari 15 juta orang dengan pemasukan mencapai triliunan dollar AS.
Mengutip artikel The Guardian berjudul ”As restaurants reopen, what will eating out be like in the age of coronavirus?”, keadaan industri restoran di AS kini dikatakan hampir tumbang. Pandemi Covid-19 telah membuat keuntungan terjun bebas dan juga berdampak pada pemecatan tenaga kerja.
Dalam usaha kembali membuka restoran, Max Hardy, pendiri River Bistro and Coop Detroit, restoran fusion Karibia, menyampaikan, sebelum membuka kembali restoran, semua karyawan harus mengikuti tes Covid-19 untuk memastikan kesehatan mereka.
”Kami juga telah memesan kit pembersih untuk setiap pelanggan yang datang. Kami mengenakan pelindung wajah, mengganti celemek setiap 15-20 menit dan mengganti sarung tangan kami setiap ada pesanan,” ujar Hardy.
Baca juga: Tekan Dulu Angka Kasus
Jason Rose, President of Full-Heart Hospitality, a food, beverage and hospitality consultancy group, mengatakan, orang-orang kini sudah rindu untuk kembali makan di restoran sebagai kegiatan yang menyenangkan, tetapi tetap harus disiplin mengenakan masker, kecuali saat makan.
”Saya harap masyarakat memahami kondisi ini. Ketika kami membuka kembali restoran dengan kapasitas terbatas dan banyak aturan baru, orang perlu memahami mengapa mereka harus mengikuti aturan,” kata Rose.