Pontang-Panting Melawan Covid-19 di Sumatera Utara
Sumatera Utara menjadi salah satu daerah yang pontang-panting menghadapi pandemi Covid-19, baik di bidang kesehatan, sosial, maupun ekonomi.
Sumatera Utara menjadi salah satu daerah yang pontang-panting menghadapi pandemi Covid-19, baik di bidang kesehatan, sosial, maupun ekonomi. Pemerintah hingga kini masih kesulitan memutus rantai penularan karena uji laboratorium yang memakan waktu sangat lama. Bantuan sosial pun dipersoalkan karena volume tidak sesuai dan harga yang tidak wajar.
Perekonomian Sumatera Utara pun terpuruk karena banyak hotel, restoran, destinasi wisata, dan ritel ditutup. Insentif yang dijanjikan pemerintah tak kunjung dirasakan dunia usaha. Lebih dari 14.000 pekerja terempas gelombang pemutusan hubungan kerja di Sumut.
Gambaran kesulitan penanganan Covid-19 antara lain diungkapkan Wakil Gubernur Sumatera Utara Musa Rajekshah saat rapat dengar pendapat dengan Panitia Khusus Covid-19 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumut, di Medan, Selasa (26/5/2020).
Kita tidak tahu kapan ini akan berakhir, tetapi kita harus terus melawan dan tidak boleh pasrah.
”Pandemi Covid-19 telah mengganggu semua lini kehidupan di Sumut. Kita tidak tahu kapan ini akan berakhir, tetapi kita harus terus melawan dan tidak boleh pasrah,” kata Musa.
Musa mengatakan, sejak awal penanganan pandemi, Sumut fokus menangani dampak kesehatan dan menyalurkan bantuan sosial. Sumut pun merealokasi anggaran Rp 502 miliar. Untuk tahap kedua dan ketiga juga disiapkan Rp 1 triliun.
”Berikutnya kita harus memastikan roda perekonomian Sumut kembali berjalan. Dunia usaha harus bergerak dan masyarakat kembali bekerja dalam tatanan normal baru,” kata Musa.
Baca juga : Setelah Idul Fitri, Penyekatan Perbatasan di Sumut Tetap Dilakukan
Penanganan kesehatan
Kepala Dinas Kesehatan Sumut Alwi Mujahit Hasibuan mengatakan, hingga akhir Mei lalu penularan Covid-19 masih terjadi di Sumut. Jumlah kasus positif hingga Kamis (28/5) mencapai 362 kasus, 37 orang di antaranya meninggal dan 118 orang sembuh.
Episentrum penularan berada di Kota Medan dengan 248 kasus dan daerah penyangganya, Kabupaten Deli Serdang, ada 47 kasus. Dua daerah itu mencakup 81 persen kasus di Sumut. Namun, Covid-19 begitu cepat menyebar ke daerah. ”Saat ini sudah 17 kabupaten/kota yang mencatat kasus positif Covid-19 di Sumut,” kata Alwi.
Menurut Alwi, kasus Covid-19 di Sumut sebagian besar tersebar dan tidak membentuk kluster besar. Hampir semua kasus bermula dari perjalanan di dalam negeri atau luar negeri. Penularan lokal terjadi di beberapa kluster besar, seperti Puskesmas PB Selayang II, Medan; Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara (USU), dan kluster Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang.
Baca juga : Medan dan Deli Serdang Tingkatkan Penyelidikan Epidemiologi
Alwi mengatakan, permasalahan terbesar dalam memutus rantai penularan di Sumut adalah lambatnya uji laboratorium metode reaksi berantai polimerase (PCR). Saat awal pandemi pada Februari 2020, Sumut harus mengirim sampel ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan dan baru memperoleh hasilnya 14 hari kemudian.
Dalam melakukan penyelidikan epidemiologi, kata Alwi, ada tiga tahap penting, yakni uji laboratorium, penelusuran kontak, dan karantina atau isolasi. ”Penyelidikan epidemiologi pun terkendala karena tahap uji laboratorium bermasalah. Padahal, itu tahap paling awal yang memengaruhi proses selanjutnya,” kata Alwi.
Alwi mengatakan, penyelidikan epidemiologi semakin baik setelah Sumut bisa melakukan uji PCR di RS USU, 17 April 2020. Saat itu, kasus positif sudah mencapai 103 kasus dan menyebar ke 10 kabupaten/kota di Sumut.
Baca juga: Hotel di Sumut Beroperasi Kembali dalam Normal Baru
Masalah masih terjadi karena sulitnya mendapat reagensia, yang merupakan bahan habis pakai dalam uji PCR. Hasil uji laboratorium tetap lama. Sebanyak 48 tenaga kesehatan di Tapanuli Utara, misalnya, positif Covid-19 dengan tes cepat pada 29 April. Sampel uji PCR baru bisa diambil dan dikirim ke RS USU pada 9 Mei dan hasilnya didapat pada 19 Mei.
