Kasus Joko Tjandra Dibawa ke Ombudsman
Belum tertangkapnya Joko Tjandra terus bergulir. Setelah informasi keluar masuknya Joko Tjandra tanpa diketahui oleh Imigrasi dan perbedaan tahun kelahirannya di KTP lama dan barunya, kasusnya kini dibawa ke Ombudsman.
Kesimpangsiuran keberadaan terpidana Joko Tjandra dan perbedaan tahun kelahirannya di KTP yang baru dan lama dibawa ke Ombudsman.
JAKARTA, KOMPAS - Informasi dari Kejaksaan Agung yang menyatakan kemungkinan terpidana kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali yang buron sejak 2009, Joko Tjandra, setiap tiga bulan sekali masuk ke Indonesia tanpa diketahui Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan dilaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia.
Demikian pula perbedaan data tahun kelahiran terpidana Joko Tjandra antara di KTP baru yang digunakan pada saat pengajuan peninjauan kembali (PK) perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan data yang tertulis pada KTP di putusan PK di Mahkamah Agung pada 2009.
Baca Juga: Buronan Joko Tjandra Lepas dari Pantauan Intelijen Kejaksaan
Saat dihubungi, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman, Jumat (3/7/2020) di Jakarta, menyatakan, agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi di publik terkait Joko Tjandra antara Kejagung dan Kemenkumham serta perbedaan data tahun kelahiran Joko Tjandra di KTP lama dan KTP baru, Ombudsman harus segera menyelidiki hal-hal tersebut.
”Ombudsman harus turun tangan agar publik mendapat kepastian penjelasan dan tidak saling lempar tanggung jawab terkait kasus Joko Tjandra,” kata Boyamin.
”Ombudsman harus turun tangan agar publik mendapat kepastian penjelasan dan tidak saling lempar tanggung jawab terkait kasus Joko Tjandra”
Menurut Boyamin, perbedaan pandangan Kejagung dan Ditjen Imigrasi Kemenkumham soal daftar pencarian orang (DPO) perkara Joko Tjandra yang sudah diputus bersalah dan mempunyai kekuatan hukum pasti tidak perlu diperpanjang lagi karena sebenarnya DPO berlaku selamanya hingga buronan bisa ditangkap kembali.
Terkait perbedaan data tahun kelahiran, sebelumnya tertulis pada KTP putusan PK tahun 2009 tertulis Joko Tjandra lahir pada 1950, sedangkan pada KTP yang baru, tahun kelahirannya tertulis 1951.
Hasil penelusuran Kompas, saat mengajukan PK di PN Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020, Joko Tjandra juga diketahui menggunakan KTP dan paspor yang baru dibuatnya. Untuk KTP baru, tertulis tanggal pembuatannya pada 8 Juni 2020, sedangkan pada paspor yang dikeluarkan di Jakarta tertulis dikeluarkan pada 23 Juni 2020.
Terkait pengaduan yang akan dilakukan Boyamin ke Ombudsman, Kompas sebelumnya juga sudah meminta keterangan tersebut ke Ombudsman, tetapi hingga kini belum mendapat penjelasan.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pernah mengungkapkan di DPR mengenai informasi National Central Bureau (NCB/ Interpol) yang tidak lagi memasukkan nama Joko Tjandra dalam red notice Interpol sejak 2014.
Karena itu, Ditjen Imigrasi Kemenkumham menghapus nama Joko Tjandra dari sistem perlintasan pada 13 Mei 2020. Selanjutnya, pada 27 Juni 2020 terdapat permintaan DPO kembali dari Kejagung sehingga nama Joko Tjandra dimasukkan dalam sistem perlintasan dengan status masuk dalam DPO. Meskipun demikian, nama Joko Tjandra juga tidak ditemukan lagi dalam data perlintasan.
Sebelumnya, dari siaran pers tertulis Ditjen Imigrasi yang dikeluarkan pada 30 Juni 2020, permintaan pencegahan terhadap Joko Tjandra oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dikeluarkan pada 24 April 2008. Pencegahan tersebut berlaku enam bulan pada waktu itu.
