Mitigasi Bencana Erupsi Merapi Disusun Ulang Menyesuaikan Pandemi
›
Mitigasi Bencana Erupsi Merapi...
Iklan
Mitigasi Bencana Erupsi Merapi Disusun Ulang Menyesuaikan Pandemi
Perencanaan kontingensi terkait mitigasi erupsi Gunung Merapi akan disusun kembali. Aktivitas gunung tersebut masih memberikan ancaman tersendiri di tengah ancaman lainnya berupa pandemi Covid-19.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Rencana kontingensi mitigasi erupsi Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah akan disusun ulang. Mitigasi bencana bakal disesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19.
”Ini sedang kami persiapkan (perencanaan kontingensi). Sebenarnya kami sudah selesai membuat perencanaan terkait mitigasi Merapi, Februari lalu. Tetapi, saat itu belum terjadi pandemi Covid-19. Ini akan kami buat baru dengan adanya protokol Covid-19,” kata Bupati Sleman Sri Purnomo seusai menerima kunjungan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, di Kantor Bupati Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (9/7/2020).
Sri mengungkapkan, dalam perencanaan kontingensi yang masih disusun itu, protokol kesehatan seperti jaga jarak harus diterapkan. Selama ini, evakuasi warga terdampak erupsi masih sering menimbulkan kerumunan. Penyesuaian terhadap langkah mitigasi yang ada perlu disesuaikan dengan adanya wabah Covid-19.
Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Lilik Kurniawan mengungkapkan, masyarakat perlu senantiasa menjaga kewaspadaan. Perhatian tidak hanya difokuskan terhadap pencegahan Covid-19. Ancaman bencana lainnya harus turut diwaspadai.
”Kami ingin semua masyarakat siap. Semuanya waspada. Harus dipastikan jalur-jalur evakuasi siap semuanya. Kita tidak berbicara (Gunung Merapi) meletus hari ini atau besok. Tetapi, kesiapan itu yang menentukan,” kata Lilik.
Dalam kesempatan itu, Lilik juga meninjau langsung dua desa yang sebagian wilayahnya masuk dalam kawasan rawan bencana Gunung Merapi menurut erupsi pada 2010, yakni Desa Glagaharjo dan Desa Kepuharjo. Kala itu, awan panas juga melintas di sebagian wilayah kedua desa tersebut.
Dari hasil peninjauan tersebut, Lilik menilai, warga setempat sudah memiliki kesiapan untuk evakuasi dini jika sewaktu-waktu terjadi erupsi. Telah dibuat pula protokol peringatan dini dalam situasi kedaruratan.
Secara terpisah, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X meyakini, masyarakat yang tinggal di lereng Gunung Merapi sudah memahami langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengantisipasi erupsi. Hal ini karena warga di lereng Merapi telah memiliki pengalaman berhadapan dengan beberapa kali erupsi.
”Selama ini, warga masyarakat lereng Merapi itu tahu persis apa yang harus dilakukan. Jadi, tidak usah diragukan,” kata Sultan HB X.
Sultan mengatakan, banyak warga di lereng Merapi yang telah melakukan persiapan untuk mengantisipasi erupsi. Salah satunya dengan memasukkan barang-barang berharga dan pakaian ganti ke dalam tas. Dengan begitu, apabila ada perintah untuk mengungsi karena erupsi, warga langsung bisa membawa barang-barang tersebut.
”Barang-barang berharga itu tidak pernah disimpan di almari yang dikunci. Barang berharga itu sudah mereka siapkan bersama pakaian ganti yang setiap saat bisa dibawa untuk meninggalkan tempatnya kalau ada bencana,” ungkap Sultan.
Banyak warga di lereng Merapi yang telah melakukan persiapan untuk mengantisipasi erupsi. Salah satunya dengan memasukkan barang-barang berharga dan pakaian ganti ke dalam tas.
Heri Suprapto (60), tokoh masyarakat Desa Kepuharjo, membenarkan kesiapan warga terkait evakuasi dini. Warga juga telah mengetahui titik-titik kumpul sebelum evakuasi bersama apabila terjadi erupsi. Namun, pihaknya mengeluhkan tentang adanya kerusakan jalan di salah satu jalur evakuasi menuju barak pengungsian.
”Ada salah satu jalur yang kalau mau menuju ke barak pengungsian (di Desa Wukirsari) itu jelek. Kalau benar-benar akan erupsi, harapan kami, tolong agar jalan itu diperbaiki,” kata Heri.
Berdasarkan pantauan, salah satu jalur evakuasi yang rusak itu terdapat di Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY. Itu merupakan jalur evakuasi menuju barak pengungsian yang terdapat di Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan. Tampak jalan berlubang secara sporadis dengan kedalaman berkisar 10-20 sentimeter di jalur evakuasi tersebut. Truk pengangkut pasir kerap melintas di jalan tersebut.
Terkait laporan jalur evakuasi yang rusak di Sleman, Sultan menuturkan, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY akan memetakan jalur yang rusak. Ia mengingatkan, pada saat Gunung Merapi berstatus Waspada seperti sekarang, jalur evakuasi seharusnya tidak boleh rusak. Sebab, kerusakan jalur itu bisa menghambat proses evakuasi yang dilakukan.
Pada saat Gunung Merapi berstatus Waspada seperti sekarang, jalur evakuasi seharusnya tidak boleh rusak. (Sultan Hamengku Buwono X)
”Nanti dilihat itu (yang rusak) di mana. Karena jalur evakuasi itu kalau kondisi Waspada itu tidak boleh ada yang rusak. Jalan itu harus bagus karena akan dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan 80 kilometer per jam saat evakuasi dilakukan,” tutur Sultan.
Sementara itu, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Hanik Humaida menyampaikan, aktivitas vulkanik masih terus terjadi di Gunung Merapi. Teramati adanya deformasi pada permukaan Gunung Merapi sejak 22 Juni 2020. Deformasi itu terlihat dari pemendakan jarak tunjam menurut pengukuran jarak elektronik dari Pos Pengamatan Merapi di wilayah Babadan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
”Ada pemendekan sebesar 0,5 cm per hari. Perkembangannya ke depan akan seperti apa, ini masih terus kami lihat,” kata Hanik.
Hanik menyatakan, terdapat dua kemungkinan yang muncul dari deformasi yang tengah berlangsung itu, yakni terjadinya letusan I eksplosif dan terbentuknya kubah lava baru. Tingkat eksplosivitasnya masih berskala satu. Itu merupakan letusan dengan skala terendah untuk Gunung Merapi.
”Berbeda dengan erupsi tahun 2010. Saat itu, skalanya mencapai IV. Sementara, untuk erupsi tahun 2006, skalanya mencapai II,” kata Hanik.
Hanik menambahkan, belum ada perubahan ancaman bahaya erupsi. Ancaman bahaya masih berada dalam radius 3 kilometer dari puncak Merapi. Masyarakat diminta tak beraktivitas dalam radius tersebut karena letusan dapat terjadi sewaktu-waktu. Selain itu, arah potensi ancaman erupsi juga belum berubah, yaitu ke daerah bukaan kawah di sisi selatan-tenggara. Bukaan itu mengarah ke Sungai Gendol, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.