Lambatnya uji laboratorium ini, kata Alwi, membuat beban pemerintah membengkak. Jika hasil negatif bisa segera didapat, pasien bisa langsung dipindahkan ke perawatan biasa. ”Sebaliknya, pemutusan rantai penularan bisa dilakukan dengan cepat jika hasil positif segera diketahui,” kata Alwi.
Baca juga: Tatanan Normal Baru Diusulkan Bertahap
Di Medan, dua fasilitas kesehatan sudah bisa melakukan uji PCR untuk masyarakat yang bersedia membayar, yakni RS Murni Teguh dan Laboratorium Klinik Prodia.
Persoalan lainnya yang dihadapi Sumut adalah minimnya rumah sakit yang mampu dan mau merawat pasien Covid-19. ”Bahkan, dari lima rumah sakit rujukan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan di Sumut, hanya satu yang mampu, yakni RSUP H Adam Malik, Medan,” kata Alwi.
Empat RS lainnya yang merupakan milik pemerintah kabupaten/kota tidak mampu merawat pasien Covid-19. Di awal pandemi, mereka menolak pasien terduga Covid-19 dan langsung mengirimnya ke RSUP Adam Malik.
Menurut Alwi, beberapa pasien yang datang ke rumah sakit rujukan langsung dikirim dalam kondisi kritis ke Medan sehingga ketika tiba sudah meninggal. Hal itu yang membuat jumlah pasien meninggal di Sumut cukup tinggi. Bahkan, sedikitnya 100 orang meninggal yang dimakamkan dengan protokol Covid-19. Menurut Alwi, penanganan pasien membaik setelah Pemerintah Provinsi Sumut mengoperasikan RS GL Tobing di Deli Serdang dan RS Martha Friska di Medan. Dua rumah sakit itu kini menjadi dua rumah sakit utama yang merawat PDP dan pasien positif.
Volume dikurangi
Ketua Pansus Covid-19 DPRD Sumut Akbar Himawan Buchari mengatakan, masalah penanganan Covid-19 tidak hanya pada bidang kesehatan, tetapi juga bantuan sosial. Bansos dari Kementerian Sosial dan Pemprov Sumut baru disalurkan pertengahan Mei. ”Di sejumlah kabupaten ditemukan masalah, seperti volume bansos yang dikurangi dan harga yang tidak wajar,” katanya.
Himawan mengatakan, temuan mereka di Simalungun, paket bansos disunat. Paket yang seharusnya berisi 10 kilogram beras dan 2 kilogram gula pasir, hanya berisi 8,5 kilogram beras dan 1,75 kilogram gula pasir.
”Nilai paket bahan pokok yang diberikan juga tidak wajar karena justru lebih mahal dari harga di warung eceran. Kami sudah menyampaikan rekomendasi agar Pemprov Sumut selanjutnya memberikan bantuan dalam bentuk tunai sebagaimana dilakukan Kemensos,” kata Himawan.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumut Riadil Akhir Lubis berjanji mengevaluasi metode pemberian bantuan sosial. Mereka memberikan paket bahan pokok senilai Rp 225.000 untuk 1,3 juta keluarga di Sumut. ”Kami menyiapkan Rp 300 miliar untuk bantuan sosial,” katanya.
Menurut Riadil, mereka memberikan bahan pokok agar bantuan tepat sasaran dan tak disalahgunakan penerima. Ia mengklaim harga bahan pokok yang disalurkan lebih mahal karena ditambah biaya kemasan dan penyaluran.
Dampak ekonomi
Selama pandemi Covid-19, gelombang pemutusan hubungan kerja terus terjadi di Sumut dan telah mencapai lebih dari 14.000 orang. Sebanyak 283 perusahaan melaporkan melakukan PHK atau merumahkan karyawan.
”Gelombang pengangguran di Sumut kian besar karena kepulangan pekerja migran Indonesia mencapai 5.000 orang,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Sumut Harianto Butar-Butar.
Menurut Harianto, sektor yang paling terdampak adalah pariwisata karena banyak perhotelan, restoran, dan destinasi wisata ditutup. Selain itu, sektor ritel juga terpuruk karena penutupan pusat perbelanjaan.
Gelombang pengangguran di Sumut kian besar karena kepulangan pekerja migran Indonesia mencapai 5.000 orang.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumut Denny S Wardhana mengatakan, sejak Maret, tingkat keterisian hotel di Sumut berada di bawah 10 persen. Sebanyak 35 hotel di Medan pun menutup sementara operasionalnya. Lebih dari 10.000 karyawan hotel dan restoran dirumahkan atau di-PHK selama pandemi.
”Namun, sampai sekarang kami belum mendapat insentif apa pun dari pemerintah. Karyawan hotel yang dirumahkan atau kena PHK juga belum bisa ikut Program Prakerja,” katanya.
Denny mengatakan, PHRI Sumut memutuskan bangkit kembali tanpa menunggu bantuan pemerintah. Pada Juni ini, hotel akan beroperasi dengan protokol kesehatan Covid-19. Mereka berharap industri pariwisata di Sumut bisa bangkit dalam normal baru sesuai protokol kesehatan.