Selanjutnya, red notice dari Interpol terhadap Joko Tjandra dikeluarkan pada 10 Juli 2009. Pada 12 Februari 2015, ada permintaan DPO dari Sekretaris NCB/Interpol Indonesia terhadap Joko Tjandra. Untuk itu, Ditjen Imigrasi menerbitkan surat perihal DPO kepada semua kantor imigrasi yang ditembuskan kepada Sekretaris NCB/Interpol dan Kementerian Luar Negeri.
Namun, pada 5 Mei 2020 ada pemberitahuan dari Sekretaris NCB/Interpol bahwa data red notice atas nama Joko Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak 2014. Hal itu juga karena tidak ada permintaan lagi dari Kejagung. Adapun red notice terhadap Joko dari Interpol dikeluarkan pada 10 Juli 2009.
Tak ada oknum bermain
Direktur Legal Culture Institute M Rizqi Azmi mengatakan, informasi masuknya buronan Joko Tjandra ke Indonesia mesti dibuktikan kebenarannya oleh aparat penegak hukum. Untuk itu, instansi terkait diharapkan perlu memperkuat koordinasi dan kerja sama.
Rizqi mengatakan, dengan isu yang berkembang tentang Joko Tjandra saat ini, yang mendesak dilakukan adalah memastikan benar tidaknya keberadaan Joko Tjandra di Indonesia. Jika Joko Tjandra telah masuk ke Indonesia, Kejagung diharapkan bergerak cepat mengoptimalkan unit-unit di bawah Jaksa Agung Muda Intelijen melalui Adhyaksa Monitoring Center.
Selain itu, lanjut Rizqi, Kejagung mesti bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara, Ditjen Imigrasi Kemenkumham, serta Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menelusuri jejak Joko Tjandra melalui media komunikasi. Penangkapan tersebut mestinya dilakukan tanpa perlu menunggu putusan PK yang diajukannya.
”Sebenarnya dengan koordinasi yang ajek dan simultan, keberadaan buronan di Indonesia gampang diringkus selama tidak ada oknum-oknum yang bermain dalam proses itu,” kata Rizqi.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Ali Mukartono mengatakan, tim jaksa eksekutor dari Kejagung telah bergerak mencari dan menelusuri jejak Joko Tjandra. Pihaknya berkoordinasi dengan Polri dan Ditjen Imigrasi Kemenkumham.
”Kami sementara berpegang pada pernyataan resmi instansi pemerintah bahwa selama tiga bulan terakhir tidak ditemukan perlintasan Joko Tjandra ke Indonesia. Tentang pernyataan pengacara Joko Tjandra yang bertemu dia pada 8 Juni, kan, kita tidak tahu,” kata Ali.
”Kami sementara berpegang pada pernyataan resmi instansi pemerintah bahwa selama tiga bulan terakhir tidak ditemukan perlintasan Joko Tjandra ke Indonesia. Tentang pernyataan pengacara Joko Tjandra yang bertemu dia pada 8 Juni, kan, kita tidak tahu”
Sejauh ini, Ali merujuk pernyataan Menkumham yang menyatakan, sistem keimigrasian tidak menemukan data masuknya buronan Joko Tjandra. Yasonna pun telah meminta untuk dilakukan pengecekan pada server dan kamera pemantau (CCTV) perlintasan.
Baca Juga: Menko Polhukam: Tangkap Joko Tjandra
Adapun terkait permohonan PK di PN Jakarta Selatan, Suharno dari Bagian Humas PN Jaksel mengonfirmasi, permohonan PK itu melampirkan identitas pemohon berupa KTP dengan nama Joko Tjandra yang beralamat di Simprug, Jakarta Selatan. Namun, saat dicek, petugas tidak menemukannya.
Pengacara Joko Tjandra sebelumnya menyatakan kliennya tengah sakit berdasarkan bukti surat sakit dari klinik di Kuala Lumpur, Malaysia.