Dalam hal pandemi ini, setiap keluarga wajib mengedukasi anggota keluarganya. Tujuannya agar meningkat pengetahuan, sikap, dan praktik (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dalam berperilaku positif.
Oleh
Lilis Heri Mis Cicih
·3 menit baca
Pesan penting peringatan Hari Keluarga Nasional 29 Juni lalu adalah bagaimana meningkatkan peran keluarga sebagai pilar utama pembangunan dan kesejahteraan bangsa. Seperti amanat Keputusan Presiden RI Nomor 39 Tahun 2014.
Peran keluarga memang mendasar dalam menghadapi berbagai persoalan, apalagi saat pandemi seperti ini. Terkait hal itu, dapat dilihat Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga.
Implementasi fungsi keluarga akan lebih berharga lagi saat menghadapi pandemi dan normal baru.
Idealnya, setiap keluarga berada dalam kondisi sejahtera, sehat, maju, mandiri, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, dan bertakwa kepada Tuhan.
Jika keluarga-keluarga Indonesia berkualitas, ini merupakan kondisi ideal untuk mencapai bonus demografi. Karena dalam keluarga yang berkualitas, terdapat sumber daya manusia yang berkualitas juga, prasyarat utama mencapai keberhasilan pembangunan.
Pemerintah sudah mencanangkan kebijakan nasional pembangunan keluarga untuk memberdayakan keluarga agar dapat melaksanakan delapan fungsinya secara optimal: keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan. Namun, belum semua keluarga mengetahui fungsi-fungsi ini meskipun mungkin sudah menjalankan.
Implementasi fungsi keluarga akan lebih berharga lagi saat menghadapi pandemi dan normal baru. Ketika terjadi pembatasan dan setiap orang dianjurkan di rumah, keharmonisan dan kenyamanan dalam keluarga sangat perlu agar tidak stres atau terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
Pandemi Covid-19 ini memang berdampak multidimensi, termasuk terhadap berbagai aspek kehidupan keluarga. Yang memprihatinkan, sebagian keluarga berubah ke arah buruk, terutama dalam hal pekerjaan, keuangan, dan kecukupan makanan. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei daring BKKBN (19 April–3 Mei 2020), terhadap 20.680 responden.
Ketika ditanya persepsinya terkait kebahagiaan, 19,2 persen sangat tidak setuju/tidak setuju jika keluarganya tetap bahagia. Bahkan 43,3 persen mengatakan sangat tidak setuju/tidak setuju kalau kebutuhan keuangan selama pandemi terpenuhi.
Dapat dikatakan kondisi keluarga rentan pandemi. Tentunya ini menjadi tantangan agar bisa menjaga ketahanan keluarga hari-hari ini. Ketahanan yang dimaksud tidak hanya dari segi ekonomi keluarga, tetapi juga aspek sosial dan psikologis.
Memang saat ini secara berangsur-angsur berbagai aktivitas mulai dilakukan meski pandemi belum berlalu. Karena itu, di era normal baru ini masyarakat diimbau tetap menjaga perilaku hidup sehat dan menaati protokol kesehatan.
Sayangnya, masyarakat merasa bahwa kondisi sudah normal sehingga sebagian mengabaikan protokol kesehatan. Padahal, jika kena Covid-19, meskipun sembuh, tidak akan pernah pulih seperti semula. Jangan sampai usia panjang, tetapi sakit-sakitan. Mencegah lebih baik daripada mengobati.
Sayangnya, masyarakat merasa bahwa kondisi sudah normal sehingga sebagian mengabaikan protokol kesehatan.
Dalam hal pandemi ini, setiap keluarga wajib mengedukasi anggota keluarganya. Tujuannya meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktik (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dalam berperilaku positif.
Ini menjadi tantangan untuk semua pemangku kepentingan untuk meningkatkan sosialisasi terhadap keluarga-keluarga di Indonesia, dengan mencari metode yang lebih efektif. Di antaranya dengan mengemas acara sosialisasi dalam bentuk hiburan yang menarik.
Lilis Heri Mis Cicih,Peneliti dan Dosen, LDFEB, Universitas Indonesia.