Perlindungan Anak Buah Kapal pada Kapal Ikan Asing Akan Ditingkatkan
›
Perlindungan Anak Buah Kapal...
Iklan
Perlindungan Anak Buah Kapal pada Kapal Ikan Asing Akan Ditingkatkan
Praktik perbudakan dan pelanggaran hak asasi anak buah kapal terus terjadi. Solidaritas Pelaut Indonesia pun meminta bantuan BP2MI untuk membenahi tata kelola pekerja kapal.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Solidaritas Pelaut Indonesia meminta bantuan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia atau BP2MI untuk membenahi tata kelola pekerja kapal. Tata kelola dibutuhkan agar praktik perbudakan dan pelanggaran hak asasi manusia tidak lagi dialami anak buah kapal atau ABK.
Solidaritas Pelaut Indonesia pada hari ini, Rabu (15/7/2020), mendatangi kantor BP2MI di Jakarta. Ketua Umum Solidaritas Pelaut Indonesia Pius Laja Pera mengatakan, mereka bertemu langsung dengan Kepala BP2MI Benny Ramdhani.
”Kita bahas mengenai tata kelola pekerja pelaut atau anak buah kapal ikan. Beliau setuju agar pelaut-pelaut kita dilindungi. Kami minta Pak Benny agar minta izin ke Presiden bahwa BP2MI punya wewenang mengelola pekerja pelaut kapal perikanan kita,” katanya.
Dalam pertemuan tersebut, Solidaritas Pelaut Indonesia menyoroti waktu kerja awak kapal Indonesia yang kerap melampaui 12 jam. Selain itu, pelaut atau ABK Indonesia juga kerap tidak memiliki upah yang layak demikian juga asuransi kesehatan, kecelakan, hingga kematian.
Tidak terdatanya pelaut yang bekerja di kapal perikanan juga menyulitkan pelacakan jika ada pelaut yang mengalami perlakuan buruk. Selama ini, menurut mereka, banyak pelaut Indonesia bekerja secara ilegal atau mandiri, sementara mereka bisa dibawa ke berbagai wilayah perairan dunia.
Oleh karena itu, mereka meminta BP2MI agar mendata ulang perusahaan yang mempekerjakan pelaut Indonesia melalui surat edaran. Kemudian meminta agar BP2MI berwenang membuat buku pelaut.
Kapal perusahaan harus memiliki alat monitor yang bisa dipantau sebagai syarat mempekerjakan pelaut Indonesia. Bersamaan dengan itu, perusahaan yang mempekerjakan pelaut Indonesia harus diatur agar melaporkan posisi kapal dan kondisi pelaut ke Kedutaan Besar Indonesia di luar negeri atau PB2MI setiap tiga bulan sekali.
Solidaritas Pelaut Indonesia juga mengusulkan adanya uang jaminan sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Uang jaminan yang diusulkan senilai 50.000 dollar AS, lebih kecil dari yang diatur UU agar perusahaan tidak keberatan di tengah pandemi, tetapi tetap patuh dan bisa ikut menyerap pelaut yang menganggur.
Saat dihubungi Kompas, Benny menyatakan bahwa BP2MI menerima dan menyetujui masukan dari Solidaritas Pelaut Indonesia. Selanjutnya, masukan tersebut akan segera dirumuskan dalam forum grup diskusi bersama sejumlah organisasi non-pemerintah.
”Kasus pelarungan ABK Long Xin membuka mata bahwa peristiwa seperti itu bukan pertama kali terjadi. Ini jadi momentum kita untuk melakukan tata kelola dan perlindungan pelaut kapal kita. Untuk menyelesaikan masalah itu, mau tidak mau kita harus memulai perbaikan di hulu hingga hilir,” katanya.
Sejauh ini, BP2MI masih akan menunggu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang sudah diharmonisasi Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Komisi IX DPR pada Februari.
RPP tersebut dibuat agar UU No 18/2017 segera memiliki aturan turunannya dalam bentuk peraturan pemerintah. Alpanya aturan turunan tersebut membuat tidak adanya mekanisme perlindungan yang jelas terhadap pelaut yang ke luar negeri.
Maka, tidak heran kasus ABK Indonesia yang disiksa di atas kapal hingga meninggal banyak terjadi. Awal bulan ini, misalnya, terungkap ABK asal Lampung yang disiksa sampai tewas saat mayatnya ditemukan di ruang pendingin kapal ikan Lu Huang Yuan Yu 118 asal China.
Kasus itu menyusul perlakuan buruk di dalam pelayaran kapal China lainnya terhadap ABK Indonesia. SAFE Seas Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mencatat, sejak November 2019 sampai Juni 2020, ada 31 ABK yang menjadi korban di kapal ikan China, dengan rincian 21 ABK selamat, 7 meninggal, dan 3 hilang.
”Ini peperangan total serius karena kita tidak ingin negara kalah memerangi mafia dan sindikat pekerja kita. Kita harus buktikan hukum benar-benar bekerja. BP2MI harus memberi perlindungan imigran kita,” pungkas Benny.