Pelibatan Kepri Kelola Labuh Jangkar Naikkan PAD hingga Rp 6 Triliun
›
Pelibatan Kepri Kelola Labuh...
Iklan
Pelibatan Kepri Kelola Labuh Jangkar Naikkan PAD hingga Rp 6 Triliun
Pemerintah pusat akhirnya melibatkan Kepulauan Riau dalam pengelolaan labuh jangkar di Selat Malaka yang merupakan salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. Ini diharapkan bisa meningkatkan PAD hingga Rp 6 triliun.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pelibatan Kepulauan Riau dalam pengelolaan labuh jangkar di Selat Malaka diharapkan bisa meningkatkan pendapatan asli daerah hingga Rp 6 triliun. Saat ini, Pemerintah Provinsi Kepri mulai membentuk Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap atau Samsat Laut untuk mengatur aktivitas labuh jangkar di salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia itu.
Ketua Komisi II DPRD Kepri Iskandarsyah, Senin (6/7/2020), mengatakan, potensi pendapatan Kepri dari sektor labuh jangkar di Selat Malaka sangat besar. ”Jika pengelolaannya optimal, diperkirakan daerah bisa mendapat pemasukan berkisar Rp 2 triliun hingga Rp 6 triliun,” kata Iskandar.
Diperkirakan lebih dari 100.000 kapal melintas di Selat Malaka setiap tahun. ”Kapal-kapal banyak yang labuh jangkar di wilayah Kepri karena di Singapura sudah sangat padat. Itu peluang bagi Kepri,” ujar Iskandar.
Ia menuturkan, Kepri belum pernah mampu menghasilkan pendapatan asli daerah sesuai target di sektor retribusi. Laporan Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2019 pada 29 Juni menunjukkan, Kepri hanya mampu merealisasikan Rp 7,16 miliar dari target Rp 65 miliar.
”Yang meleset jauh adalah retribusi labuh jangkar. Oleh karena itu, sudah lama kami meminta pusat untuk memberikan kewenangan mengelola ruang laut 0-12 mil kepada provinsi sesuai dengan UU No 23/2004 tentang Pemerintahan Daerah,” ujar Iskandar.
Pada 2 Juli, saat berkunjung ke Batam dan Bintan, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Pemprov Kepri mulai dilibatkan mengelola retribusi labuh jangkar di tiga zona yang sudah ditetapkan, yaitu di perairan Pulau Galang, perairan Pulau Nipah, dan perairan Tanjung Balai Karimun.
Pemprov Kepri mulai dilibatkan mengelola retribusi labuh jangkar di tiga zona yang sudah ditetapkan, yaitu di perairan Pulau Galang, perairan Pulau Nipah, dan perairan Tanjung Balai Karimun. (Luhut Binsar Pandjaitan)
Menindaklanjuti hal tersebut, Pemprov Kepri saat ini mulai membentuk Samsat Laut untuk mengatur aktivitas labuh jangkar. Menurut Kepala Bidang Pelabuhan Dinas Perhubungan Kepri Azis Kasim Djou, Samsat Laut itu akan dibangun di Batam.
”Tiga zona labuh jangkar itu akan dikelola oleh Pemprov Kepri melalui BUMD. Nantinya, PT Pelabuhan Kepri akan bekerja sama dengan perusahaan swasta yang sebelumnya mengelola zona itu,” ucap Azis.
Menanggapi hal tersebut, Iskandar menyatakan, pusat perlu segera menjamin kebijakan itu dengan mengeluarkan peraturan pemerintah yang menjamin bahwa ruang laut 0-12 mil merupakan kewenangan daerah. Ia khawatir, pernyataan Luhut untuk melibatkan pemprov dalam pengelolaan retribusi labuh jangkar itu akan berubah seiring pergantian menteri.
”Peraturan pemerintah diperlukan untuk menegaskan wewenang pengelolaan ruang laut provinsi sesuai yang tercantum dalam UU No 23/2004. Hal ini akan memudahkan jika suatu saat muncul lagi perbedaan pendapat antara provinsi dan pusat seperti yang sebelumnya sering terjadi,” kata Iskandar.
Iskandar menambahkan, tiga zona labuh jangkar yang sudah ditetapkan itu perlu segera dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepri. Rancangan peraturan daerah itu kini masih digodok oleh panitia khusus daerah dan ditargetkan akan rampung pada Agustus.